Deretan huruf di halaman muka sebuah koran besar ibu kota menyentak nurani, membuat udara pagi yang sejuk menjadi panas yang menyesakkan. “Seorang wanita tewas karena melompat dari lantai 6 sebuah rumah sakit” demikian berita tersebut. Setelah ditelusuri, ternyata si korban putus asa karena penyakit asma akut yang dideritanya selama bertahun-tahun tak kunjung sembuh.
Keesokan harinya sebuah pesan pendek masuk: “Penyakit leukimia kakak saya makin kritis tapi tidak mau lagi meneruskan pengobatan. Sejak semalam masuk SRJ karena ngamuk dan berusaha bunuh diri mohon doa:
Dua kasus tersebut bisa jadi merupakan amulasi dari kekecewaan dan kesedihan menggunung yang bermuara pada satu titik, putus asa! Hal itu bisa menimpa siapa saja. Apakah pada wanita dari keluarga miskin seperti kasus pertama, atau bahkan pada pria dengan status sosial ekonomi mapan seperti kasus kedua. Yang jelas, perasaan putus asa hanya menghinggapi diri orang-orang yang tidak sabar pada ujian dan ketetapan Allah.
Di dalam Al-Qur’an Allah menyatakan bahwa orang-orang yang disayang dan memperoleh rahmat dari-Nya adalah orang-orang yang sabar. “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikt ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan bauh-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:”Inna lillahi wa inna ilaihi raajiun.” Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” QS 2:155-157.
Al-Qur’an juga menggambarkan bahwa hidup ini adalah perjalanan dari waktu ke waktu. Dan hakikatnya kita semua sedang berada dalam antrian perjalanan menuju kepada Allah swt. Bekal utama yang harus dimiliki agar selamat sampai pada-Nya adalah KESABARAN. Termasuk kesabaran ketika datang desakan nafsu. Artinya ketika nafsu mendesak kita untuk melakukan hal-hal yang dimurkai Allah, kita mampu melawnnya dan tetap memilih jalan yang diridhoi-Nya.
Kesabarab dan keimanan ibarat dua sisi dari sekeping mata uang. Karena kesabaran dalam menghadapi penderitaan hidup hanya dimiki oleh orang-orang yang tingkat keimanannya sudah mapan. Sebuah penderitaan akan memiliki makna berbeda manakala berhadapan dengan sebuah kesadaran bahwa hidup itu hakikatnya tidak selalu menyenagkan. Namun bahwa Allah senantiasa menciptakan keseimbangan untuk untuk alam semesta ini, adalah sebuah kenyataan tak terbantah. Ada siang ada malam. Ada laki-laki ada perempuan. Ada matahari dan ada rembulan. Demikian pula ada saat sedih dan ada saat gembira. Manusia diberi kebebasan penuh untuk memberi makna atas setiap peristiwa yang menghampiri hidupnya. Berarti bahagia atau tidak bahagia, tergantung dari sisi mana kita melihat hidup kit. Apakah dari sisi positif yang melahirkan sikap optimis, ataukah dari sisi negatif yang kemudian akan membuat kita pesimis dan lelah dalam menjalani hidup.
Contohnya ketika kita sedang sakit. Apakah situsi ini bermakna penderitaan ataukah justru dianggap sebuah kesempatan berharga untuk dapat beristirhat dari segala hiruk pikuk pekerjaan, tergantung dari sisi mana kita melihatnya. Semakin parah sakit seseorang berarti nilai ujiannyas semakin tinggi. Karena pada saat itulah akan terlihat makna apa yang diberikan atas situasi berat yang dihadapi. Kita punya pilihan. Apakah akan bersabar, yang akan melahirkan sikap optimis dan tegar sehingga mungkin saja Allah berkenan memberikan keajaiban untuk sembuh? Atau justru marah pada keadaan dan tenggelam dalam kesedihan berkepanjangan? Yang jelas Allah menyatakan dalam Al-Qur;an surat Ali-Imron: “Janganlah kamu bersikap lemah, dan jangan pula kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” QS 3:139
RAHMAT ALLAH
Rasulullah saw bersabda: “Tiada seorang mukmin ditimpa rasa sakit, kelelahn (kepayahna), diserang penyakit atau kesedihan (kesusahan) sampaipun duri yang menusuk (tubuhnya) kecuali dengan itu Allah akan menghapus dosa-dosanya.” HR. Al-Bukhori.
M dari hadist tersebut sangat jelas. Ternyata ketika kita sedang sakit, merupakan saat-saat sangat berharga dimana Allah swr sedang mencurahkan rahmat-Nya kepada kita untuk membersihkan diri dari segala dosa dan kesalahan. Lalu bagaiamana caranya agar kita dapat menerima kenyataan hidup seperti apapun dengan rasa syukur? Barangkali kita harus mencari cara agar pikiran kita tetap SADAR, sehingga tidak salah memberi makna pada situasi sulit yang sedang dihadapi. Karena kesadaran adalah energi yang dapat membuka mata pada banyak hal. Jika kesadaran kita hilang, maka kita akan kehilangan kesempatan besar untuk menerima Rahmat Allah tersebut. Kesadaran juga akan menuntun kita pada sebuah keyakinan bahwa sesungguhnya Allah tidak pernah membiarkan kita menderita sendirian. Dia pasti hadir untuk membimbing, menjaga dan menyelamatkan. Sebagaimana janji Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Baqoroh: “Apakah kamu mengira bahwa kamu masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Merek a ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan,erta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat” QS. 2:214
Perlu diingat bahwa Allah itu Maha Adil. Dia memberikan anugerah dan cobaan-Nya kepada siapapun tanpa pandang bulu. Tidak ada orang yang lebih menderita daripada orang lain. Kalau perasaan itu sampai ada, itu hanya prasangka yang muncul akibat dari miskinnya keyakinan kita kepada Allah yang Maha Rahman dan Maha Rahim. Kita juga tidak akan merasa menjadi orang paling malang kalau saja kita mau menoleh sejenak untuk melihat kehidupan orang lain. Karena lewat pengamatan dan pengalaman berinteraksi dengan sesama, dapat memberi kita wawasan pengalaman sekaligus pencerahan. Dengan memberi kesempatan pada diri kita untuk melihat dan peduli pada persoalan orang lain, akan membuat persoalan kita sendiri menjadi lebih ringan. Bahkan hal itu akan membuat keimanan kita tertempa berkembang menjadi kian matang. “Sekali-kali tidak akan menimpa kepada kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus tawakal.” QS. 9:51.
Keesokan harinya sebuah pesan pendek masuk: “Penyakit leukimia kakak saya makin kritis tapi tidak mau lagi meneruskan pengobatan. Sejak semalam masuk SRJ karena ngamuk dan berusaha bunuh diri mohon doa:
Dua kasus tersebut bisa jadi merupakan amulasi dari kekecewaan dan kesedihan menggunung yang bermuara pada satu titik, putus asa! Hal itu bisa menimpa siapa saja. Apakah pada wanita dari keluarga miskin seperti kasus pertama, atau bahkan pada pria dengan status sosial ekonomi mapan seperti kasus kedua. Yang jelas, perasaan putus asa hanya menghinggapi diri orang-orang yang tidak sabar pada ujian dan ketetapan Allah.
Di dalam Al-Qur’an Allah menyatakan bahwa orang-orang yang disayang dan memperoleh rahmat dari-Nya adalah orang-orang yang sabar. “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikt ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan bauh-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:”Inna lillahi wa inna ilaihi raajiun.” Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” QS 2:155-157.
Al-Qur’an juga menggambarkan bahwa hidup ini adalah perjalanan dari waktu ke waktu. Dan hakikatnya kita semua sedang berada dalam antrian perjalanan menuju kepada Allah swt. Bekal utama yang harus dimiliki agar selamat sampai pada-Nya adalah KESABARAN. Termasuk kesabaran ketika datang desakan nafsu. Artinya ketika nafsu mendesak kita untuk melakukan hal-hal yang dimurkai Allah, kita mampu melawnnya dan tetap memilih jalan yang diridhoi-Nya.
Kesabarab dan keimanan ibarat dua sisi dari sekeping mata uang. Karena kesabaran dalam menghadapi penderitaan hidup hanya dimiki oleh orang-orang yang tingkat keimanannya sudah mapan. Sebuah penderitaan akan memiliki makna berbeda manakala berhadapan dengan sebuah kesadaran bahwa hidup itu hakikatnya tidak selalu menyenagkan. Namun bahwa Allah senantiasa menciptakan keseimbangan untuk untuk alam semesta ini, adalah sebuah kenyataan tak terbantah. Ada siang ada malam. Ada laki-laki ada perempuan. Ada matahari dan ada rembulan. Demikian pula ada saat sedih dan ada saat gembira. Manusia diberi kebebasan penuh untuk memberi makna atas setiap peristiwa yang menghampiri hidupnya. Berarti bahagia atau tidak bahagia, tergantung dari sisi mana kita melihat hidup kit. Apakah dari sisi positif yang melahirkan sikap optimis, ataukah dari sisi negatif yang kemudian akan membuat kita pesimis dan lelah dalam menjalani hidup.
Contohnya ketika kita sedang sakit. Apakah situsi ini bermakna penderitaan ataukah justru dianggap sebuah kesempatan berharga untuk dapat beristirhat dari segala hiruk pikuk pekerjaan, tergantung dari sisi mana kita melihatnya. Semakin parah sakit seseorang berarti nilai ujiannyas semakin tinggi. Karena pada saat itulah akan terlihat makna apa yang diberikan atas situasi berat yang dihadapi. Kita punya pilihan. Apakah akan bersabar, yang akan melahirkan sikap optimis dan tegar sehingga mungkin saja Allah berkenan memberikan keajaiban untuk sembuh? Atau justru marah pada keadaan dan tenggelam dalam kesedihan berkepanjangan? Yang jelas Allah menyatakan dalam Al-Qur;an surat Ali-Imron: “Janganlah kamu bersikap lemah, dan jangan pula kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” QS 3:139
RAHMAT ALLAH
Rasulullah saw bersabda: “Tiada seorang mukmin ditimpa rasa sakit, kelelahn (kepayahna), diserang penyakit atau kesedihan (kesusahan) sampaipun duri yang menusuk (tubuhnya) kecuali dengan itu Allah akan menghapus dosa-dosanya.” HR. Al-Bukhori.
M dari hadist tersebut sangat jelas. Ternyata ketika kita sedang sakit, merupakan saat-saat sangat berharga dimana Allah swr sedang mencurahkan rahmat-Nya kepada kita untuk membersihkan diri dari segala dosa dan kesalahan. Lalu bagaiamana caranya agar kita dapat menerima kenyataan hidup seperti apapun dengan rasa syukur? Barangkali kita harus mencari cara agar pikiran kita tetap SADAR, sehingga tidak salah memberi makna pada situasi sulit yang sedang dihadapi. Karena kesadaran adalah energi yang dapat membuka mata pada banyak hal. Jika kesadaran kita hilang, maka kita akan kehilangan kesempatan besar untuk menerima Rahmat Allah tersebut. Kesadaran juga akan menuntun kita pada sebuah keyakinan bahwa sesungguhnya Allah tidak pernah membiarkan kita menderita sendirian. Dia pasti hadir untuk membimbing, menjaga dan menyelamatkan. Sebagaimana janji Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Baqoroh: “Apakah kamu mengira bahwa kamu masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Merek a ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan,erta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat” QS. 2:214
Perlu diingat bahwa Allah itu Maha Adil. Dia memberikan anugerah dan cobaan-Nya kepada siapapun tanpa pandang bulu. Tidak ada orang yang lebih menderita daripada orang lain. Kalau perasaan itu sampai ada, itu hanya prasangka yang muncul akibat dari miskinnya keyakinan kita kepada Allah yang Maha Rahman dan Maha Rahim. Kita juga tidak akan merasa menjadi orang paling malang kalau saja kita mau menoleh sejenak untuk melihat kehidupan orang lain. Karena lewat pengamatan dan pengalaman berinteraksi dengan sesama, dapat memberi kita wawasan pengalaman sekaligus pencerahan. Dengan memberi kesempatan pada diri kita untuk melihat dan peduli pada persoalan orang lain, akan membuat persoalan kita sendiri menjadi lebih ringan. Bahkan hal itu akan membuat keimanan kita tertempa berkembang menjadi kian matang. “Sekali-kali tidak akan menimpa kepada kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus tawakal.” QS. 9:51.
0 comments:
Post a Comment