Pembuat taman yang meriwayatkan bunga dan cerita zaman dahulu ini mengatakan, bahwa Zulaikha mempunyai sebuah taman yang demikian indahnya. Dikelilingi oleh tembok-tembok kediaman dan dilingkungi oleh semak-semak mawar merah yang harum semerbak. Cabang dan ranting dari pohon-pohonnya terjalin dalam pelukan hangat. Mawar bersandar santai di atas pelaminan daunnya, sedang di atasnya pohon palem yang tinggi dan bagus memayunginya. Di tempat santai itu, pujian keindahan jatuh pada pohon kurma, yang pastilah merupakan hiasan yang paling anggun di taman itu. Masing-masing dari mayangnya adalah suatu panenan halwa, bekal bagi jiwa yang letih dalam perjalanannya. Burung-burung di taman itu diberi makan layaknya bayi menyusui pada buah bersusu dari pohon-pohon ara.
Matahari di tengah hari bersinar cemerlang melalui celah hijau dedaunan, suatu paduan dari cahaya dan bayangan menutupi tanah, bagaikan suatu kekayaan berupa emas dan kesturi. Dibangkitkan oleh permainan cahaya itu, burung-burung beryanyi menyebarkan lagu-lagu merdunya di bawah lengkungan langit biru. Jutaan daun gemetaran yang digemakan angin, laksana ikan-ikan yang menggelepar di atas sungai. Keseluruhannya adalah halaman yang ditulis dengan keragaman, di mana jiwa dapat membaca rahasia karya Tuhan Yang Maha Suci dan Maha Hidup.
Di sinilah Zulaikha menemui Yusuf, ketika Yusuf berusaha untuk menyingkatkan percakapan mereka. Burung-burung di taman itu dapat mendengar nyanyian hati, taman yang indah memerlukan petaman yang gagah.
Di sana pula Zulaikha menemui seratus dara cantik berdada harum, masing-masing mereka merupakan mutiara suci kegadisan. kepada Yusuf ia berkata,
"Sekarang, karena engkau telah menginjak aku di bawah kakimu, aku memberi izin kepadamu untuk berbuat sesukamu dengan para bidadari ini. Karena tampaknya kesukaanku dilarang bagimu, maka dengan kekecewaanku yang sangat pahit ini, pilihlah siapa saja yang menyenangkanmu di antara para dara cantik ini, dan puaskanlah hasratku dengannya. Nikmatilah masa mudamu, karena inilah waktu kesenangan hawa nafsu."
Dan kepada para pelayannya ia memberi perintah,
"Wahai para dara berbibir manis, dengarkan aku! Aku berkenan agar kalian melayani Yusuf dengan hati dan jiwa. Kalau ia memberikan kepada kalian racun, minumlah, ke mana pun ia mungkin menyuruh kalian, segeralah melayang ke sana! Tanggunglah risiko nyawa kalian untuknya, taatilah setiap perintahnya. Tetapi, barangsiapa di antara kalian mendapatkan kesukaan darinya, haruslah segera mengatakannya kepadaku."
Demikianlah kepada piagam hawa nafsu ia memasang meterai penipuan. Segera setelah gadis-gadis itu berhasil menarik Yusuf, dan mereka sedang pada taraf akan tidur bersamanya, Zulaikha berniat untuk menyelinap diam-diam mengambil tempatnya. Dengan demikian ia akan menikmati secara rahasia buah dan pohon muda yang menawan itu, dan menarik kurma, kurma curian, di bawah pohon kurma yang mulia itu. Dengan meninggalkan hati dan jiwa pada si kekasih, ia kembali, hanya dengan tubuhnya, ke istana.
Adalah pecinta yang berbahagia yang atas perintah si kekasih, dapat mendamaikan dirinya pada keadaan terpisah. Karena bilamana si kekasih meminta untuk dibiarkan sendiri, si pecinta harus menanggung ujian perpisahan itu dengan sabar. Apabila si tercinta tidak bergairah untuk berkumpul, perpisahan seratus kali lebih manis dari persatuan.
***
Ketika malam telah tiba, dan ruang angkasa seperti pengantin muda yang jatuh cinta, dengan rambutnya yang hitam legam bertaburkan bunga, para gadis pelayan Zulaikha mengungkapkan diri mereka dalam segala kecerlangannya, dengan segala kata-kata dan isyarat rayuan. Mereka mengambil tempat di seputar Yusuf, dan masing-masing menggumamkan kepada Yusuf mantera sihirnya.
Dalam suara rayuan seorang berkata kepadanya, "Biarkanlah aku menyenangkanmu dengan madu yang paling manis, belah bibirku dan puaskan dirimu atas kemanisan yang dikandungnya."
Seorang gadis lain membuat isyarat menggoda seraya mengatakan, "Wahai pemuda yang kesempurnaannya tak pernah memudar, datang dan buatlah rumah dalam mataku yang terbuka lebar. Marilah, jadilah biji dan buah mataku."
Sambil menunjuk tubuhnya yang indah, berbaju sutra, gadis yang ketiga berkata kepadanya, "Semoga cemara ini berada dalam pelukanmu malam ini! Tanpa itu, bagaimana mungkin engkau mendapatkan kedamaian tidur di ranjang kesenanganmu?"
Seorang memuat jerat dengan rambutnya yang hitam dan harum seraya berkata dalam suara memohon, "Tak dapatkah engkau membuat pintu bagi saya untuk bersatu denganmu? Mohon jangan biarkan aku tergantung tak berdaya."
Seorang dari mereka melingkarkan rambutnya bagai selendang di seputar pinggangnya seraya berkata, "Aku inginkan engkau menjadikan tanganmu laksana sabuk di sekelilingku, karenamu maka hatiku berada di mulutku."
Demikian setiap dari makhluk menawan hati ini bergiliran berusaha merayunya, tetapi Yusuf telah memiliki dalam dirinya suatu taman segar yang indah, dan tidak lagi memerlukan gulma-gulma mana pun. Mereka semua penuh dengan tipuan yang licik dan jahat. Walaupun cantik bagai bidadari dalam pandangan mata, sesungguhnya mereka hanyalah pemuja berhala. Yusuf tidak mempunyai pikiran lain kecuali menuntun mereka ke jalan peribadatan yang sesungguhnya, demi melenyapkan semua keraguan mereka dan membimbing mereka kepada kebenaran yang tak terbantah.
"Wahai para dara cantik!" katanya, "Yang begitu manis dalam pandangan mata manusia! Janganlah menimpakan kehinaan pada jalan keburukan. Sebaiknya ikutilah jalan iman yang sebenarnya. Di balik dunia yang rendah ini ada Tuhan, pembimbing bagi orang-orang yang telah tersesat. Ia membentuk lempung kita dengan air belas kasihan. Di dalamnya Ia taburkan benih kebijaksanaan, di mana suatu tumbuhan dapat tumbuh di taman raja ini dan mencapai kesempurnaan, serta bangkit dengan bangga, hingga pada akhirnya mengandung buah ketaatan kepada-Nya. Hanya Dia yang patut disembah. Maka marilah kita menaati kewajiban suci ini. Tanpa-Nya, siapa pun kita, tidak akan berharga!"
Dengan demikian, dari awal malam hingga fajar, Yusuf berkhotbah kepada gadis-gadis yang tak peduli itu, dan menyadarkan mereka. Ia ajarkan kepada setiap orang dari mereka untuk mengikrarkan kalimat syahadat, dan ketika mereka mengakui Tuhan yang Esa, mereka semua merasakan manis madu di mulutnya.
Hari berikutnya, Zulaikha bergegas ke taman untuk mendapatkan Yusuf. Ia sedang dalam pikiran yang amat senang. Di sana ia lihat Yusuf berdiri di tengah kerumunan para murid, semuanya mendengarkan pelajaran dengan bergairah. Berhala-berhala telah dihancurkan seluruhnya. Sekarang semua jari sedang menggenggam butiran tasbih, semua lidah sedang memproklamasikan ke-Esan Tuhan.
"Wahai Yusuf," katanya, "Engkau yang dari kepala ke kaki adalah semua yang dihasratkan setiap hati, cahaya baru apakah yang bersinar di wajahmu? Dari manakah datangnya keindahan yang baru dan berbeda ini? Apakah yang terjadi malam tadi, hingga menambah keindahanmu dan engkau menjadi lebih tinggi lagi di atas yang paling indah? Pastilah hubungan dengan gadis-gadis yang memikat itu, cantik dan rona melati itu yang telah menggandakan daya pikatmu serta meningkatkan kesempurnaanmu ke puncak yang baru."
Ia mengatakan lebih jauh lagi dengan nada seperti itu, tetapi bibir Yusuf tetap tertutup rapat bagai kuncup mawar. Rona malu menyebar di wajahnya, sementara ia terus menundukkan kepala dan menyingkirkan matanya.
Zulaikha mengeluh pilu atas kedinginan Yusuf yang tak tergoyahkan, dan jiwanya meledak dengan kesusahan. Api putus asa telah memakan hatinya. Dengan meninggalkan orang yang untuknya ia hidup, ia pergi dan mengunci dirinya dalam penjara penderitaan.
***
Melihat ketidakpedulian Yusuf yang tanpa batas, pada suatu petang korban hawa nafsu itu memanggil inangnya. Setelah menyuruhnya duduk dan mencurahinya dengan segala pujian, akhirnya ia berkata kepada sang inang,
"Telah engkau lihat ke dalam keadaan bagaimana aku telah terperosok, sementara tak dapatkah engkau mendapatkan suatu cara bagiku untuk mencapai tujuanku? Berapa lama aku akan disiksa oleh perpisahan dari jiwa dunia itu? Melihat bahwa kekasihku masih seorang asing bagiku, apa yang telah aku peroleh dengan mendapatkannya di bawah atap yang sama? Apakah nilainya hubungan antara lempung dan air, apabila tidak dihidupkan oleh jiwa?"
"Wahai putri bidadari," jawabnya, "Tuhan telah menganugerahimu dengan kecantikan yang akan mencuri hati dan iman orang yang paling bijaksana sekalipun. Maka mengapakah engkau melemah dan kehilangan harapan? Dan busur alismu, bidik dan lepaskan anak panah kilat matamu. Burulah si penawan hati yang mempesona itu! Mula-mula engkau harus menariknya dengan membiarkannya melihat wajahmu, kemudian duduklah bersamanya. Buatlah pohon kurma itu goyah, dan dengan lembut bawalah dia ke dalam jalan kehalusan."
"Tetapi, ibu tercinta," sanggah Zulaikha, "Bagaimana aku dapat menjelaskan kepadamu tentang cara Yusuf memperlakukan diriku? Ia tak pernah memberikan kepadaku sekilas pandangan pun, maka bagaimana aku dapat menunjukkan kecantikanku padanya? Apabila aku ini bulan, ia tak akan memperhatikan keberadaanku. Sekiranya saja ia mau memberikan sekadar perhatiannya padaku, maka ia akan menyadari dalam keadaan bagaimana aku ini, dan kesedihanku akan mendapatkan tempat di hatinya."
Maka inangnya menjawab,
"Baru saja aku pikirkan suatu rencana untuk memulihkan kedamaian pikiranmu, tetapi untuk melaksanakannya memerlukan emas dan perak sebanyak muatan unta. Bangunlah sebuah istana yang cemerlang, dan setiap bagian darinya seorang seniman besar akan melukis gambar-gambarmu dan Yusuf yang bersatu dalam pelukan cinta. Kemudian, apabila Yusuf diundang untuk tinggal di sana, maka di mana-mana ia akan melihat gambarmu dan dia dalam pelukan. Pandangan atas kecantikanmu akan menggugah hasratnya, ia akan berusaha sepenuh hati dan jiwanya untuk memilikimu. Karena bilamana suatu kecenderungan digugah, engkau tahu ke mana ia pasti mengantarkan."
Demikian senangnya Zulaikha terhadap gagasan ini, sehingga ia menaruh seluruh kekayaannya kepada sang inang.
0 comments:
Post a Comment