Thursday, March 1, 2007

Berkomunikasi Dengan Allah



Selain menyerap dan meresonansi hati kita dengan energi positif dari Allah, shalat kita juga menghasilkan pancaran energi. Pancaran energi itu memiliki dua kegunaan. yang pertama, bersifat vertikal alias hablum minallah. Dan yang kedua bersifat horisontal alias hablum minannas.

Pancaran yang bersifat vertikal berfungsi untuk berkomunikasi dengan Allah. Pusaran energi itu berasal dari hati kita saat berkomunikasi dengan Allah. Jadi kita berkomunikasi dengan Allah secara energial. Bukan menggunakan panca indera ataupun mulut kita. Karena sudah bisa dipastikan bahwa panca indera kita ini tidak mampu digunakan untuk melihat Allah, atau untuk mendengarNya.

Hal ini pernah juga dialami oleh nabi Musa ketika beliau berada di Gunung Sinai. Pada waktu itu nabi Musa mengatakan kepada Allah, bahwa beliau ingin melihat Allah. Akan tetapi akhirnya pingsan, sebelum Allah menampakkan DiriNya.

QS. Al A'raaf (7) : 143
“Dan ketika Musa datang untuk (bermunajat kepada Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman kepadanya, berkatalah Musa : ya Tuhanku, nampakkanlah (DiriMu) kepadaku agar aku dapat melihatMu Tuhan berfirman : Kamu sama sekali tidak akan mampu melihatKu, tapi lihatlah bukit itu, jika ia tetap di tempatnya, maka kamu akan mampu melihatKu. Ketika Tuhan menampakkan Diri kepada gunung itu, maka hancurlah gunung itu, dan Musa pun pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata : Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepadaMu dan aku adalah orang yang pertama-tama. beriman. “

Eksistensi Allah sangatlah dahsyat, di luar kemampuan makhlukNya. Jangankan melihat Allah, melihat matahari ciptaan Allah saja mata kita pasti buta. Atau jangankan mendengar Allah, mendengar petasan meletus di dekat telinga kita saja, pendengaran kita jadi tuli. Jadi jangan pernah berharap kita bisa berkomunikasi dengan Allah melalui panca indera.Yang bisa kita lakukan adalah berkomunikasi dengan Allah lewat hati kita, secara energial. Dan begitulah, sekali lagi, mekanisme turunnya wahyu dari Allah kepada para rasuINya. QS. Asy Syuura (42) : 51
“Dan tidak ada bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata denganNya kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir, atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizinNya apa yang Dia kehendaki Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.”

QS. Asy Syu'araa (26)
“Dan sesungguhnya Al Qur'an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan Semesta Alam Dia dibawa turun oleh Ruhul Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang orang yang memberi peringatan.”

Dan ternyata, mekanisme wahyu ini bukan hanya digunakan kepada manusia, tetapi juga kepada malaikat (QS. 8:12), kepada lebah (QS. 16:68), dan kepada langit (QS. 41:12). Di sini kita semakin jelas, bahwa. wahyu dipahami oleh para Rasulullah tidak lewat panca indera. Demikian pula ketika disampaikan kepada malaikat, kepada lebah dan kepada langit, tidak melalui ‘panca indera’. Ada mekanisme lain untuk memahami wahyu. Kalau manusia, memahaminya dengan hati atau indera ke enamnya.

Maka, mekanisme inilah yang harus kita pahami agar kita bisa berkomunikasi dengan Allah. Kalau hati kita belum cukup tajam untuk melakukan komunikasi itu, harus dilatih. Bagaimana cara melatihnya? Lakukanlah banyak-banyak, berdzikir kepada Allah, membaca dan memahami Al Quran, merenungkan alam sekitar dalam kaitannya dengan Sang Pencipta.

Intinya, janganlah melakukan ibadah hanya ikut-ikutan saja, tetapi lakukanlah dengan sepenuh penghayatan dan pemahaman. Insya Allah, Dia akan memberikan kelembutan kepada hati kita, sehingga kita berkomunikasi dengan Allah sebagai para rasul juga berkomunikasi dengan Allah.

Selain pancaran energi yang bersifat vertikal, ketika shalat kita juga memancarkan energi secara horisontal. Energi ini akan meresonansi sekitar kita, manusia, binatang, tumbuhan, rumah dan seluruh lingkungan kita. Apakah dampaknya?

Lingkungan kita maupun orang yang dekat dengan kita akan ikut tentram dan damai. Maka Allah pun mengatakan kepada nabi Muhammad saw: “Tidak Aku utus engkau Muhammad, kecuali untuk menebar rahmat kepada semesta alam (QS. Al Anbiyaa : 10)

Artikel Bersangkutan

0 comments:

 
Indonesia dulu dikenal sebagai bangsa yang toleran dan penuh sikap tenggang rasa. Namun, kini penilaian tersebut tidak dapat diamini begitu saja, karena semakin besarnya keragu-raguan dalam hal ini. Kenyataan yang ada menunjukkan, hak-hak kaum minoritas tidak dipertahankan pemerintah, bahkan hingga terjadi proses salah paham yang sangat jauh.
free counters

Blog Archive

Seseorang yang mandiri adalah seseorang yang berhasil membangun nilai dirinya sedemikian sehingga mampu menempatkan perannya dalam alam kehidupan kemanusiaannya dengan penuh manfaat. Kemandirian seseorang dapat terukur misalnya dengan sejauh mana kehadiran dirinya memberikan manfaat kearah kesempurnaan dalam sistemnya yang lebih luas. Salam Kenal Dari Miztalie Buat Shobat Semua.
The Republic of Indonesian Blogger | Garuda di DadakuTopOfBlogs Internet Users Handbook, 2012, 2nd Ed. Avoid the scams while doing business online

Kolom blog tutorial Back Link PickMe Back Link review http://miztalie-poke.blogspot.com on alexa.comblog-indonesia.com

You need install flash player to listen us, click here to download
My Popularity (by popuri.us)

friends

Meta Tag Vs miztalie Poke | Template Ireng Manis © 2010 Free Template Ajah. Distribution by Automotive Cars. Supported by google and Mozila