Kita telah memperoleh bukti yang meyakinkan bahwa kondisi kejiwaan seseorang ternyata bisa diukur. Khususnya tingkat kekhusyukan dzikir. Dalam hal ini, kita menggunakan video aura.
Lantas apa yang harus kita lakukan sehingga aura kita bisa mencapai warna-warna cerah atau bahkan putih, yang menggambarkan kekhusyukan tersebut. Apa langkah praktisnya?
ltulah yang akan kita diskusikan pada bagian ini. Bagaimana kita bisa mengontrol hati agar tercapai warna aura yang tinggi. Untuk itu, terlebih dahulu kita harus mengetahui apakah sebenarnya aura. Darimana munculnya. Benarkah ia mewakili kondisi kejiwaan kita?
Sekitar 2 tahun terakhir ini saya begitu tertarik untuk memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan aura. Sehingga akhirnya saya memutuskan untuk membeli peralatan itu, setelah meyakini manfaatnya.
Alat ini sebenarnya ditemukan oleh seorang ilmuwan berkebangsaan Rusia pada tahun 1930an. Profesor Semyon Kirlian, menemukamya tanpa sengaja, ketika memperbaiki sebuah mesin bertegangan tinggi. Tiba-tiba tangannya berpendar mengeluarkan cahaya aura, akibat terimbas oleh arus elektron di mesin tersebut. Keanehan itu pun diabadikanya dengan cara memotret tangan yang berpendar itu.
Maka pada tahun 1939, Kirlian dan istrinya membuat alat fotografi bertegangan tinggi yang dikenal sebagai Foto Kirlian. Alat itu digunakan untuk melihat medan energi yang terpancar dari tangan dan kaki manusia, dan bisa memberikan berbagai informasi tentang aktifitas kejiwaan dan kesehatan orang yang bersangkutan.
Penemuan tersebut menyulut penelitian lebih lanjut. Sekitar tahun 80-an, sejumlah ahli riset menemukan teknologi baru yang dikenal sebagai Fotografi Aura. Teknologi ini menggunakan sensor biofeedback pada kedua tangan dan mengirimnya ke kamera, yang kemudian mencetaknya dalam bentuk foto polaroid. Maka, kita pun dapat melihat aura kita sendiri secara statis yang tercetak dalam lembaran foto.
Perkembangan berikutnya semakin maju. karena dipadukan dengan teknologi komputer yang semakin canggih. Maka, sejak tahun 1998 muncul peralatan fotografi aura yang lebih canggih yang disebut Computerized Multimedia Biofeedback System. Peratatan itu ditemukan oleh seorang periset Jerman bernama Fisslinger. Alat inilah yang sekarang saya pakai di laboratorium PADMA AURA. Dan menjadi fasilitas utama dalam Pelatihan untuk meningkatkan kekhusyukan ibadah.
Dengan menggunakan sistem komputer ini, kita dapat melihat secara langsung dan dinamis aura seseorang pada layar monitor. Dan kemudian kita bisa merekamnya secara video.
Yang menarik dari peralatan ini adalah kemampuamya untuk menangkap frekuensi tinggi yang dipancarkan oleh tubuh manusia. Dan ternyata frekuensi tinggi itu muncul seiring dengan gejolak emosi seseorang. Jika emosi tinggi, badan akan terimbas oleh gelombang berfrekuensi kasar. Sebaliknya, jika sedang emosi rendah akan muncul gelombang berfrekuensi tinggi.
Darimana frekuensi itu muncul? Ternyata dari gejolak jiwa yang merembet ke seluruh organ tubuh, jaringan sel, sampai kepada atom-atom penyusun tubuh yang mengandung miliaran bioelektron.
Bahwa tubuh manusia ini mengandung sistem kelistrikan. Mulai dari mekanisme otak, jantung, ginjal, paru, sistem pencernaan, sistem hormonal, otot-otot dan berbagai jaringan lainnya. Semuanya bekerja berdasar sistem kelistrikan. Karena itu kita bisa mengukur tegangan listrik di bagian tubuh mana pun yang kita mau. Semuanya ada tegangan listriknya. Bahkan setiap sel di tubuh kita memiliki tegangan antara -90 mvolt pada saat rileks sampai 40 mvott pada saat beraktifitas.
Maka, tubuh kita boleh disebut sebagai sistem elektromagnetik. Sebab, kelistrikan sangat erat kaitannya dengan kemagnetan. Otak kita memiliki medan kemagnetan. Sebagaimana jantung ataupun bagian-bagian lain di tubuh kita.
Pancaran elektromagnetik itu berubah-ubah sesuai kondisi tubuh yang dipengaruhi oleh emosi. Sebagai contoh, orang yang sedang marah. Getaran kemarahan itu awatnya muncul secara abstrak dari jiwa. Akan tetapi begitu marah itu muncul, tubuh kita akan ikut bergetar.
Jantung akan berdegup lebih kencang dari pada biasanya. Jika kemarahan meningkat, maka getaran jantung juga akan meningkat. Dan kemudian merembet ke organ lainnya. Nafas kita tiba-tiba ikut ngos-ngosan. Muka menjadi merah. Telinga panas. Mata melotot. Dan tangan pun ikut gemetaran.
Getaran kemarahan yang semula abstrak itu telah menjadi getaran yang bersifat fisik. Dan lantas menghasilkan gelombang kasar dengan frekuensi rendah. Inilah yang terukur oleh sensor aura. Muncul sebagai gelombang warna merah.
Sebaliknya, orang yang sabar dan khusyuk. la akan berada dalam kondisi kejiwaan tenang dan tenteram. Jiwanya tidak bergejolak. Jantungnya berdenyut lembut. Nafasnya normal. Dan seluruh kondisi tubuhnya dalam keadaan yang seimbang. Maka, sistem energial tubuhnya memancarkan gelombang lembut dengan frekuensi tinggi. Terpancarlah aura ungu.
Dan puncaknya, ketika frekuensi tinggi itu mencapai harmonisasi. Seluruh badannya dalam keadaan seimbang, homeostasis, maka yang terpancar adalah aura berwarna putih.
Secara lebih teknis, konsep aura ini banyak dipelajari oleh pelaku-pelaku meditasi. Sistem kelistrikan dan energi tubuh itu dibagi menjadi generator-generator energi yang disebut sebagai cakra. Ada sekitar 365 cakra yang dikenal oleh kalangan meditasi. Tetapi hanya ada 7 cakra utama yang banyak dipelajari, dan terletak di sepanjang ubun-ubun turun ke arah tulang belakang, sampai ke tulang ekor.
Ke tujuh cakra utama itu dikenal sebagai Cakra Mahkota, letaknya di ubun-ubun, Cakra Tenggorok di leher, Cakra Jantung di sekitar jantung, Cakra Solar Pleksus ada di atas pusar, Cakra Seks ada di bawah pusar, dan Cakra Dasar di tulang ekor.
Cakra ini dipersepsi sebagai wilayah tubuh yang menjadi pusat pembangkitan energi. lni memang konsep Kedokteran Timur. Sebagaimana Tusuk Jarum. Bahwa titik-titik tertentu di dalam tubuh manusia memiliki kemampuan menghasilkan energi atau terkait dengan sistem energial secara holistik. Dan secara ilmiah, memang telah bisa dibuktikan adanya tegangan listrik antar titik-titik akupuntur dengan organ-organ tertentu di dalam tubuh manusia. Demikian pula dengan cakra.
Ke tujuh cakra utama itu secara empirik telah dibuktikan fungsi dan pengaruhnya. Meskipun masih perlu diteliti terus secara lebih mendalam. Di antaranya, cakra dasar adalah cakra yang disebut-sebut sangat berpengaruh pada munculnya warna merah pada aura seseorang.
Padahal sebagaimana kita ketahui, warna merah adalah warna yang menunjukkan sifat-sifat emosional, jiwa yang tertekan, ketergesa-gesaan, perhatian pada dunia fisik secara berlebihan, dan keberanian mengambil resiko. Maka berarti cakra dasar adalah cakra yang bertanggung jawab terhadap munculnya sifat-sifat tersebut.
Cakra kedua adalah cakra Seks. Cakra ini dikenal sebagai pusat munculnya warna jingga alias oranye. Disinilah pusat kreatifitas fisik. Warna jingga yang dominan menunjukkan sifat ketertarikan pada penampilan diri secara fisik. Baik diri sendiri maupun orang lain.
Orang yang memiliki warna jingga suka berdandan dan menjadi pusat perhatian. Ia senang bergaul dan bersifat hedonistik alias suka bersenang-senang.
Cakra ketiga disebut Cakra Solar pleksus, letaknya di atas pusar. Ia adalah pusat energi yang bertanggungjawab terhadap munculnya warna kuning. Warna ini menunjukkan sifat-sifat egoistik dan ambisi.
Orang yang memiliki warna kuning memiliki ambisi dan cita-cita kuat untuk menjadi penguasa. Energik dan cerdik. Tapi warna ini juga berkait erat dengan tingkat stress yang tinggi.
Cakra ke empat adalah Cakra Jantung, bertanggungjawab terhadap munculnya warna hijau. Di sini muncul getaran-getaran halus yang berkait dengan sifat-sifat lemah lembut. Rasa empati dan kasih sayang, muncul dari generator energi di sini.
Cakra ke lima adalah Cakra Tenggorokan. lnilah cakra penghasil warna biru. Jika cakra ini aktif, maka tubuh kita akan didominasi warna biru. Warna ini erat kaitannya dengan keilmuan dan rasionatitas. Perlumbuhan dan progresifitas. Keinginan mencari realitas hakikat. Makna hidup.
Cakra ke enam berada di kening. Sering disebut sebagai Cakra Mata Ketiga. Generator energi ini menghasilkan warna nila. Ia menggambarkan munculnya intuisi dan spiritualitas pada pemilik aura tersebut. Ia semakin tertarik kepada realitas-realitas di 'dunia dalam'. Inner cosmos. Hal-hal gaib.
Cakra ke tujuh berada di ubun-ubun, menghasilkan warna ungu. Warna ini menunjukkan intensitas spiritualitas yang tinggi. Perhatiamya kepada hal-hal yang bersifat duniawi sangat rendah. Ia lebih tertarik kepada meditasi, tafakur, berdzikir, menyendiri, mencari hubungan dengan Tuhan, dan hal-hal yang bersifat spiritual.
Warna ini sering juga muncul pada para seniman yang sedang asyik menuangkan karya-karyanya. Atau pada para ilmuwan yang sedang asyik meneliti rahasia alam. Membuka tabir keilmuan semesta.
Ketika membaca berbagai literatur tentang aura, saya sempat membandingkan dengan ilmu kedokteran Barat. Terutama yang berkaitan dengan sistem saraf dan sistem endokrin alias sistem hormonal. Saya melihat ada korelasinya. Meskipun masih perlu terus diperdalam.
Posisi ke tujuh cakra itu ternyata terkait erat dengan beberapa kelenjar hormonal yang ada di tubuh. Sebagai contoh, Cakra Mahkota. Di sekitar cakra ini ternyata ada Kelenjar Pineal yang berfungsi mengatur kondisi sadar dan tidaknya seseorang.
Kelenjar ini menghasilkan hormon yang disebut melatonin. Jika hormon ini ditepaskan ke seluruh tubuh, maka orang tersebut akan mengalami rasa tenang, kemudian mengantuk dan akhirnya tertidur.
Saya jadi teringat dengan suatu ayat yang menyinggung tentang fungsi jiwa. Ayat itu memberikan gambaran bahwa Allah-lah yang mengendalikan jiwa seseorang ketika mati atau tidurnya. Saya sangat 'mencurigai', letak jiwa itu ada di balik otak.
Yang menjadi point saya pada kesempatan kali ini adalah, bahwa Cakra Mahkota yang bertanggung jawab atas munculnya mekanisme spiritual itu ternyata sesuai dengan fungsi Kelenjar pineal yang menghasilkan hormon pengatur ketenangan, yaitu melatonin. Coba cermati ayat-ayat berikut ini.
QS. Az Zumar (39) : 42
Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiamya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.
QS. Al Anfaal (8) : 11
(Ingatlah ), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penentraman daripadaNya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan don untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengamya telapak kaki (mu).
QS. Ar Ra'd (13) : 28
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.
Ketiga ayat tersebut memberikan gambaran yang saling melengkapi. Di ayat pertama, Allah mengatakan, Dialah yang menahan jiwa seseorang di waktu tidurnya. Hal ini erat kaitanya dengan penjelasan saya tentang posisi jiwa yang berada di balik otak
Ayat kedua, menjelaskan bahwa orang yang sedang mengantuk dan berproses menuju kondisi tertidur, dia akan mengalami situasi tenteram. Inilah yang saya jelaskan di bagian sebelum ini, bahwa orang tersebut memasuki wilayah gelombang Alfa. Frekuensi otaknya bergetar antara 8-13 Hz. Dalam kondisi ini, perhatian ke dunia luar akan menurun. Cenderung memasuki dunia di dalam dirinya sendiri. Inner cosmos. Kalau diukur lewat aura, dia akan memancarkan warna ungu.
Dan pada ayat ke tiga, Allah menjelaskan bahwa orang-orang yang berdzikir hatinya akan menuju pada ketenteraman. Dan kalau diukur dengan kamera aura pun, akan memancarkan warna ungu. Meskipun, kalau dzikir itu diteruskan, akan menghasilkan warna putih.
Jadi kita melihat korelasi yang jelas di sini. Bahwa orang yang berdzikir akan menghasilkan ketenteraman karena dzikirnya itu menstimulasi kelenjar pineal. Hasilnya, adalah terlepasnya hormon melatonin yang memunculkan ketenteraman pada orang tersebut. Inilah agaknya alasannya, kenapa Cakra mahkota disebut sebagai Cakra spiritual. Cakra Ketuhanan.
Mekanisme ini juga terjadi pada orang-orang yang bermeditasi. Orang-orang yang berdo'a. Dan orang-orang yang shalat. Akan tetapi, khusus orang yang dzikirnya khusyuk hanya kepada Allah SWT ternyata warna ungu itu masih bergerak lebih tinggi menuju warna putih.
Ini menunjukkan mulai terjadinya keselarasan dalam jiwa orang itu. Seluruh generator energi di dalam tubuhnya bergetar seirama dalam keharmonisan. Sebab dia hanya berkomunikasi dengan Allah yang Tunggal saja. Tidak kemana-mana...
Cakra yang lain, misalnya yang berada di atas pusar. Yaitu Cakra Solar Pleksus. Cakra ini dipersepsi sebagai cakra yang bertanggung jawab terhadap munculnya warna kuning. Orangnya energik dan ambisius...
Secara medic, di wilayah ini ada dua kelenjar endokrin, yaitu Adrenal dan Pankreas. Kelenjar Adrenal melepaskan hormon adrenalin atau epinefrin, sedangkan Pankreas mengeluarkan insulin.
Kedua hormon ini memang sangat terkait dengan energi dan ambisi. Insulin adalah pemasok energi, karena dia mengendalikan kadar gula di dalam darah. Gula adalah bahan baku energi di dalam tubuh kita. Sedangkan, adrenal mengeluarkan hormon adrenalin yang terkait dengan pengaturan daya tahan tubuh, dan mekanisme stress.
Seseorang yang mengalami nervous atau stress, bakal memicu keluarnya epinefrin dari kelenjar ini. Sehingga, orang itu akan gemetaran, keluar keringat dingin, bahkan sampai terkencing-kencing. Atau, sebaliknya, dia bisa menjadi marah dan tidak terkontrol perilakunya...
Cakra Seks ternyata juga terkait dengan fungsi kelenjar reproduksi. Karena itu, jika cakra seks ini aktif, orang itu akan memiliki sifat-sifat yang berkaitan dengan keindahan fisik. Ketertarikan antar lawan jenis. Pesolek. Ingin jadi pusat perhatian. Dan suka bersenang-senang.
Jadi, sangat menarik untuk mengkaji aura. Karena ternyata, disini bisa dipertemukan berbagai macam analisa yang berasal dari berbagai disiplin ilmu. Ini menggambarkan betapa canggihnya sistem yang ada di dalam tubuh manusia. Dari mana pun kita mempelajari, kita akan kembali ke muara yang sama. Karena yang menciptakamya memang hanya DIA, 'Sosok Tunggal' : Allah Azza wajalla...
Maka, kini kita telah memperoleh pemahaman holistik tentang Aura. Sebuah pancaran energi yang keluar dari dalam diri manusia, yang bersumber dari getaran jiwanya.
Aura ini bisa menjadi tolak ukur bagi kualitas jiwa seseorang. Intinya adalah semakin kasar gelombangnya akan menghasilkan frekuensi rendah dan menghasilkan warna merah. Sebaliknya, semakin lembut gelombangnya akan menghasilkan frekuensi tinggi, bergeser ke warna ungu.
Jika seluruh warna itu bisa ditundukkan, diselaraskan dan diharmoniskan, maka kita akan bisa memancarkan warna putih. Gabungan dari seluruh warna pelangi aura itu...
0 comments:
Post a Comment