Seseorang yang telah memiliki banyak pengalaman, dan sudah makan asam garam kehidupan bakal berusaha memahami realitas kehidupan ini dengan melakukan eksplorasi lebih jauh, daripada sekadar bertumpu pada panca indera. Mereka akan mengambil pelajaran dari pengalaman orang-orang lain. Bahkan, akan menyimpulkan dari berbagai penelitian yang berkait dengan masalah tersebut.
Khasanah pengalaman manusia dalam menghadapi persoalan hidupnya itulah yang kemudian disebut sebagai ilmu pengetahuan. Ia dikembangkan berdasarkan rasionalitas persoalan yang berkembang dengan kebutuhan kehidupan manusia.
Maka, orang yang telah menggunakan berbagai khasanah keilmuan untuk memahami realitas hidupnya, ia telah mencapai kesadaran tingkat kedua yaitu Kesadaran Rasional alias Kesadaran Ilmiah.
Dia tidak lagi bergantung sepenuhnya kepada hasil pengamatan panca inderanya. Melainkan membandingkan dengan hasil-hasil pengamatan yang lain, Misalnya melalui alat-alat bantu yang lebih canggih. Atau analisa-analisa matematis dan perhitungan keilmuan lainnya. Dia, karenanya lantas mendapatkan kesimpulan yang lebih 'valid' dan lebih mendekati kenyataan dibandingkan sekadar menggunakan panca indera.
Sebagai contoh. Kalau kita menggunakan mata untuk mengamati sebatang logam, maka kita akan mengatakan bahwa logam itu adalah benda padat yang tidak berlubang-lubang, tidak tembus penglihatan. Akan tetapi jika kita menggunakan sinar x atau mikroskop elektron untuk 'melihat' sepotong logam itu, kita bakal melihat sesuatu yang berbeda, bahwa logam tersebut bukanlah benda yang 'terlalu padat'. la benda yang berpori-pori dan ‘keropos’.
Contoh lainnya, kita tidak bisa melihat janin di dalam rahim seorang wanita, dengan mata telanjang. Tapi, kini kita bisa 'melihatnya' dengan menggunakan alat bantu, USG. Kefahamannya tentang pekembangan janin di dalam rahim menjadi jauh lebih baik ketimbang hanya sekadar menggunakan mata telanjang. Atau menggunakan teropong suara yang ditempelkan ke perut ibu yang sedang hamil, seperti dilakukan para bidan zaman dulu.
Atau, ketika dia berusaha memahami tentang langit. Tentu saja, pemahamannya akan menjadi jauh lebih baik dan maju ketika dia belajar ilmu astronomi yang menggunakan banyak alat bantu berupa rumus matematis maupun teleskop, dibandingkan dengan hanya menggunakan mata untuk memahami bintang-bintang dan benda langit yang berjumlah triliunan.
Pendek kata, dengan menggunakan pendekatan ilmiah dan rasional dia akan memperoleh pemahaman yang lebih utuh tentang alam semesta dan lingkungan hidupnya. Tiba-tiba ia menyadari betapa canggih dan hebatnya alam semesta tempat dia hidup. Dia telah memperoleh 'Kesadaran Rasional dan Ilmiah' terhadap realitas yang terhampar di sekitarnya.
Pada tingkat kesadaran rasional ini, seseorang tiba-tiba bisa 'melihat' lebih besar dan luas dari apa yang dilihat oleh matanya. Ia bisa 'mendengar' lebih tajam dibandingkan dengan pendengaran telinganya. la bisa ‘mencium’ lebih peka daripada penciuman hidungnya. Dan bisa merasakan lebih halus daripada kehalusan indera pengecap dan perabanya.
Ya, tiba-tiba saja, ia melihat dunia ini berbeda. Bukan hanya seperti yang dia amati selama ini. Banyak hal yang tadinya tidak terdeteksi kini bermunculan. Ia telah bisa 'melihat mendengar mencium dan sekaligus merasakan' Dunia, dengan menggunakan ‘akal’nya.
Inilah yang digambarkan oleh Allah dalam berbagai ayatnya, yang menceritakan hamba-hamba yang memiliki ilmu pengetahuan mendalam.
QS. Al Ankabuut (29) : 43
Dan Perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.
QS. Ali Imran (3) : 190 - 191
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
QS. Ar Ra'd (13) : 19
Adakah orang Yang mengetahui bahwasannya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar, sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran,
QS. Al Ankabuut (29) : 35
Dan sesungguhnya Kami tinggalkan daripadanya satu tanda yang nyata bagi orang-orang yang berakal.
QS. Ali Imran (3) : 7
Dia-lah Yang menurunkan Al Kitab (Al-Qur’an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al-Qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang Yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami. " Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.
QS. Ankabuut (29) : 49
Sebenarnya, Al-Qur’an itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat- ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim.
Khasanah pengalaman manusia dalam menghadapi persoalan hidupnya itulah yang kemudian disebut sebagai ilmu pengetahuan. Ia dikembangkan berdasarkan rasionalitas persoalan yang berkembang dengan kebutuhan kehidupan manusia.
Maka, orang yang telah menggunakan berbagai khasanah keilmuan untuk memahami realitas hidupnya, ia telah mencapai kesadaran tingkat kedua yaitu Kesadaran Rasional alias Kesadaran Ilmiah.
Dia tidak lagi bergantung sepenuhnya kepada hasil pengamatan panca inderanya. Melainkan membandingkan dengan hasil-hasil pengamatan yang lain, Misalnya melalui alat-alat bantu yang lebih canggih. Atau analisa-analisa matematis dan perhitungan keilmuan lainnya. Dia, karenanya lantas mendapatkan kesimpulan yang lebih 'valid' dan lebih mendekati kenyataan dibandingkan sekadar menggunakan panca indera.
Sebagai contoh. Kalau kita menggunakan mata untuk mengamati sebatang logam, maka kita akan mengatakan bahwa logam itu adalah benda padat yang tidak berlubang-lubang, tidak tembus penglihatan. Akan tetapi jika kita menggunakan sinar x atau mikroskop elektron untuk 'melihat' sepotong logam itu, kita bakal melihat sesuatu yang berbeda, bahwa logam tersebut bukanlah benda yang 'terlalu padat'. la benda yang berpori-pori dan ‘keropos’.
Contoh lainnya, kita tidak bisa melihat janin di dalam rahim seorang wanita, dengan mata telanjang. Tapi, kini kita bisa 'melihatnya' dengan menggunakan alat bantu, USG. Kefahamannya tentang pekembangan janin di dalam rahim menjadi jauh lebih baik ketimbang hanya sekadar menggunakan mata telanjang. Atau menggunakan teropong suara yang ditempelkan ke perut ibu yang sedang hamil, seperti dilakukan para bidan zaman dulu.
Atau, ketika dia berusaha memahami tentang langit. Tentu saja, pemahamannya akan menjadi jauh lebih baik dan maju ketika dia belajar ilmu astronomi yang menggunakan banyak alat bantu berupa rumus matematis maupun teleskop, dibandingkan dengan hanya menggunakan mata untuk memahami bintang-bintang dan benda langit yang berjumlah triliunan.
Pendek kata, dengan menggunakan pendekatan ilmiah dan rasional dia akan memperoleh pemahaman yang lebih utuh tentang alam semesta dan lingkungan hidupnya. Tiba-tiba ia menyadari betapa canggih dan hebatnya alam semesta tempat dia hidup. Dia telah memperoleh 'Kesadaran Rasional dan Ilmiah' terhadap realitas yang terhampar di sekitarnya.
Pada tingkat kesadaran rasional ini, seseorang tiba-tiba bisa 'melihat' lebih besar dan luas dari apa yang dilihat oleh matanya. Ia bisa 'mendengar' lebih tajam dibandingkan dengan pendengaran telinganya. la bisa ‘mencium’ lebih peka daripada penciuman hidungnya. Dan bisa merasakan lebih halus daripada kehalusan indera pengecap dan perabanya.
Ya, tiba-tiba saja, ia melihat dunia ini berbeda. Bukan hanya seperti yang dia amati selama ini. Banyak hal yang tadinya tidak terdeteksi kini bermunculan. Ia telah bisa 'melihat mendengar mencium dan sekaligus merasakan' Dunia, dengan menggunakan ‘akal’nya.
Inilah yang digambarkan oleh Allah dalam berbagai ayatnya, yang menceritakan hamba-hamba yang memiliki ilmu pengetahuan mendalam.
QS. Al Ankabuut (29) : 43
Dan Perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.
QS. Ali Imran (3) : 190 - 191
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
QS. Ar Ra'd (13) : 19
Adakah orang Yang mengetahui bahwasannya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar, sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran,
QS. Al Ankabuut (29) : 35
Dan sesungguhnya Kami tinggalkan daripadanya satu tanda yang nyata bagi orang-orang yang berakal.
QS. Ali Imran (3) : 7
Dia-lah Yang menurunkan Al Kitab (Al-Qur’an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al-Qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang Yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami. " Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.
QS. Ankabuut (29) : 49
Sebenarnya, Al-Qur’an itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat- ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim.
0 comments:
Post a Comment