Pendekatan diri seorang hamba kepada Tuhannya, adalah sebuah proses tanpa henti menuju 'Kualitas Tak Berhingga'. Sebagaimana difirmankan Allah di dalam ayatNya, mereka memiliki tingkatan tingkatan kualitas di sisi Allah
QS. Al Imron (3) : 163
(Kedudukan) mereka itu bertingkat-tingkat di sisi Allah, dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.
Seperti kita ketahui, bahwa tingkat tertinggi adalah berserah diri. Muslimun. Berserah diri artinya, ego kita sudah lenyap, dan seluruh perbuatan kita hanya karena Allah semata. Kita menyerahkan seluruh orientasi dan hasil perbuatan kita hanya kepada Allah.
Agar bisa berserah diri seperti itu, tentu kita melakukannya dengan ikhlas. Orang yang tidak ikhlas, tidak akan pernah bisa berserah diri. Pasti ia punya pamrih. Dan pamrih itu adalah lambang dari ego yang masih menonjol. Orang yang ikhlas, menjalani segala sesuatu tanpa pamrih. Bukan tanpa tujuan, tapi tanpa pamrih yang berorientasi pada kepentingannya sendiri. Ia melakukan segala sesuatu untuk kepentingan 'selain dirinya'.
Untuk bisa ikhlas seperti itu, tidaklah gampang. Seringkali kita tergoda, lho kalau kita tidak berorientasi pada diri kita sendiri tantas berorientasi kepada siapa. Dan siapa yang bakal mengurusi diri kita?
Di sinilah justru, kuncinya, Bahwa berorientasi kepada diri sendiri justru adalah tingkat paling rendah dalam perjalanan kualitas diri. Yang lebih tinggi adalah berorientasi pada orang lain. Dan yang paling tinggi adalah betorientasi kepada Allah saja.
Lebih jauh, seseorang bakal ikhlas menjalani suatu pekerjaan kalau dia mencintai hal itu. jika terpaksa, bisa dipastikan dia tidak ikhlas. Dengan kata lain, sebenarnya dia memiliki agenda dan tujuan lain yang berbeda. Tapi, terpaksa melakukan hal itu. Mencintai, menjadi kata kunci yang lain atas keberhasilan kita mencapai tingkat tertinggi: 'berserah diri'. Mencintai menjadi inti sifat alias ruh dari perbuatan-perbuatan kita.
Namun, mencintai tidak bisa dipaksa-paksa. Kecintaan bakal muncul dari aktivitas yang berulang-ulang, penuh penghayatan. Karena diamalkan dengan penuh ketekunan.
Cinta tidak muncul dari interaksi sepintas. Bisa saja orang mengatakan 'cinta' pada pandangan pertama. Tetapi, sebenarnya itu baru tahap 'tertarik' saja. Belum cinta. Cinta bakal terjadi setelah terjadi interaksi berulang-ulang. Penuh ketekunan. Penuh penghayatan.
Akan tetapi, interaksi berulang-ulang dengan penuh ketekunan bakal terjadi, jika kita memahami serta menghayati. Dan, tidak akan terjadi jika kita tidak berusaha mengenali dan mempelajarinya.
Jadi, awal dari semua itu adalah proses mengenal dan mempelajari. Dari belajar anda jadi paham. Karena paham, lantas bisa menjalankan dengan ketekunan. Dan muncullah cinta.
Kecintaan menghasilkan keikhlasan. Dan akhirnya, keikhlasan itulah yang menjadi landasan untuk berserah diri kepada Allah, Dzat Yang Maha Sempurna, Maha menyayangi...
Dalam kalimat yang ringkas, jika Anda tidak mengenali, maka Anda tidak akan menyayangi. Tapi proses antara mengenal dan menyayangi, kemudian berserah diri secara total itu adalah sebuah jalan panjang yang tiada bertepi. Yang ujung-ujungnya akan berakhir di Dzat Maha Agung, Ilahi Rabbi...
Nah, proses antara 'mengenal' sampai 'berserah diri' itulah yang diajarkan di dalam Al Qur’an lewat rasulNya, Muhammad saw. Bahkan, juga dicontohkan dan diteladankan oleh beliau.
Proses dari mengenal sampai berserah diri itu seringkali saya contohkan sebagai ketertarikan seseorang kepada lawan jenisnya. Katakanlah Anda seorang lelaki, melihat ada gadis cantik tinggal tak jauh dari rumah Anda.
Ketertarikan Anda itu menjadi tidak bermakna kalau Anda tidak menindak lanjuti. Tidak akan terjadi interaksi apa pun. Kalau Anda ingin membangun kedekatan dengannya, langkah pertama yang harus Anda lakukan adalah mencari informasi selengkap-lengkapnya tentang gadis tersebut. Untuk apa? Agar Anda mengenal latar belakang dan mengetahui layak tidaknya ia menjadi gadis Anda.
Setelah Anda merasa cocok dengan berbagai informasi itu, dan merasa layak, maka Anda akan melangkah ke tahap berikutnya: perkenalan. Tentu Anda akan membangun strategi, agar perkenalan itu menjadi momentum yang sangat mengesankan. Dan bakal berlanjut ke jenjang berikutnya.
Perkenalan yang paling mengesankan adalah ketika Anda berkesempatan untuk 'berhadapan sendiri' dengan si gadis. Dengan berbekal informasi awal yang Anda miliki, perkenalan itu akan berjalan lancar dan tidak salah arah.
Meskipun, tentu saja, kesan yang Anda terima lewat informasi awal akan berbeda dengan kenyataan yang Anda alami sendiri. Melihat dan merasakan sendiri, tentu sangat berbeda dengan sekadar mendengar dari orang lain. Melibatkan ‘rasa’ yang sulit diceritakan dengan kata-kata.
Setelah kenal, Anda jadi ingin berdekatan terus. Ingin bertemu terus. Ingin sering bercengkerama. Ingin selalu curhat dan berbagi rasa. Itulah saat-saat Anda sedang jatuh cinta.
Dan ketika cinta sudah merasuki jiwa, maka apa pun yang diingini oleh sang gadis, Anda tak akan mampu menolaknya. Anda ikhlaskan semua yang Anda miliki. Bahkan, sampai jiwa dan raga sekalipun.
Setelah itu, yang ada hanyalah kenikmatan bersatunya jiwa dan raga dengan pasangan Anda. Saat-saat paling indah dalam mahligai perkawinan yang sejati. Hidup semati bersama sang belahan hati.
Begitulah 'cerita cinta' bersatunya sepasang anak manusia. Dan begitu pula 'cerita cinta' yang terjadi pada seorang hamba dengan Tuhannya.
Ketika cinta telah merasuki jiwa, maka yang ada hanyalah keindahan dan kenikmatan tiada tara. Apalagi, ketika cinta itu menghantarkannya melebur ke dalam 'Kualitas Ketuhanan' yang didamba-dambakannya. Sebagaimana Allah gambarkan dalam nukilan ayat-ayat di bawah ini.
QS. Al Baqarah (2) : 165
"Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.. . "
Cinta menjadi rahasia dan misteri yang luar biasa dalam kehidupan manusia. Cinta bisa merubah segalanya menjadi lebih baik. Cinta menjadi 'bahan bakar' yang tiada habisnya untuk mencapai suatu tujuan mulia. Semakin membara cinta kita, semakin besar kobaran energi yang mendorong kita untuk mencapainya.
Maka, ketika seorang anak manusia mencintai Allah, ia telah memperoleh bahan bakar yang luar biasa besar untuk membangun 'Mahligai Cintanya'. Tempat meleburkan dirinya dengan DiriNya. Sebuah mahligai yang penuh dengan keindahan tiada tara.
Cinta bukan lagi urusan fisik. Ia adalah urusan jiwa. Fisik hanya sekadar media. Maka, jangan heran, ketika seseorang sedang terbakar cinta, ia tidak lagi terpengaruh oleh fisiknya. Fisik boleh sakit, tapi keindahan cinta tetap menguasainya. Fisik, boleh terluka, tapi keindahan cinta tak pernah meninggalkannya. Fisik pun boleh hancur lebur tak berbentuk, tapi cinta tetap saja menorehkan kebahagiaan dan keindahan abadinya. Begitulah gambaran orang beriman yang telah terbakar cinta kepada Allah, Sang Kekasihnya...
QS. Hujurat (49) : 7
“... tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu. .. “
Potongan ayat di atas menyiratkan tentang keindahan Cinta. Allah telah menggoreskan 'Pena CintaNya' ke dalam dada orang-orang yang beriman, maka keimanan itu memancarkan keindahan tiada tara dalam hatinya.
Keindahan yang tak pernah dapat dilukiskan oleh bahasa manusia. Karena ‘Cinta’ adalah bahasa ketuhanan yang paling azali: Dia adalah Dzat Yang Rahman dan Rahim penuh Cinta. Sumber segala Rasa Cinta. Sumber segala Kebahagiaan..
Bahasa manusia tidak pernah mencukupi untuk menggambarkan Rasa Cinta. Ia tetap tersimpan dalam relung hati yang paling dalam. Paling rahasia. Hanya sebagian kecil yang bisa diungkapkan lewat kata kata. Sebagiannya lewat senyuman. Sebagiannya lagi lewat bahasa tubuh. Sebagian yang lain lewat pandangan mata yang berbinar-binar. Tapi, sebagian besarnya melebur di dalam samudera jiwa yang tak terukur kedalamannya ... !
0 comments:
Post a Comment