Dalam sebuah kasus pelanggaran hak atas kepemilikan kalung oleh seorang wanita, keluarga sang wanita meminta tolong Usamah bin Zaid untuk menemui Rasul dan memohon keringanan hukuman bagi yang bersangkutan. Mendengar maksud kedatangan sahabat ini, raut muka Rasul berubah dan berkata "Apakah pantas kamu hendak meringankan ketentuan hukum Allah!"
Ketika waktu petang tiba, Rasulullah SAW, berdiri lalu menyampaikan pidato dengan diawali pujian kepada Allah, lalu bersabda, "Amma ba'du. Sesungguhnya umat-umat sebelum kamu binasa karena apabila orang terpandang diantara mereka melakukan pencurian, maka mereka biarkan. Akan tetapi, apabila orang lemah diantara mereka yang melakukan pencurian, maka mereka memberlakukan ketentuan hukum. Sesungguhnya aku, demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, seandainya Fatimah putri Muhammad melakukan pencurian niscaya aku potong tangannya sebagai pelaksanaan ketentuan Allah."
Dan dari kisah sejati lainnya kita tahu bahwa memang Fatimah puteri Rasulullah tak pernah sekalipun mencuri. Bahkan kepada seorang peminta- minta yang menghampiri rumahnya, ia berikan seuntai kalung, satu-satunya perhiasan yang ia miliki peninggalan ibunya. Padahal dalam kehidupan rumah tangganya jauh dari ukuran berkecukupan. Kemewahannya hanyalah kemuliaan ahlak yang senantiasa terjaga.
Itulah salah satu teladan hidup dari keluarga seorang pemimpin umat yang tak hanya patuh pada hukum Allah, juga disertai dengan kualitas moral yang sedemikian tingginya. Semoga Allah membalas kecantikan ahlak beliau dengan anugerah kenikmatan yang belum pernah didengar oleh telinga, dilihat mata, dan bahkan terbetik dalam hati sekalipun, sebagai tempat yang pantas bagi puteri Rasul tersebut. Sebagaimana do'a yang dipanjatkan sang peminta-minta.
Kalau kita membawa analisa Rasul dalam hadist tersebut ke negeri kita saat ini, akan kita dapati benang merahnya. Betapa sebuah negeri yang kaya raya, negeri yang membuat iri bangsa-bangsa lain di dunia karena kekayaan alamnya, kini tengah compang-camping karena ulah sebagian penduduk, para pemimpin dan pengusahanya. Negeri yang semestinya jaya apalagi dengan dominasi penduduk muslimya. Nyatanya, sampai kini masih saja terpuruk dalam himpitan beban ekonomi belum membaik juga serta jauh dari kondisi aman tentram yang dicita-citakannya.
Negeri yang terdiri dari beraneka macam suku dan bahasa itu ternyata menyimpan pula ragam jenis maling didalamnya. Dari mulai pencuri waktu dan produktivitas untuk bekerja sebagaimana mestinya, tukang tilep dana-dana proyek pembangunan, bahkan super maling, yang mengembat uang negara dalam jumlah yang membuat kita sedih dan marah dalam hati. Dari berbagai media informasi kita dapatkan data bagaimana kasus-kasus pemalingan itu terjadi. Begitu banyak dana-dana untuk kepentingan masyarakat luas, terhambur-hamburkan tanpa ada pertanggungjawaban penyalurannya secara jelas. Dan sampai sekarang orang yang melakukannya masih duduk santai di rumah-rumah mewah mereka, atau dalam kantor-kantor besar yang sangat nyaman. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang sampai saat ini masih berpesiar di luar negeri tanpa mau peduli akibat perbuatannya.
Sementara sebagian besar penduduk Indonesia lainnya harus menanggung beban hidup yang semakin berat. Mereka sudah tidak lagi memikirkan bagaimana masa depannya, karena memang tak terjangkau dalam rencana hidup mereka. Untuk sekedar memenuhi tuntutan hidup sehari-hari sudah sedemikian kalang-kabutnya. Dan cobaan hidup berupa kemiskinan dan keterbatasan seringkali berbuah pikiran dan tindakan yang menyesatkan. Apalagi godaan materialisme sedemikian deras mencengkeram lembaran keseharian mereka. Pada akhirnya banyak dari saudara-saudara kita ini kemudian terjerumus melakukan perbuatan yang merugikan masyarakat. Hidup sudah sedemikian kerasnya, menutupi sayup-sayup senandung orang tua kita akan sebuah negeri yang damai dan bahagia.
Dan masyarakat pada level ini pun sudah amat jenuh dengan segala ketidakberdayaan. Sudah teramat bosan dengan ketidakpunyaan dalam berbagai dimensinya. Apalagi tuntunan budi pekerti dan pemenuhan kebutuhan rohani akan ajaran agama sudah sedemikian terpinggirkan. Banyak hati yang sudah tertutupi hawa panas kehidupan hingga redup sudah cahaya iman sebagai pembijak dan penuntun segala perbuatan. Tak heran kalau kemudian lahir ekpresi hukum masyarakat yang bahkan teramat kejam dalam memvonis sebuah pelanggaran.
Negara kita masih mempunyai segunung problem dalam penyelenggaraan ketentuan hukum dan keadilan yang serta merta telah dibikin peraturannya. Kebanyakan masyarakat mungkin harus terus memendam tanda tanya bahkan rasa sedih melihat putusan-putusan hukum yang keluar. Kita hanya bisa berharap dan berdoa semoga Allah yang Maha Kuasa memberikan petunjuk dan kekuatan pada kita semua, terutama para aparat penegak hukum kita agar mampu menjalankan tugas dengan benar dan selurus- lurusnya.
Atau, mari sebentar kita berandai-andai, semisal pelaksanaan hukum di negeri kita berjalan tegak sebagaimana mestinya. Seandainya ketegasan pemberlakuannya diimbangi pula dengan teladan moral para pemimpinnya. Seperti kehidupan hukum di jaman Rasul. Anggap saja ini pesiar batin ke sebuah jaman yang penuh keteladanan, ke sebuah masa dimana umat Islam hidup dengan Islamnya.
Jika memang benar seperti apa yang dituduhkan, jika memang benar penipuan atau penyelewengan yang dilakukan, maka pandanglah pelaku-pelaku yang masih malang melintang di negeri kita itu dengan pelaksanaan hukum di jaman nabi. Mungkin kita akan melihat dengan mata hati ini, keberadaan mereka sudah tanpa tangan-tangan amanah lagi, tanpa hati yang bisa dipercaya lagi, tanpa kepala yang mengantarkan rahmat lagi. Atau mungkin kehadirannya sudah tak terlihat lagi, karena perbuatannya yang memporakporandakan nasib rakyat sudah sedemikian dahsyat sehingga sudah tak diperkenankan lagi eksistensinya di dunia ini. Mudah-mudahan negeri kita terhindar dari pemimpin-pemimpin semacam ini.
Atau, ada baiknya juga, jika rangkaian peristiwa dalam negeri itu kita jadikan acuan pengalaman berharga bagi diri kita pribadi sebagai bahan perenungan untuk bersikap dan bertindak lebih baik. Kita jadikan sebagai salah satu aspek penilaian parameter moralitas seseorang apalagi yang akan menjadi pemimpin di waktu ke depan, apapun dan siapapun dia. Kita mendambakan para pemimpin di masa depan yang punya track record kualitas moral yang terpuji. Tak ada catatan kerendahan ahklak apalagi dengan perbuatan-perbuatan sebagaimana orang fasiq, baik yang dilakukan secara terang-terangan maupun tersembunyi. Karena yang dilakukan secara terang- terangan pun pada kondisi seperti sekarang ini, seringkali lolos dari jeratan hukum yang semestinya.
Dan semoga, dalam menjalani kehidupan dunia yang sebentar dan sementara ini, kita tidak menjadi orang yang terlena. Menjadikan persinggahan sebagai akhir tujuan, kemudian berbuat semau-maunya tanpa peduli aturan hukum dan syari'at Islam. Tidak mencuri amanah Allah untuk menjadi rahmat bagi lingkungan, dengan memperuntukkannya bagi diri sendiri. Atau mengingkari nikmat dan kasih sayang Allah yang demikian berlimpah dengan membuat berbagai kerusakan di muka bumi. Karena hidup hanya mampir. Amat singkat sekali. Ingat saja orang-orang yang sudah tiada, baik saudara, kerabat atau orang-orang yang kita kenal lewat televisi atau media massa. Akan tampaklah bahwasannya manusia sama sekali tidak bisa merencanakan kapan waktu kematiannya akan tiba. Akan pula sadar kalau kita tengah menuju pintu ajal kita masing-masing.
Mudah-mudahan selama menjalani kehidupan di dunia ini, kita senantiasa diingatkan oleh Allah akan suatu hari dimana mulut tak lagi bisa bicara, dan seluruh anggota badan menjadi saksi semua perbuatannya. Hari dimana akan dibuka semua rahasia.
Deni Muhkyidin
(mukhyidin@yahoo.de)
eramuslim.com
Ketika waktu petang tiba, Rasulullah SAW, berdiri lalu menyampaikan pidato dengan diawali pujian kepada Allah, lalu bersabda, "Amma ba'du. Sesungguhnya umat-umat sebelum kamu binasa karena apabila orang terpandang diantara mereka melakukan pencurian, maka mereka biarkan. Akan tetapi, apabila orang lemah diantara mereka yang melakukan pencurian, maka mereka memberlakukan ketentuan hukum. Sesungguhnya aku, demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, seandainya Fatimah putri Muhammad melakukan pencurian niscaya aku potong tangannya sebagai pelaksanaan ketentuan Allah."
Dan dari kisah sejati lainnya kita tahu bahwa memang Fatimah puteri Rasulullah tak pernah sekalipun mencuri. Bahkan kepada seorang peminta- minta yang menghampiri rumahnya, ia berikan seuntai kalung, satu-satunya perhiasan yang ia miliki peninggalan ibunya. Padahal dalam kehidupan rumah tangganya jauh dari ukuran berkecukupan. Kemewahannya hanyalah kemuliaan ahlak yang senantiasa terjaga.
Itulah salah satu teladan hidup dari keluarga seorang pemimpin umat yang tak hanya patuh pada hukum Allah, juga disertai dengan kualitas moral yang sedemikian tingginya. Semoga Allah membalas kecantikan ahlak beliau dengan anugerah kenikmatan yang belum pernah didengar oleh telinga, dilihat mata, dan bahkan terbetik dalam hati sekalipun, sebagai tempat yang pantas bagi puteri Rasul tersebut. Sebagaimana do'a yang dipanjatkan sang peminta-minta.
Kalau kita membawa analisa Rasul dalam hadist tersebut ke negeri kita saat ini, akan kita dapati benang merahnya. Betapa sebuah negeri yang kaya raya, negeri yang membuat iri bangsa-bangsa lain di dunia karena kekayaan alamnya, kini tengah compang-camping karena ulah sebagian penduduk, para pemimpin dan pengusahanya. Negeri yang semestinya jaya apalagi dengan dominasi penduduk muslimya. Nyatanya, sampai kini masih saja terpuruk dalam himpitan beban ekonomi belum membaik juga serta jauh dari kondisi aman tentram yang dicita-citakannya.
Negeri yang terdiri dari beraneka macam suku dan bahasa itu ternyata menyimpan pula ragam jenis maling didalamnya. Dari mulai pencuri waktu dan produktivitas untuk bekerja sebagaimana mestinya, tukang tilep dana-dana proyek pembangunan, bahkan super maling, yang mengembat uang negara dalam jumlah yang membuat kita sedih dan marah dalam hati. Dari berbagai media informasi kita dapatkan data bagaimana kasus-kasus pemalingan itu terjadi. Begitu banyak dana-dana untuk kepentingan masyarakat luas, terhambur-hamburkan tanpa ada pertanggungjawaban penyalurannya secara jelas. Dan sampai sekarang orang yang melakukannya masih duduk santai di rumah-rumah mewah mereka, atau dalam kantor-kantor besar yang sangat nyaman. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang sampai saat ini masih berpesiar di luar negeri tanpa mau peduli akibat perbuatannya.
Sementara sebagian besar penduduk Indonesia lainnya harus menanggung beban hidup yang semakin berat. Mereka sudah tidak lagi memikirkan bagaimana masa depannya, karena memang tak terjangkau dalam rencana hidup mereka. Untuk sekedar memenuhi tuntutan hidup sehari-hari sudah sedemikian kalang-kabutnya. Dan cobaan hidup berupa kemiskinan dan keterbatasan seringkali berbuah pikiran dan tindakan yang menyesatkan. Apalagi godaan materialisme sedemikian deras mencengkeram lembaran keseharian mereka. Pada akhirnya banyak dari saudara-saudara kita ini kemudian terjerumus melakukan perbuatan yang merugikan masyarakat. Hidup sudah sedemikian kerasnya, menutupi sayup-sayup senandung orang tua kita akan sebuah negeri yang damai dan bahagia.
Dan masyarakat pada level ini pun sudah amat jenuh dengan segala ketidakberdayaan. Sudah teramat bosan dengan ketidakpunyaan dalam berbagai dimensinya. Apalagi tuntunan budi pekerti dan pemenuhan kebutuhan rohani akan ajaran agama sudah sedemikian terpinggirkan. Banyak hati yang sudah tertutupi hawa panas kehidupan hingga redup sudah cahaya iman sebagai pembijak dan penuntun segala perbuatan. Tak heran kalau kemudian lahir ekpresi hukum masyarakat yang bahkan teramat kejam dalam memvonis sebuah pelanggaran.
Negara kita masih mempunyai segunung problem dalam penyelenggaraan ketentuan hukum dan keadilan yang serta merta telah dibikin peraturannya. Kebanyakan masyarakat mungkin harus terus memendam tanda tanya bahkan rasa sedih melihat putusan-putusan hukum yang keluar. Kita hanya bisa berharap dan berdoa semoga Allah yang Maha Kuasa memberikan petunjuk dan kekuatan pada kita semua, terutama para aparat penegak hukum kita agar mampu menjalankan tugas dengan benar dan selurus- lurusnya.
Atau, mari sebentar kita berandai-andai, semisal pelaksanaan hukum di negeri kita berjalan tegak sebagaimana mestinya. Seandainya ketegasan pemberlakuannya diimbangi pula dengan teladan moral para pemimpinnya. Seperti kehidupan hukum di jaman Rasul. Anggap saja ini pesiar batin ke sebuah jaman yang penuh keteladanan, ke sebuah masa dimana umat Islam hidup dengan Islamnya.
Jika memang benar seperti apa yang dituduhkan, jika memang benar penipuan atau penyelewengan yang dilakukan, maka pandanglah pelaku-pelaku yang masih malang melintang di negeri kita itu dengan pelaksanaan hukum di jaman nabi. Mungkin kita akan melihat dengan mata hati ini, keberadaan mereka sudah tanpa tangan-tangan amanah lagi, tanpa hati yang bisa dipercaya lagi, tanpa kepala yang mengantarkan rahmat lagi. Atau mungkin kehadirannya sudah tak terlihat lagi, karena perbuatannya yang memporakporandakan nasib rakyat sudah sedemikian dahsyat sehingga sudah tak diperkenankan lagi eksistensinya di dunia ini. Mudah-mudahan negeri kita terhindar dari pemimpin-pemimpin semacam ini.
Atau, ada baiknya juga, jika rangkaian peristiwa dalam negeri itu kita jadikan acuan pengalaman berharga bagi diri kita pribadi sebagai bahan perenungan untuk bersikap dan bertindak lebih baik. Kita jadikan sebagai salah satu aspek penilaian parameter moralitas seseorang apalagi yang akan menjadi pemimpin di waktu ke depan, apapun dan siapapun dia. Kita mendambakan para pemimpin di masa depan yang punya track record kualitas moral yang terpuji. Tak ada catatan kerendahan ahklak apalagi dengan perbuatan-perbuatan sebagaimana orang fasiq, baik yang dilakukan secara terang-terangan maupun tersembunyi. Karena yang dilakukan secara terang- terangan pun pada kondisi seperti sekarang ini, seringkali lolos dari jeratan hukum yang semestinya.
Dan semoga, dalam menjalani kehidupan dunia yang sebentar dan sementara ini, kita tidak menjadi orang yang terlena. Menjadikan persinggahan sebagai akhir tujuan, kemudian berbuat semau-maunya tanpa peduli aturan hukum dan syari'at Islam. Tidak mencuri amanah Allah untuk menjadi rahmat bagi lingkungan, dengan memperuntukkannya bagi diri sendiri. Atau mengingkari nikmat dan kasih sayang Allah yang demikian berlimpah dengan membuat berbagai kerusakan di muka bumi. Karena hidup hanya mampir. Amat singkat sekali. Ingat saja orang-orang yang sudah tiada, baik saudara, kerabat atau orang-orang yang kita kenal lewat televisi atau media massa. Akan tampaklah bahwasannya manusia sama sekali tidak bisa merencanakan kapan waktu kematiannya akan tiba. Akan pula sadar kalau kita tengah menuju pintu ajal kita masing-masing.
Mudah-mudahan selama menjalani kehidupan di dunia ini, kita senantiasa diingatkan oleh Allah akan suatu hari dimana mulut tak lagi bisa bicara, dan seluruh anggota badan menjadi saksi semua perbuatannya. Hari dimana akan dibuka semua rahasia.
Deni Muhkyidin
(mukhyidin@yahoo.de)
eramuslim.com
0 comments:
Post a Comment