Thursday, February 10, 2011

Hukum di Pusaran Waktu

Oleh Andang L Binawan

ORANG Latin kuno memang bijak dalam hukum, tercermin dalam idiomnya yang terkenal: summum ius, summa iniuria (hukum yang sempurna berarti pula sempurnanya ketidakadilan). Bisa diduga, mereka sadar akan adanya potensi ketidakadilan yang inheren dalam rumusan hukum. Potensi itu ada terutama karena tegangan di antara dua cita-cita kembar hukum, kepastian dan keadilan. Menekankan yang satu lebih dari yang lain berarti pengkhianatan, dan berarti busuknya hukum.
Andang L Binawan
Lebih dari itu, ada beberapa faktor lain yang melahirkan potensi ketidakadilan. Sehubungan dengan hal itu, karena selama ini pembahasan ketidakadilan lebih menyoroti sisi penerapan hukum, tulisan ini mau menggarisbawahi potensi ketidakadilan hukum yang makin mencolok, khususnya dalam pusaran waktu yang makin melaju.

Potensi tidak adil Secara mudah bisa dikatakan, potensi ketidakadilan terjadi karena kalimat hukum tidak mampu menampung seluruh ide keadilan masyarakat. Ada "ketidakpenuhan", dan ketidakpenuhan ini memberi tempat pada potensi ketidakadilan itu. Ada empat faktor penting yang membuat hukum tidak adil pada dirinya.
Pertama, faktor sosio-politis. Di sini, hukum bersifat kompromis. Hukum, dalam teori politik, bisa dipandang sebagai hasil kontrak sosial antara berbagai golongan masyarakat yang berbeda ideologi (yang mempengaruhi pandangannya tentang makna keadilan) dan berbeda kepentingan. Berkaitan dengan sifat kompromis ini, ada dua hal yang memberi warna ketidakadilan dalam hukum.

Yang pertama adalah mekanisme keterwakilan setiap unsur masyarakat dalam kontrak sosial itu hampir tidak mungkin bisa sempurna, apalagi dalam sebuah negara yang begitu besar seperti Indonesia. Hal ini akan menjadi makin jauh dari ideal bila undang-undang politik suatu negara menghalangi peran serta beberapa golongan masyarakat tertentu. Perdebatan tentang electoral threshold partai-partai politik di Indonesia adalah salah satu contoh bagaimana mekanisme keterwakilan masyarakat pun tidak bisa memuaskan semua pihak.

Selanjutnya, setelah wakil-wakil golongan ditetapkan, mekanisme pembicaraan yang intens dan fair yang dilandasi rasa saling percaya (mutual trust) dalam menetapkan hukum itu pun tidak akan sepenuhnya memuaskan. Kasus suap anggota DPR, mekanisme recalling anggota DPR oleh partai, serta banyaknya anggota DPR yang bolos dan/atau tidur selama persidangan hanya beberapa contoh bagaimana mekanisme pembicaraan yang ideal hampir mustahil diharapkan. Pun, mekanisme drafting sering tidak transparan untuk akses publik.
Andang L Binawan
Kedua, bahasa. Hukum, dalam upaya menjadi milik publik dan dapat diakses masyarakat, mau tidak mau perlu dirumuskan dalam kalimat. Jelas, kalimat itu tidak bisa menampung seluruh idea keadilan, bahkan keadilan yang kompromis itu sekalipun. Kalimat bukan hanya reduktif, tetapi juga statis. Artinya, rumusan baku itu pun tidak bisa menampung dinamika perkembangan semantis idea keadilan.
Ketiga, keterikatan hukum dalam suatu dimensi ruang tertentu. Artinya, pandangan-pandangan keadilan yang dibawa para wakil golongan untuk dibicarakan itu tidak mungkin mewakili seluruh pandangan masyarakat yang beragam. Dalam masyarakat yang besar dengan daerah yang luas, makin jauhlah mekanisme keterwakilan itu dari ideal. Kita lihat saja, di Republik ini kebanyakan wakil rakyat berkedudukan di Jakarta. Hanya sesekali saja mereka datang ke daerah pemilihan mendengarkan aspirasi rakyat yang sesungguhnya. Dengan itu, makna semantis keadilan dari seorang wakil rakyat bisa amat berbeda dengan makna yang dikehendaki rakyat yang diwakilinya. Pun, hal itu bisa berarti, produk hukum yang dihasilkan tidak mungkin bisa menjawab semua kasus yang mungkin muncul di tempat lain.

Faktor waktu Keempat, keterikatan hukum dalam dimensi waktu. Paralel dengan keterikatan hukum dengan dimensi ruang, dalam bentangan waktu, pandangan keadilan dari masyarakat yang kini terjadi, yang kemudian ditampung dalam rumusan hukum, tidak akan bisa mewakili pandangan keadilan yang akan terjadi di masa datang. Seiring dengan dinamika sosial masyarakat (politik, ekonomi, dan budaya), pandangan tentang keadilan pun bersifat dinamis. Hukum yang ditetapkan lalu akan selalu ketinggalan zaman.
Faktor keempat ini perlu mendapat perhatian serius untuk perkembangan hukum di masa depan supaya keterlambatan hukum merespons perubahan sosial tidak terlalu parah. Seperti banyak dikatakan para pemikir (misalnya B Herry-Priyono, Kompas, 27/12/2002), waktu telah dicabut dari ruang. Dengan hadirnya teknologi, khususnya teknologi informasi, waktu bergerak amat cepat, yang pada gilirannya mempercepat dinamika perubahan sosial dengan segala kompleksitas masalahnya. Hukum akan kian ketinggalan zaman. Potensi ketidakadilannya akan makin besar. Kegagapan para anggota legislatif dan penegak hukum dalam mengantisipasi hal ini akan membuat hukum makin kedodoran. Perubahan sosial akan menjurus ke chaos, kekacauan, untuk kebanyakan orang.

Selain itu, kegagalan mengantisipasi revolusi waktu ini pun akan menggerogoti makna hukum sendiri. Idealnya hukum dibuat untuk membatasi kesewenang- wenangan yang kuat terhadap yang lemah. Ketertinggalan hukum mencerap ide-ide kemajuan tadi membuat batas pelindung itu keropos dari dalam. Bahayanya jelas, makin tergilasnya orang- orang yang tidak mempunyai kuasa. Bagi kelompok ini, keadilan cenderung menjadi utopia. Mengingat di Indonesia jumlah orang miskin masih sekitar 18,5 persen (Kompas, 4/1/ 2003), antisipasi hal ini makin mendesak.

Antisipasi Memang, suatu antisipasi yang komprehensif amat diperlukan. Hanya saja, dari cara pandang yang menekankan arti penting waktu ini, ada dua antisipasi yang bisa diusulkan. Antisipasi pertama berjangka pendek, yaitu menyangkut aktor, dengan pembenahan mutu anggota legislatif dan mutu penegak hukum, khususnya hakim dan jaksa. Peningkatan mutu ini tidak hanya dilakukan dengan perbaikan mekanisme seleksi, pendidikan, dan pembinaan, tetapi juga kontrol yang ketat terhadap kinerja mereka. Mutu yang dimaksud di sini bukan hanya mutu moral yang menyangkut integritas pribadinya, tetapi juga mutu intelektualnya supaya cukup tanggap terhadap perubahan sosial yang begitu cepat dan tidak gagap bersikap. UU Politik pun memegang peran penting karena akan melandasi terpilihnya anggota legislatif.
Pentingnya peningkatan mutu dan kinerja pembuat undang-undang berkaitan dengan akan makin banyaknya hukum yang harus dibuat dan diperbarui. Lex semper reformanda. Hukum harus senantiasa diperbarui. Tanpa langkah awal yang baik dari proses penggodokan hukum anggota legislatif, perbaikan di lini lain hanya akan berarti tambal sulam.

Antisipasi kedua berjangka panjang, yaitu menyangkut sistem. Seperti diketahui, Indonesia menganut sistem civil law, yang lebih berkesan sentralistisnya mekanisme hukum. Sistem ini lebih menekankan cita-cita kepastian, dengan akibat hukum tidak bisa berkembang cepat dan tampak statis.
Sistem common law seperti yang dianut negara-negara Anglo-Saxon dan Amerika Serikat, yang menekankan wewenang hakim dalam mengambil putusan (the judge makes law), menjadi tampak lebih fleksibel dan dinamis. Mengingat keluwesan sistem common law, dan mengingat sistem civil law bukan harga mati, tidak ada jeleknya mencoba memikirkan sistem hukum Indonesia yang mendekati sistem common law.
Hal ini tidak harus berarti mengganti seluruh sistem, tetapi bisa juga memodifikasi atau mengawinkannya. Diharapkan, dengan itu, tentunya, hukum di Indonesia tidak kedodoran dikejar waktu!
Andang L Binawan Alumnus Katholieke Universiteit Leuven, Belgia.

Artikel Bersangkutan

0 comments:

 
Indonesia dulu dikenal sebagai bangsa yang toleran dan penuh sikap tenggang rasa. Namun, kini penilaian tersebut tidak dapat diamini begitu saja, karena semakin besarnya keragu-raguan dalam hal ini. Kenyataan yang ada menunjukkan, hak-hak kaum minoritas tidak dipertahankan pemerintah, bahkan hingga terjadi proses salah paham yang sangat jauh.
free counters

Blog Archive

Seseorang yang mandiri adalah seseorang yang berhasil membangun nilai dirinya sedemikian sehingga mampu menempatkan perannya dalam alam kehidupan kemanusiaannya dengan penuh manfaat. Kemandirian seseorang dapat terukur misalnya dengan sejauh mana kehadiran dirinya memberikan manfaat kearah kesempurnaan dalam sistemnya yang lebih luas. Salam Kenal Dari Miztalie Buat Shobat Semua.
The Republic of Indonesian Blogger | Garuda di DadakuTopOfBlogs Internet Users Handbook, 2012, 2nd Ed. Avoid the scams while doing business online

Kolom blog tutorial Back Link PickMe Back Link review http://miztalie-poke.blogspot.com on alexa.comblog-indonesia.com

You need install flash player to listen us, click here to download
My Popularity (by popuri.us)

friends

Meta Tag Vs miztalie Poke | Template Ireng Manis © 2010 Free Template Ajah. Distribution by Automotive Cars. Supported by google and Mozila