Pada masa pemerintahan Napoleon III, Perancis membuat wamil = wajib militer bagi para pria berusia produktif. Seorang pemuda cerdas dan pemberani bernama Pierre ikut serta di dalam wamil ini. Ia ditugaskan sebagai penembak senjata meriam. Berkat kecerdasan dan kerajinannya, ia diangkat menjadi pasukan inti di bawah kepemimpinan Komandan Mac-Mahon.
Setiap kali Pierre menembakkan meriamnya, sasaran yang dituju pasti hancur karena itu ia dikenal sebagai penembak meriam yang jitu dan sangat diandalkan oleh lomandannya.
Suatu hari pasukan Perancis mengintai ke daerah yang diduduki musuh. Komandan Mac yang berada dekat Pierre memberikan teropongnya dan berkata : “Coba lihat rumah di sebelah sana. Informasi yang kuterima, rumah itu milik orang Perancis, tetapi sekarang menjadi markas tentara Jerman. Sekarang kamu siapkan meriam dan tembak rumah itu sampai rata dengan tanah.”
Pierre tertegun saat menerima perintah komandannya. Padahal biasanya ia langsung melaksanakan perintah sang komandan, tapi kali ini ia terdiam cukup lama. Setelah beberapa saat, akhirnya Pierre bisa menguasai perasaannya yang tak menentu. Ia pun melaksanakan tugas tersebut.
“Bagus, kamu memang hebat Pierre!” Puji sang komandan.
Anehnya, pujian sang komandan membuat Pierre menangis tersedu-sedu. Bukan karena gembira atau bangga melainkan karena kesedihan yang amat dalam.
“Pierre, mengapa kamu menangis? Adakah yang salah dengan kata-kataku?” Tanya sang komandan, heran.
“Komandan, saya hanya merasa sedih karena rumah yang baru saya tembak tadi adalah rumah saya yang baru saja selesai dibangun dengan menggunakan gaji saya. “
Komandan Mac terdiam tetapi dalam hati ia sangat kagum pada ketaatan Pierre. Ketaatan penuh dari seorang prajurit teruji dalam situasi yang menuntut pengorbanan yang sangat besar. Kadang-kadang ketaatan memang membuat kita bertindak diluar logikan, bahkan sampai mengorbankan sesuatu yang sangat berharga.
Bagaimana ketaatan kita dalam kaitannya dengan iman sebagai orang percaya? Apakah kita sungguh-sungguh taat pada perintahNya? Bila belum, maukah kita taat secara penuh kepadaNya?
By : FANNY
0 comments:
Post a Comment