Malik sangat takjub atas pemuda yang menawan ini, sebuah kekayaan yang telah didapatnya dengan begitu murah, sehingga kakinya hampir tidak menyentuh tanah. Ia pun mendapatkan sebuah kekuatan hubungan dengan Yusuf. Sehingga ia mampu menyelesaikan perjalanan panjangnya ke Mesir dalam waktu separuh dari biasanya.
Dan tersiarlah kabar kedatangan mereka di Mesir. Malik, demikian bunyi kabar itu, Baru saja kembali dengan seorang budak Ibrani, sebuah bualan bersinar di puncak keindahan, seorang raja yang mulia dari kerajaan rahmat. Kepada semua mata mereka yang amat banyak, langit belum pernah melihat sebuah gambar yang seindah itu di seluruh serambi alam semesta.
Desas desus itu sampai ke telinga Raja Mesir, dan hal tersebut telah mengusik isi hatinya. "Mustahil!" Katanya, "Tanah Mesir adalah taman keindahan, yang bunga-bunganya akan membuat malu kembang-kembang surga." Ia segera memerintahkan wazirnya untuk bergegas menemui kafilah itu, untuk melihat dan membawa pemuda berwajah bulan itu ke istananya.
Wazir segera memenuhi perintah Raja. Ketika melihat Yusuf, ia demikian takjubnya, sehingga ia akan menyembah bumi dihadapannya apabila Yusuf tidak mencegahnya, "Janganlah merendahkan dirimu dihadapan siapa pun," katanya, "Kecuali kepada-Nya yang telah mewajibkanmu."
Maka Wazir pun meminta Malik membawa pemuda itu ke istana Raja. Tetapi Malik meminta waktu beberapa hari, supaya mereka dapat menyegarkan diri setelah perjalanan panjang tersebut. Wazir pun menyetujuinya, lalu kembali melapor kepada Raja.
Wazir hanya dapat menggambarkan sebagian dari keindahan Yusuf, tetapi cukup untuk membangkitkan semangat Raja. Ia memerintahkan untuk memilih ribuan pemuda berparas bagus di antara mawar-mawar taman rahmat, untuk tampil dengan Yusuf di hadapan para pembeli di pasar. Ia berharap bahwa dengan barisan orang bagus dan berbakat seperti itu dapat ditampilkan untuk menghadapinya, sekalipun Yusuf adalah matahari itu sendiri, ia tidak akan membawa kehangatan kepada pipi para pembeli.
***
Ketika tiba hari yang ditentukan, segera setelah matahari terbit di atas sungai Nil, Yusuf pergi ke tepian sungai itu. Di sana ia segera membuka baju dan segera mengikat kain basah ke pinggangnya, sembari berdiri bagai cemara perak di tepi air. Langit sendiri mengeluh dan iri hati atas keberuntungan sungai yang dapat mencium kakinya. Mula-mula ia mencuci anggota tubuhnya, kemudian menyelam dari tepian. Tubuhnya yang gemerlap, lenyap bagaikan teratai yang mengalir di bawah air. Beberapa waktu kemudian, ia pun muncul di tengah-tengah sungai.
Setelah kembali ke tepian, ia mengambil pakaian yang diulurkan kepadanya oleh seorang pelayan, sebuah jubah berwarna coklat dan brokat yang dibordir oleh ribuan perancang, pada alisnya tampak sebuah guratan yang mengalahkan sinar rembulan, dan di seputar pinggangnya, ikat pinggang bertahtakan mutiara. Dua berkas rambutnya yang memikat hati, terurai dengan bebas, memberikan wewangian kepada udara Mesir dengan aromanya.
Dengan dihias seperti itu, ia mengambil tempatnya di tandu, lalu berangkat menuju istana. Di luar istana, Raja telah memerintahkan untuk mendirikan sebuah podium, dan dihadapannya terdapat kerumunan besar makhluk-makhluk indah, semuanya sedang menantikan kehadiran yusuf. Akhirnya tandu pun diturunkan di atas podium, dan segeralah semua mata tertuju ke sana.
Kebetulan hari itu matahari telah tersembunyi di balik awan gelap. Malik berkata kepada Yusuf, "Melangkahlah keluar podium, wahai yang tersayang! .Engkau yang bagaikan matahari, tariklah ke belakang tirai dari wajahmu, dan rahmatilah dunia dengan cahayamu!"
Ketika Yusuf menarik tirai itu ke belakang, sinarnya memancar kepada orang-orang yang berkumpul di sana. Mula-mula mereka membayangkan bahwa itu cahaya matahari yang muncul dari balik awan hitam, kemudian, ketika mereka menyadari bahwa sinar itu datang dari wajah Yusuf, mereka bertepuk tangan dalam kekaguman, dan berseru, "Tuhan Maha Besar"! Bintang keberuntungan apakah ini yang membuat matahari dan bulan merasa malu?"
Dan bagi pujian semua negeri Mesir, Yusuf adalah suatu lembaran di mana nama-nama mereka telah dihabisi. Karena sekali matahari terbit, apa pula yang harus dilakukan bintang kecuali bersembunyi?
***
Sementara itu, Zulaikha tak mengetahui betapa sedikitnya jarak yang memisahkannya dari Yusuf. Walaupun demikian, ia merasakan suatu firasat, dan suatu kerinduan yang aneh melekat di hatinya, yang tak dapat diterangkannya, dan yang membuatnya sia-sia untuk meredakannya. Ia pergi ke luar kota dengan harapan akan menghilangkan perasaan itu. Tetapi justru sebaliknyalah yang terjadi, setelah beberapa hari kesedihan dan kecemasannya semakin besar.
Karena kepergiannya ke luar kota tampak hanya memperburuk masalah, Zulaikha memutuskan untuk kembali ke kota. Dalam perjalanannya pulang ia harus melewati lapangan terbuka di depan istana kerajaan. Melihat kerumunan banyak orang di sana, ia pun bertanya-tanya gerangan apakah itu.
"Semua keramaian itu," seseorang berkata kepadanya, "Adalah karena seorang laki-laki sedang dipamerkan. Seorang yang merupakan kekasih dari nasib baik. Seorang budak Kanaan, atau lebih tepat sebuah matahari cemerlang, Raja dari kerajaan keindahan."
Zulaikha membuka tirai tandunya, dan ketika pandangannya jatuh kepada pemuda itu, ia pun langsung mengenalinya. Ia menjerit kaget, lalu jatuh pingsan. Para pelayan segera melarikannya ke rumah.
Setelah sadar, inangnya bertanya kepadanya, "Wahai cahaya mataku, mengapa tangisan pahit itu meledak keluar dari hatimu yang sedang terbakar? Dan mengapa engkau langsung jatuh pingsan?"
"Apakah yang dapat aku katakan, ibu tersayang?" jawab "Apa pun yang aku katakan akan membawa kembali semua penderitaanku. Budak yang kita lihat di tengah kerumunan itu, dan yang engkau dengar dipuja oleh orang-orang itu, tak lain dari yang selalu menjadi impianku. Semoga jiwaku menjadi tebusannya, ia adalah kekasihku! Wajahnya yang menyenangkan itulah yang aku lihat dalam mimpi-mimpiku.
Dialah yang telah merenggut segala kedamaian dari pikiranku yang sehat. Karenanyalah tubuhku tersiksa, hatiku membara dalam nyala api, dan mataku terbenam dalam air mata kerinduan. Adalah cintaku kepadanya yang menggiringku ke dalam pengasingan putus asa, dan menyingkirkan diriku dari kampung halaman. Dialah penyebab segala kesengsaraan dan kejenuhanku hidup di dunia. Semuanya timbul dari hasrat untuk melihat wajah dan bentuk yang memukau itu.
Tetapi sekarang bebanku telah menjadi lebih besar daripada bukit, karena aku tak dapat melihat bagaimana riwayat ini akan berakhir. Rumah manakah yang akan dipimpin oleh bulanku itu? Kamar mana yang akan ia sinari dengan sinarnya yang lembut? Mata siapakah yang akan dibuatnya menjadi bersinar, rumah siapakah yang akan diubahnya menjadi surga?
Siapakah yang akan mencium bibirnya yang menganugerahkan kehidupan? Siapakah yang akan beristirahat di bawah naungan cemara itu? Siapakah yang akan berbangga memiliki pohon kurma perak itu? Apakah kedatangannya akan memulihkan kedamaian pikiranku dan membawa keberuntungan bagiku?"
Ketika inangnya menyadari penyebab kegairahan Zulaikha, ia sendiri terbakar bagai lilin pada nyala api. Ia menangis seraya berkata kepada suluh yang menyala itu,
"Tak seorang pun boleh mengetahui nafsu yang bernyala-nyala ini, kesedihan malam-malam dan penderitaan siang harimu. Engkau telah memikul nasibmu dengan sabar hingga kini. Dan sekarang jadikanlah kesabaran satu-satunya urusanmu, dan pastilah bahwa keteguhanmu akan berbuah pada akhirnya, matahari akan muncul bagimu dari balik awan gelap."
***
Adakah sesuatu dalam kehidupan ini yang lebih indah daripada ketika seseorang pecinta mengecap buah manis pertemuan dengan si kekasih, yang diiringi dengan segala penderitaan karena keterpisahan mereka?
Ketika Yusuf diajukan untuk dijual, keindahannya begitu rupa, sehingga seluruh penduduk kota ingin membelinya, sekalipun harus membayar dengan segala yang mereka miliki. Bahkan telah terdengar bahwa seorang perempuan tua yang demikian tertarik kepadanya, membawa tenunan yang telah ditenunnya seraya berkata,
"Hanya barang-barang tak berarti ini yang ada padaku, tetapi setidaknya aku dapat mengambil tempat di tengah kerumunan para pembeli."
Si juru lelang berteriak ke segala arah,
"Siapakah yang akan membeli seorang pemuda tanpa cacat? Pipinya adalah fajar keindahan, bibirnya adalah manik-manik dan tambang rahmat. Wajahnya yang bersinar mencerminkan kesempurnaan wataknya, dan adalah kebajikan mulia yang tinggal dalam dadanya. Lidahnya tidak berbicara selain kebenaran, dan ia tak mampu berbicara buruk."
Yang pertama mengajukan tawaran senilai satu kantong berisi seribu keping emas yang paling murni, kemudian para pembeli mulai saling berlomba, hingga mereka telah menaikkan harga sampai seratus kantong emas. Seorang kaya menawar untuk membeli Yusuf dengan minyak kesturi murni seberat badannya, yang lainnya menawarkan mutiara dan mirah delima sebagai ganti kesturi, dan dengan demikian penawaran yang terdiri dan segala jenis barang berharga, terus meningkat.
Tetapi Zulaikha bertindak bijaksana, mandadak ia mengajukan suatu tawaran yang dua kali lebih tinggi dan tawaran-tawaran itu, dan ini membungkam mulut para penawar.
Kemudian ia meminta kepada suaminya, Wazir Agung Mesir, untuk membayar kepada Malik sejumlah yang telah dijanjikannya. "Sayang!" jawabnya, "Semua kekayaanku—emas, intan permata dan wangi-wangian—tak sampai setengah dari jumlah itu. Bagaimana mungkin aku akan mendapatkannya?"
Zulaikha mempunyai sebuah kotak mutiara, kumpulan bintang cemerlang, yang setiap butirnya merupakan harta tak ternilai. "Wahai mutiara jiwaku," katanya, "Terimalah mutiara-mutiara ini pada harga itu dan bayarkanlah tebusannya."
Wazir kemudian mengajukan suatu keberatan lain, "Tetapi Raja hendak memiliki pemuda yang murni ini dalam barisan dayang-dayangnya dan menempatkannya di kepada semua barisan."
Tetapi Zulaikha mendesak,
"Pergilah, temui Raja, dan setelah melakukan penghormatan yang semestinya kepadanya, katakan ini kepadanya, tidak tertaut oleh ikatan cinta apa pun, aku tidak mempunyai anak yang menjadi tambatan mataku, oleh karena itu aku memohon kepada Paduka kesudian untuk memberikan kenikmatan dengan mengizinkan aku mengambil anak muda ini ke dalam rumahku, sebagai bintang yang paling cemerlang dalam galaksiku, untuk menjadi putraku dan budak paduka!"
Wazir melakukan apa yang diminta Zulaikha, dan ketika Raja mendengar bicaranya yang khidmat, ia mengizinkan dirinya untuk dikuasai oleh alasan yang demikian hebat, dan dengan murah hati ia menganugerahkan kepadanya kenikmatan yang diminta padanya. Ia segera memberi izin kepada Wazir untuk mendapatkan Yusuf dan mengangkatnya sebagai anak angkat yang tercinta.
Demikianlah, akhirnya Zulaikha melepaskan diri dari belenggu penderitaan. Air mata gembira berbaris bak mutiara dari bulu matanya. Ia menggosok matanya dan berkata kepada dirinya sendiri,
"Tuhanku! Aku heran apakah aku sedang tidur atau terbangun, ketika aku melihat impian jiwaku manjadi kenyataan. Sepanjang malam-malamku yang suram, pernahkah aku berani berharap untuk melihat fajar dari hari yang cemerlang ini? Tetapi akhirnya bayang-bayang telah menyerah kepada pagi yang jaya ini, dan kesedihanku yang tak ada redanya akhirnya telah berakhir. Sekarang setelah aku menjadi teman makhluk yang bagus ini, aku dapat membanggakan kebahagiaanku bahkan kepada langit sekalipun.
Apakah aku kemarin? Sekor ikan yang disentak dari air, menggelepar dan membanting diri di pasir. Kemudian hujan badai dari awan kemurahan membawanya kembali kepada keselamatan. Atau, sebagai seorang musafir yang hilang di kegelapan malam, letih lesu dan sedang menghembuskan nafas terakhirnya, kemudian tiba-tiba bulan terbit di atas angkasa dan menunjukkan kepadanya jalan menuju kebahagiaan.
Terima kasih kepada Yang Maha Kuasa atas perubahan nasib yang ramah ini, yang mengakhiri siksaan jiwaku! Semoga seribu nyawa menjadi orang baik yang membawa kekayaan mulia seperti itu ke pasar! Apa urusannya apabila kantong permataku sobek terbuka, bilamana telah aku dapatkan seluruh tambang permata mahal? Apakah artinya harga sebuah permata dibandingkan dengan suatu jiwa? Di samping itu, tidakkah segala suatu menjadi milik seorang sahabat? Apakah yang telah aku berikan kecuali hanya beberapa batu kecil, dan dengan itu aku telah membeli hidup itu sendiri. Demi Tuhan, sesungguhnya itu adalah perdagangan yang menakjubkan!"
Itulah pikiran-pikiran rahasia yang tersaring dalam pikirannya ketika ia menangis karena kebahagiaan. Kadang ia menatap diam-diam kepada Yusuf, diiringi rasa amat bahagia telah terbebas dan kecemasan perpisahan. Dan terkadang ia memikirkan penderitaannya di masa lalu.
Betapa gembiranya, telah disatukan dengan Yusuf pada akhirnya.."
0 comments:
Post a Comment