Sekali Zulaikha telah mendapatkan keberuntungan dalam jaringnya, langit sendiri menempa uang atas namanya. Ia memalingkan perhatiannya menjauhi semua daya tarik lainnya serta membaktikan diri sepenuhnya kepada Yusuf.
Ia menyediakan Yusuf 365 jubah dari sutra brokat, satu jubah setiap hari untuk setahun. Setiap pagi, ketika ia membantu memakaikan pakaian kepada Yusuf, ia akan mengeluh karena iri kepada baju Yusuf, dan seakan berkata,
"Betapa aku menginginkannya, kiranya aku menjadi sehelai benangmu, agar aku dapat menyentuh tubuhnya!" Dan kepada jubahnya ia berkata,
"Mengapa aku tak dapat memeluk dia dalam pelukan yang erat seperti dirimu?"
Ketika ia menyisir rambut Yusuf yang terurai, ia mendapatkan penyejuk hatinya yang gila oleh cinta, dan membiarkan jiwa terjerat dalam jaring wewangian yang ditenunnya.
Untuk makanan kekasihnya, Zulaikha menyediakan sebuah ruangan yang penuh dengan segala macam hidangan lezat. Ia siapkan di hadapan Yusuf, seperti jiwanya sendiri, segala sesuatu yang mungkin menjadi keinginan kekasihnya itu.
Ketika malam tiba dan Yusuf mulai mengantuk, keletihan Yusuf membuat ia merasa ngantuk pula. Ia berikan baginya tempat tidur yang lembut dan sutra, yang ditaburi mawar. Kemudian ia nyanyikan baginya nyanyian tidur yang merdu, dan bercerita kepadanya demi menyapu habis debu dan hati pemuda itu. Dan ketika tidur merendahkan tirai atas mata Yusuf, Zulaikha menyamai lilin dalam semangatnya yang bersinar serta membiarkan mata kijangnya asyik merumput pada padang cahaya matahari yang indah itu, hingga terbit sang fajar.
Sembari menggigiti kuku tangannya, dengan tak sabar ia menanti malam panjang itu berakhir. Demikianlah ia lewati hidupnya tanpa istirahat sedikit pun. Ia ikut merasakan penderitaan Yusuf dan melimpahinya dengan rasa simpati. Wanita mulia itu telah menjadikan dirinya budak Yusuf.
Ya, si pecinta terus-menerus menawarkan dirinya untuk di jual, bertekad untuk menjadi budak dan si kekasih, menyapu bersih dengan bulu matanya sendiri duri dan penderitaan dari jalan si kekasih, dan selalu berupaya untuk mencari jalan penyatuan.
***
Si periwayat cerita manis ini mengatakan kepada kita, bahwa pada suatu hari, tak lama sebelum Zulaikha bertemu dengan Yusuf, ia telah merasakan suatu kesedihan yang membakar, yang memenuhi tubuh dan jiwanya dengan kecemasan yang tak tertanggungkan. Di rumah tak ada sesuatu yang menarik perhatiannya, dan di mana-mana tak ada orang yang dapat menghiburnya. Tanpa tujuan, ia berjalan keluar masuk, hatinya luka dan air mata memenuhi wajahnya.
Akhirnya, sang inang bertanya kepadanya,
"Aku melihatmu tenggelam dalam air mata kecemasan. Engkau bagai selembar daun pada tiupan angin, bertaburan ke segala arah. Katakanlah kepadaku apa yang telah menyebabkan kecemasan ini. Apakah gerangan penyebab kesedihanmu ini?"
Zulaikha menjawab,
"Aku sendiri tidak memahaminya, aku bingung sama sekali. Aku tak tahu siapa atau apa yang telah menyebabkan kesedihan yang aku rasakan. Suatu rahasia kesusahan telah mengambil segala kedamaian pikiranku, dan aku dilalimi oleh perasaanku sendiri yang berubah-ubah. Aku bagaikan sebuah negeri damai yang tiba-tiba diserang oleh badai topan."
Sekarang, tatkala Yusuf dan Zulaikha telah menjadi teman, pada suatu petang Yusuf menceritakan kepadanya tentang semua kesengsaraannya. Ketika sampai kepada cerita tentang sumur itu, Zulaikha merasa seakan-akan ia terlilit tali. Tiba-tiba terasa padanya, hari itulah hatinya demikian dikuasai oleh kesedihan. Ia menghitung-hitung bulan dan hatinya yang tepat, terkaannya pun menjadi kepastian. Sebagaimana disadari oleh setiap hati yang merasakan, ada suatu lorong yang berhubungan dari hati ke hati, terutama bilamana hati sang pecinta dengan seratus luka, yang dengan tulus mencari si kekasih. Masing-masing dari luka itu adalah titik awal dari suatu lorong yang menuju kepada sang kekasih dan mengarahkan perhatian si pecinta ke sana, dengan demikian maka dengan suatu kilasan wawasan hati dari si kekasih, suatu situasi mencapai tubuh dan jiwa si pecinta yang tak berdaya. Biarlah terpaan angin menggoyang rambut si kekasih, dan jiwa si pecinta tersiksa oleh badai.
Ayolah sekarang! Tolaklah keberadaanmu sendiri. Apakah nasibnya jaya atau sedih, jadilah suci dari benci dan cinta pada diri sendiri. Bersihkan cerminmu, dan boleh jadi keindahan mulia dari wilayah rahasia itu akan bersinar di dadamu, sebagaimana ia bersinar di dada para nabi. Kemudian, dengan hatimu yang dicerlangkan oleh cahaya itu, rahasia sang kekasih tidak lagi akan tersembunyi darimu.
***
Betapa mujurnya hati yang rindu cinta yang telah ditemani oleh sang nasib, dan telah kehilangan dirinya dalam hati si tercinta! Menyingkirkan darinya semua hasrat pribadi, ia akhiri dirinya secara sepenuhnya dalam kehendak si tercinta. Bahkan sekalipun ia diminta untuk memberikan nyawanya sendiri, dengan merendah ia akan langsung melakukannya.
Dikatakan bahwa hanya seorang gembala yang pantas menjadi nabi dan menuntun umat. Sekarang, sekalipun Yusuf telah dianugerahi seribu keinginan, hatinya masih saja tertuju untuk menjadi seorang gembala. Ketika Zulaikha menyadari hal ini, ia bergegas membantunya untuk mencapai hasratnya.
Mula-mula ia menyediakan sebuah kantong gembala yang dibuatkan baginya. Kemudian ia memanggil para gembala di perbukitan dan padang untuk menyisihkan beberapa ekor biri-biri untuk Yusuf. Binatang itu adalah makhluk-makhluk pilihan, dengan bulu-bulu bagaikan sutra, yang dibebani oleh ekor-ekornya sendiri yang sarat dengan daging. Bilamana mereka melewati suatu kawanan di sepanjang lembah padang pasir, engkau akan mengira, bahwa engkau melihat banjir minyak yang beruap yang disapu oleh angin.
Dan di tengah kawanan itu adalah Yusuf, laksana matahari cemerlang dalam zodiak domba jantan. Di sana pun ada Zulaikha, memberikan semua kesabaran dan kecerdasannya, seluruh hati dan jiwanya. Perannya adalah menjaga remaja gembalanya layaknya seekor anjing setia.
Demikianlah tugas Zulaikha selama Yusuf menginginkan-nya, karena Yusuf tidak kehilangan kebebasannya untuk memilih. Ia dapat, apabila ia memilihnya, tetap sebagai gembala di padang, atau ia dapat memerintah empirium jiwa manusia. Tetapi, di dalam lubuk hatinya, anak suci ini merdeka dari kedua keadaan itu.
0 comments:
Post a Comment