Lidah memang kecil tapi ketajamannya bagai tikaman pedang. Ada suami yang suka menyerang isterinya atau sebaliknya, ada boss yang sering memaki anak buahnya, ada rekan kerja yang suka melemparkan komentar tajam ketika temannya berbuat salah. Berikut ini adalah kisah seorang suami yang sangat sering menggunakan lidah tajamnya dalam pertengkaran dengan sang isteri.
Dengan keahlian bicara yang ia miliki, Roni selalu memojokkan dan menyerang Desi, isterinya. Ia senang sekali bila dapat membuat isterinya tampak bodoh. Suatu kali, setelah melontarkan kata-kata yang menyakiti hati Desi, Roni segera meninggalkan kamar mereka.
Pada waktu berjalan, Tuhan berbicara pada Roni lewat hati nuraninya.
“Hentikan semuanya, Ron.”
“Ya, Tuhan…,” Roni mendesah.
“Roni, jangan pernah menyakiti hati isterimu lagi,” Kata Tuhan.
“Tuhan, saya marah sedikit kok. Setiap orang pasti melakukannya. Marah itu kan wajar.” Dalih Roni.
“Kamu tidak berhak memarahi puteriKu. Kamu sedang melukai hatinya.” Ujar Tuhan lembut.
Mendengar kata “PuteriKu” Roni tersentak. Dia tahu, setiap manusia adalah ciptaan Tuhan dan sebagai ciptaan Tuhan, kita seringkali memanggil Tuhan dengan sebutan ‘Bapa’. Berhakkah kita melukai hati anak-anak Tuhan?
“Ketika kamu masih remaja, kamu pernah dipukul oleh seorang karateka bersabuk hitam. Apakah kamu ingat, Ron?” Tanya Tuhan ketika melihat Roni terdiam. Ia teringat masa lalunya ketika sedang menderita kesakitan karena pukulan sang karateka. Sakitnya masih terasa hingga sekarang, walaupun peristiwa itu terjadi bertahun yang lampau.
“Mengapa pukulan itu masih terasa sakit setelah sekian lama? Karena dia adalah seorang karateka yang ahli dalam berkelahi. Dia tahu apa yang harus dilakukannya untuk melukaimu. Roni, dalam berbicara kamu menyandang sabuk hitam. Kamu ahli berkata-kata. Kalau kamu menyakiti puteriKu dengan keahlianmu itu maka kamu tidak beda jauh dengan karateka yang telah memukulmu. Kamu melukai hati orang yang tak mampu membalas perkataan tajammu. Kamu yang kuat dalam perkataan telah menghancurkan hati orang yang lemah dalam perkataan. Itu perbuatan yang salah dan sebenarnya kamu sedang menghancurkan pernikahanmu.” Tegur Tuhan lagi.
Hari itu Roni menyadari bahwa lidah yang tajam bukan hanya melukai, tetapi menghancurkan hati kekasih jiwanya. Bila kasih ada di hati kita, tidak seharusnya kita menghancurkan hati orang lain, meskipun itu musuh atau orang yang kejam kepada kita. Nyatakan ketidaksetujuan kita dengan cara yang benar dan tanpa emosi yang meledak-ledak. Perkataan yang lemah lembut lebih didengar daripada perkataan yang disampaikan dengan cara kasar.
JAWABAN YANG LEMAH LEMBUT MEREDAKAN KEGERAMAN, TETAPI PERKATAAN YANG PEDAS MEMBANGKITKAN AMARAH.
By : FANNY
0 comments:
Post a Comment