Ada cerita lucu mengenai orang atheis yang aku temukan di sebbuah majalah. Kisah ini bukan untuk mendiskreditkan kelompok tertentu, tapi justru untuk merenungkan apa jadinya jika Tuhan itu mengabulkan semua permohonan manusia sesuai kehendak kita. Kita ini makhluk yang lemah, yang cenderung ingin menang sendiri, dan seringkali begitulah juga isi doa kita. Yaitu agar kita menang dan tak perlu memusingkan apa yang terjadi dengan pihak lain. Padahal Tuhan telah membuat rencana yang terbaik buat kita.
Seringkali kita juga seolah melupakan Tuhan saat kita dalam keadaan senang. Meski kita mengaku beriman, namun Tuhan adalah prioritas kesekian dalam daftar kita. Dan begitu kita dalam kesulitan, kita pun berteriak menuntut Tuhan mengabulkan permohonan kita. Lalu apakah bedanya kita dengan orang atheis? Hanya berbeda status di KTP kah?
Kali ini kita akan tertawa sejenak, tapi di akhir cerita, kembalilah merenungkan: apakah selama ini kita sudah berdoa dengan benar? Apakah kita sudah menganggap Tuhan itu yang terpenting dalam hidup kita?
-----
Seorang atheis sedang berjalan di tengah hutan. ‘Wah! Sungguh indah pepohonan, sungai dan hewan-hewan di sini!’, katanya sambil menikmati pemandangan di sekelilingnya.
Saat sedang berjalan di pinggir sungai, tiba-tiba ia mendengar suatu suara di balik semak-semak. Seekor beruang besar setinggi 2 meter muncul lalu menyerangnya. Ia berusaha lari, tapi malah tersandung dan tersungkur ke tanah. Pada waktu ia berusaha untuk bangun, ia melihat beruang itu sudah berdiri tepat di atasnya dengan cakarnya yang sudah siap untuk merobek-robek tubuhnya.
Si atheis kontan menjerit, ‘Oh Tuhaaaan…!!!’ Dan mendadak waktu pun berhenti… Beruang itu menjadi diam, aliran sungai terhenti, dan seisi hutan menjadi sepi. Seberkas sinar muncul menerpa wajah si atheis, dan terdengarlah suara dari langit: ‘Selama ini kamu menentangKu, menghasut semua orang bahwa Aku ini tidak ada, serta menyangkal semua ciptaanKu. Lalu sekarang kau menyebut namaKu untuk minta tolong. Haruskah Aku menolongmu?’
Jawab si atheis, ‘Mungkin terlalu munafik dan tidak adil bagiMu jika aku mendadak meminta untuk menganggapku orang beriman dan langsung menolongku. Tapi, sudikah Kau menjadikan beruang ini binatang yang beriman?’ Suara itupun menjawab, ‘Baiklah’
Sinar surgawi itupun lenyap, dan seketika itu juga semua kembali seperti semula. Beruang itu masih berdiri di depan si atheis namun tidak jadi menyerangnya, malah melipat kedua cakarnya, menundukkan kepalanya, sambil berkata, ‘Ya Tuhan, berkatilah makanan yang sudah tersedia di depanku ini…agar menjadi kekuatan bagiku untuk memuliakan namaMu… Amin’.
Ditulis oleh: Fanda
Seringkali kita juga seolah melupakan Tuhan saat kita dalam keadaan senang. Meski kita mengaku beriman, namun Tuhan adalah prioritas kesekian dalam daftar kita. Dan begitu kita dalam kesulitan, kita pun berteriak menuntut Tuhan mengabulkan permohonan kita. Lalu apakah bedanya kita dengan orang atheis? Hanya berbeda status di KTP kah?
Kali ini kita akan tertawa sejenak, tapi di akhir cerita, kembalilah merenungkan: apakah selama ini kita sudah berdoa dengan benar? Apakah kita sudah menganggap Tuhan itu yang terpenting dalam hidup kita?
-----
Seorang atheis sedang berjalan di tengah hutan. ‘Wah! Sungguh indah pepohonan, sungai dan hewan-hewan di sini!’, katanya sambil menikmati pemandangan di sekelilingnya.
Saat sedang berjalan di pinggir sungai, tiba-tiba ia mendengar suatu suara di balik semak-semak. Seekor beruang besar setinggi 2 meter muncul lalu menyerangnya. Ia berusaha lari, tapi malah tersandung dan tersungkur ke tanah. Pada waktu ia berusaha untuk bangun, ia melihat beruang itu sudah berdiri tepat di atasnya dengan cakarnya yang sudah siap untuk merobek-robek tubuhnya.
Si atheis kontan menjerit, ‘Oh Tuhaaaan…!!!’ Dan mendadak waktu pun berhenti… Beruang itu menjadi diam, aliran sungai terhenti, dan seisi hutan menjadi sepi. Seberkas sinar muncul menerpa wajah si atheis, dan terdengarlah suara dari langit: ‘Selama ini kamu menentangKu, menghasut semua orang bahwa Aku ini tidak ada, serta menyangkal semua ciptaanKu. Lalu sekarang kau menyebut namaKu untuk minta tolong. Haruskah Aku menolongmu?’
Jawab si atheis, ‘Mungkin terlalu munafik dan tidak adil bagiMu jika aku mendadak meminta untuk menganggapku orang beriman dan langsung menolongku. Tapi, sudikah Kau menjadikan beruang ini binatang yang beriman?’ Suara itupun menjawab, ‘Baiklah’
Sinar surgawi itupun lenyap, dan seketika itu juga semua kembali seperti semula. Beruang itu masih berdiri di depan si atheis namun tidak jadi menyerangnya, malah melipat kedua cakarnya, menundukkan kepalanya, sambil berkata, ‘Ya Tuhan, berkatilah makanan yang sudah tersedia di depanku ini…agar menjadi kekuatan bagiku untuk memuliakan namaMu… Amin’.
Ditulis oleh: Fanda
0 comments:
Post a Comment