Tukang periuk adalah seorang yang membuat bejana dari tanah liat. Ia dituntut untuk dapat menemukan tanah liat yang bagus karena dia tak bisa mengubah kualitas tanah yang biasa. Tanah liat yang bagus mempermudah pengerjaannya dan hasilnya tidak mudah retak. Tanah liat yang digunakan adalah tanah liat merah, tetapi kadang-kadang dicampur dengan batu gamping atau kapur.
Pertama-tama tanah liat itu dibiarkan terkena sinar matahari, embun atau hujan. Hal ini dimaksudkan supaya terbebas dari hal-hal yang tak berguna, seperti binatang-binatang kecil. Kemudian ditambahkan air sedikit demi sedikit sambil diinjak-injak. Setelah tanah liat siap, tukang periuk akan membentuknya sesuai dengan yang diinginkannya. Ada yang dimasukkan ke dalam cetakan. Ada pula yang dibentuk dengan tangan. Biasanya ini berupa tungku atau mainan. Ada yang dibentuk di atas roda atau sesuatu yang bisa berputar. Ini merupakan cara yang paling umum.
Setelah terbentuk, tanah liat itu dibiarkan mengeras. Proses yang terakhir adalah pembakaran. Tetapi justru di bagian akhir inilah merupakan ‘ujian’ yang sesungguhnya dari tanah liat tersebut. Pembakaran dengan temperatur yang tinggi akan membuat periuk itu menjadi matang. Periuk yang matang tidak akan mudah hancur atau pecah dan tidak akan membuat air meresap keluar.
Seperti tukang periuk menginginkan tanah liat yang dibentuknya menjadi barang yang indah dan berguna, demikian juga maksud Tuhan terhadap kita. Marilah kita relakan diri ini untuk melalui proses yang mungkin menyakitkan. Sengatan masalah berguna untuk membunuh kuman rohani dalam diri kita. Pijakan kaki Tuhan berguna untuki melembutkan hati kita dan membuat kita tak mudah retak. Kelembutan tanganNya memoles diri kita menjadi seperti yang Dia mau. Api kesengsaraan akan mendewasakan iman kita.
By FANNY
0 comments:
Post a Comment