Prakata : berikut ini adalah cerpen yang dikirim oleh Loveli Onelia. Sudah saya rubah sedikit terutama di bagian tanda baca dan pemakaian huruf besar. Inti cerita tidak dirubah. Dalam postingan berikut, akan saya uraikan saran dan kritik untuk cerpen ini.
Saat melihat tajam wajah langit yang berhiaskan bulan dan bintang disanalah terdapat secercah harapan bagi seorang gadis yang berdiri didekat jendela sembari menikmati indah dan sejuknya malam hari. Keadaan itulah yang mungkin akan menghapuskan sejenak dari liku-liku kehidupannya.
Bagi dia kehidupan yang sedang ia hadapi adalah kehidupan yang sangat membosankan, karena kehidupan yang ia jalani dari hari ke hari tak ada perubahan. Dia bingung apalagi yang harus ia jalani untuk mengisi kehidupanya yang kosong itu, entahlah mungkin hanya waktu yang dapat menjawabnya.
Hari berjalan seperti biasanya. Seseorang bangun untuk menjalankan aktivitas sehari-hari. Begitu pula dengan Luna. Dia bangun dari tidurnya untuk menjalankan aktivitas yang membosankan itu. Seperti biasa dia berangkat ke sekolah dengan diiringi suara keributan didalam rumahnya. Suasana penuh kebencian dan kemarahan hampir setiap pagi ia rasakan. Sesampai disekolah ia pun mengikuti berbagai macam mata pelajaran, berbagai macam materi pun ia dapatkan dan membuat otaknya rasanya ingin pecah. Ditambah lagi dengan temannya yang selalu ingin menyakiti perasaan Luna. Ia merasa sudah tidak ada lagi cinta didalam kehidupanya. Cinta teman, orangtua, sahabat, maupun kekasih, semua lenyap didalam kesedihanya. Yang ia dapatkan hanyalah kesedihan, kemarahan, dan kebencian. Apalagi kalau urusan percintaan, Luna tidak pernah merasakan indahnya jatuh cinta. Ia hanya dapat melihat orang yang jatuh cinta tetapi sebenarnya ia tidak pernah merasakannya.
Hari terus berjalan. Saat Mutia ingin masuk ke dalam kelas, tak sengaja seorang cowok yang berwajah oriental dengan postur tubuh yang tinggi besar menabrak Mutia yang sedang asyik membaca buku.
“Eh, kamu punya mata gak sih……..?” Tegur Mutia, penuh emosi.
“Sorry, aku gak sengaja.” “Lain kali kalau jalan pake mata.”
“Ya, maaf. O ya, kita belum berkenalan. Namaku Leo.” Cowok itu mengulurkan tangannya.
“Luna. Nice to meet you.”
“Nice to meet you.”
Hari tak berjalan begitu lama. Leo terus mengejar dan berusaha mendekati Luna, karena Leo sangat penasaran dengan sikap luna yang selalu cuek dan tidak pernah memperdulikan orang yang ada disekitarnya. Walaupun Leo sering tidak di pedulikan oleh Luna, tetapi Leo terus berusaha untuk menjadi teman Luna.
Hari minggu pagi yang cerah, seperti biasanya Luna pergi berolahraga Berkeliling perumahan untuk menyegarkan tubuh. Tak lupa ia pun selalu ditemani anjing putih kesayanganya yang selalu menemaninya. Tak terasa jam telah menunjukan pukul 07.00 kini saatnya kembali pulang kerumah. Saat perjalanan pulang kerumah, Luna di hadang oleh 5 orang preman dan kebetulan Leo yang sedang berada disana.
Leo pun menolong Luna yang sedang diganggu oleh preman tersebut. Dengan jantannya Leo menghadapi preman itu meskipun agak sedikit takut, tetapi ia berusaha untuk memberanikan diri. Untunglah preman itu lekas pergi jika tidak matilah riwayat Leo. Akan tetapi setelah preman itu pergi Luna hanya mengucapkan terima kasih dan langsung pergi tanpa memperdulikan Leo yang sedang terluka lantaran menghadapi preman tadi.
Tetapi Leo tak peduli dengan lukanya. Dia langsung mengejar Luna untuk meminta penjelasan mengapa dia selalu cuek terhadap Leo.
“Eh kamu gak tau diri banget sih !” Kata Leo melampiaskan amarahnya
“Eh, gua kan dah bilang makasi ke elo, memang itu belum cukup apa?”
“Sekarang aku tanya sama kamu, kenapa kamu selalu cuek sama aku dan kenapa kamu gak mau temenan sama aku? Apa kamu udah gak punya cinta?”
“Apaan sih? Kamu gak usah ikut campur sama urusan aku!”
“Aku gak nyangka cewek secantik kamu takut dengan kehidupan, dan kenapa kamu selalu menghindar dari semua orang yang sayang sama kamu?”
“Karena aku benci dengan cinta, puas kamu?” Ujar Luna sembari meninggalkan Leo.
Sejak kejadian itu hubungan Luna dan Leo semakin jauh, seperti terhalang oleh tembok yang sangat besar. Tak seperti biasanya, Leo yang semula sangat antusias untuk menjadi teman Luna, kini menjadi tidak ingin berhubungan dengan Luna. Demikian pula dengan Luna, Luna kini menjadi semakin membenci Leo melebihi kebenciaannya yang dahulu. Entahlah apa yang sedang terjadi pada mereka berdua.
Dua bulan telah berlalu. Saat pelajaran kimia dimulai, Luna dan murid-murid yang lain langsung memasuki ruang laboratorium untuk melakukan praktek kimia. Berbagai macam instruksi telah diberikan oleh bapak ibu guru, bagaimana cara penggunaan alat-alat laboratorium. Akan tetapi saat guru pergi meninggalkan ruang laboratorium, murid-murid menjadi rame. Sampai akhirnya salah satu teman Luna tidak sengaja menyenggol lilin yang berada disampingnya hingga terjatuh dan mengenai cairan kimia. Kebakaran pun akhirnya terjadi. Semua siswa langsung pergi keluar untuk menyelamatkan diri, akan tetapi Leo yang dari tadi mencari-cari Luna, tidak kunjung menemukanya. Leo pun yakin Luna masih terjebak didalam ruang tersebut lalu. Dengan secepat kilat Leo pun masuk kedalam untuk mencari Luna.
Asap tebal dan panasnya api tak menyurutkan hati Leo untuk mencari Luna. Terlihat di balik lemari, Luna sedang bersembunyi dari ganasnya si jago merah. Dengan nafas yang tersenggal-senggal Leo mengajak Luna untuk meninggalkan tempat tersebut. Akan tetapi setelah mereka berdua keluar, Leo merasa tidak kuat lagi untuk menopang tubuhnya akhirnya pun Leo jatuh dan tak sadarkan diri.
Setelah Leo membuka matanya, dia tak menyangka bahwa yang berada disampingya adalah Luna yang dengan setia menunngu Leo. Dengan rasa bersalah Luna berbicara pada Leo untuk minta maaf.
“Leo, maafin aku ya!”
“Ya gak apa-apa kok.” “Maafin aku ya kalau aku selama ini aku benci sama kamu.”
“Ga papa, aku sudah maafin kamu kok tapi kamu harus tau arti cinta yang sesungguhnya adalah menerima apa adanya dan cinta bukan hanya dengan kekasih tetapi bisa dengan apa aja. Aku yakin kamu pasti punya cinta didalam hidup kamu.” Leo tersenyum memandang Luna.
“Sahabat.” Leo mengulurkan tangan pada Luna “Ya, you’re my best friend.” Luna tersenyum bahagia
Sejak saat itu Luna selalu memikirkan kata-kata Leo. Kata-kata yang singkat tetapi penuh makna. Luna berfikir apa yang dikatakan Leo memang benar dan kini ia menjadi sadar kalau dia butuh cinta didalam kehidupannya. Dia tidak bisa menghindar dari cinta dan walaupun Luna belum mendapatkan cinta seorang kekasih dan hangatnya keluarga tetapi ia menemukan dan mendapatkan cinta dari sebuah persahabatan. Luna pun kini merasa yakin bahwa ia tidak harus benci kepada cinta.
0 comments:
Post a Comment