Monday, August 23, 2010

TANIA karya ANAA

Prakata : Ini dia cerpen karya Anaa, salah satu pemenang lomba menulis cerpen yang baru saja berakhir. Yuk, kita baca rame-rame..!!

TANIA
OLEH ANAA


Hari ini, hujan mengguyur bumi. Membuat Tania enggan beranjak dari tempat duduknya. Ia masih saja asyik menikmati gemericik suara air yang menghantam tanah dan memberikan efek cipratan dikakinya. Imajinasi Tania melayang ke sebuah padang rumput hijau nan asri. Terbayang sosok sang bunda, dengan lembut menggenggam tangannya.

“Mbak Tania, ayo masuk. Ini kan sudah sore. Nanti bisa masuk angin lho”. Suara mbok Nah membuyarkan imajinasi Tania. Meski agak kesal, Tania tak menolak saat mbok Nah menuntunnya masuk ke dalam. Mbok Nah adalah satu-satunya orang yang ia miliki sekarang. Ayah, bunda, dan Diandra, adik semata wayangnya tewas dalam sebuah kecelakaan mobil. Ia sendiri sebenarnya sempat kritis, namun sepertinya Tuhan masih memberinya kesempatan untuk merasakan nikmat-Nya.

Begitu selesai berganti pakaian, Tania menuju meja makan yang letaknya bersebelahan dengan ruang dapur. Disana mbok Nah sudah menyediakan semangkuk bubur sum-sum hangat. Makanan kesukaannya yang biasa disiapkan sang bunda untuk mereka nikmati bersama. Memang sulit bagi Tania untuk melupakan itu semua, karena seluruh bagian dari rumah itu penuh dengan kenangan manis.

Malam telah larut, namun hujan belum juga reda. Hal itu membuat Tania tak kunjung memejamkan mata. Baginya, hujan adalah momen khusus yang tidak boleh untuk dilewatkan. Suasana yang tercipta, selalu berhasil menyeret Tania ke satu dimensi, dimana tak ada keterbatasan yang bisa menghalanginya. Disisi lain, mbok Nah tampak mengusap air mata yang menetes di pipinya saat memandangi anak majikan yang sudah diasuhnya sejak bayi. Mungkin wanita renta itu terlalu miris menyaksikan gadis remaja yang dulu sangat periang, kini menjadi gadis buta yang menghabiskan seluruh waktunya hanya di dalam rumah.
***

Tania terbangun saat merasakan hangat sinar mentari menyentuh kulitnya. Suasana hatinya tak terlalu bagus hari ini. Ia membanting vas, pigura, hiasan, dan seluruh benda yang berhasil dijangkau oleh tangannya. Perasaan bersalah atas kecelakaan maut itu kembali menghinggapinya, ia marah kenapa hanya dirinya yang selamat, kenapa ia tak ikut mati saja agar tak harus menderita seperti sekarang, ia juga kesal, mengingat semua teman yang dulu selalu ada, kini justru menghilang saat dirinya benar-benar membutuhkan motivasi, semua bercampur menjadi satu. Dadanya sesak, tak sanggup menampung semua beban yang dihadapinya.

Mbok Nah tampak panik saat memasuki kamar Tania, meski bukan kali ini saja gadis itu mengamuk. Beberapa saat kemudian, baru mbok Nah berhasil membuat Tania tenang. Dengan penuh kasih sayang, dibelainya rambut panjang Tania yang awut-awutan. “Mbak Tania nggak boleh begini lagi ya. Mbok sedih mbak, kalo mbak Tania ngamuk-ngamuk. Pasti Ibu juga sedih kalau ngeliat mbak begini”. Tania hanya bisa terisak mendengar kata-kata Mbok Nah barusan. Meski tak bisa melihat tapi Tania bisa merasakan bahwa wanita yang selalu setia merawatnya itu susah payah mengucapkannya karena menahan tangis.

“Kita ke dapur yuk mbak, temenin mbok masak”. Tania menurut, sebab yang diinginkannya sekarang hanyalah terlepas dari rasa sedih dan kecewa yang berlarut-larut.

“Itu yang namanya kekian mbak. Yang biasa mbok pakai buat bikin cap cay. Bentuk mentahnya kayak gitu”. “Kalau ini apa mbok?” “Itu timun mbak”. Mbok Nah tampak bersemangat menerangkan satu persatu setiap benda yang Tania pegang. Tania sendiri tampak menikmati kegiatan barunya. Meski kelihatannya sederhana tetapi banyak pelajaran yang bisa dipetik. Ternyata tak ada yang benar-benar berubah selama ini. Dirinya sendirilah yang membuat hidup Tania tampak tak berarti. Matanya memang tidak bisa berfungsi seperti dulu, tapi hatinya masih bisa merasa. Tania bersyukur sekali, meski kehilangan seluruh keluarganya, ia masih memiliki mbok Nah. Orang yang tak memiliki pertalian darah tapi sangat tulus menyayanginya.

***
Ketika tengah mengubah posisi tidurnya, tiba-tiba terdengar suara tembakan dari arah kamar mbok Bah. Jantung Tania berdegup kencang. Ia turun dari tempat tidurnya dan mengambil posisi di pojok ruangan, meringkuk ketakutan. Tidak berapa lama, pintu kamarnya yang terkunci, dibuka secara paksa dari arah luar. Suara beberapa langkah kaki mendekatinya. Tubuh Tania gemetar hebat. Kepalanya dipukul dengan benda keras. Setelah itu Tania tak ingat apa-apa lagi.

***
“Mbak…mbak…mbak tidak apa-apa?” Terdengar suara lelaki yang tidak asing ditelinga Tania. “Mbok Nah, bagaimana keadaan mbok Nah?”, Tania meronta panik begitu kesadarannya penuh. “Tenang mbak, mbok Nah sudah tidak apa-apa. Sekarang yang penting mbak istirahat dulu saja”. Mendengar mbok Nah ternyata tidak apa-apa Tania menjadi tenang. Ia juga sudah berhasil mengingat suara orang yang berbicara dengannya. Itu suara kang Usman, anak bungsu mbok Nah yang sesekali datang kerumahnya untuk mengurus kebun.

Seminggu kemudian, keadaan Tania telah pulih. Begitu mengetahui bahwa dokter mengatakan, ia sudah bisa keluar dari rumah sakit, ia terus mendesak kang Usman yang sejak kejadian malam itu senantiasa menemaninya untuk memberitahukan keadaan mbok Nah. Wajah kang Usman pucat karena kebingungan mencari cara yang tepat untuk menceritakan hal yang sebenarnya kepada anak majikan ibunya itu.

“Mbok…mbok. Tania sudah pulang mbok. Mbok dimana?” Kang Usman semakin salah tingkah. Ia benar-benar tak tahu harus bagaimana. “Kang, mbok Nah mana, kok nggak ada suaranya?” “Ehmm…mbak…simbok sudah nggak kerja disini lagi. Sudah waktunya beliau istirahat. Sekarang simbok sudah tenang”. Meski tak yakin tapi Tania tahu kemana arah pembicaraan kang Usman. Terdengar sekali dari suaranya yang serak. Tak kuasa Tania menahan air matanya, tangisnya meledak. Kang Usman sendiri hanya bisa membisu, tak kuasa mengingat bahwa Mbok Nah tewas tertembak dalam perampokan yang terjadi pada malam naas itu.
***
Tania tersenyum bangga saat namanya dipanggil sebagai salah satu juara penulis muda berbakat tahun itu. Kisah perjuangannya sebagai tuna netra yang berhasil bangkit dari keterpurukannya telah menginspirasi banyak orang. “Piala ini untuk kalian Yah, Bunda, Diandra, dan Mbok Nah”, bisik Tania saat menerima penghargaan.

Artikel Bersangkutan

0 comments:

 
Indonesia dulu dikenal sebagai bangsa yang toleran dan penuh sikap tenggang rasa. Namun, kini penilaian tersebut tidak dapat diamini begitu saja, karena semakin besarnya keragu-raguan dalam hal ini. Kenyataan yang ada menunjukkan, hak-hak kaum minoritas tidak dipertahankan pemerintah, bahkan hingga terjadi proses salah paham yang sangat jauh.
free counters

Blog Archive

Seseorang yang mandiri adalah seseorang yang berhasil membangun nilai dirinya sedemikian sehingga mampu menempatkan perannya dalam alam kehidupan kemanusiaannya dengan penuh manfaat. Kemandirian seseorang dapat terukur misalnya dengan sejauh mana kehadiran dirinya memberikan manfaat kearah kesempurnaan dalam sistemnya yang lebih luas. Salam Kenal Dari Miztalie Buat Shobat Semua.
The Republic of Indonesian Blogger | Garuda di DadakuTopOfBlogs Internet Users Handbook, 2012, 2nd Ed. Avoid the scams while doing business online

Kolom blog tutorial Back Link PickMe Back Link review http://miztalie-poke.blogspot.com on alexa.comblog-indonesia.com

You need install flash player to listen us, click here to download
My Popularity (by popuri.us)

friends

Meta Tag Vs miztalie Poke | Template Ireng Manis © 2010 Free Template Ajah. Distribution by Automotive Cars. Supported by google and Mozila