Oleh : Ubaydillah, AN
Meminimalisir & Mentransformasi
Dari kecenderungan yang bisa dibaca di lapangan, gelombang PHK memang terus berlanjut dan belum menunjukkan tanda-tanda kapan berhenti. Kalau kita termasuk salah satu dari mereka-mereka yang terkena PHK itu, mungkin kita termasuk orang yang sangat berpotensi terkena stress. Jobless termasuk salah satu stressor yang paling umum di kita.
Stress akibat jobless itu ada yang datangnya jauh-jauh hari menjelang keputusan PHK diberlakukan. Biasanya ada bisik-bisik atau rumor yang beredar kalau PHK akan dijalankan perusahaan. Untuk orang yang merasa prospek karirnya tidak bagus, keahliannya belum bisa "dijual", plus punya tanggungan, misalnya kredit atau pasangan tidak bekerja, keputusan PHK ibarat terkena sambaran petir.
Ada yang datangnya saat PHK diumumkan. Misalnya saja kita merasa aman atau merasa tidak termasuk orang yang terkena PHK, tetapi tiba-tiba kita seperti orang yang terkena pukulan mendadak. Nama kita masuk, padahal kita secara mental belum siap. Rasa pukulan yang tidak kita antisipasi itu mungkin terasa lebih dalam menusuk sampai ulu hati.
Ada juga yang datangnya itu ketika kita mengalami kenyataan bahwa ternyata mencari pekerjaan lagi itu tidak mudah. Sudah puluhan lamaran kita layangkan, tetapi tak satu pun jawaban datang. Jika ini masih ditambah lagi dengan terkikisnya uang pesangon dan rasa malu, lama-lama bisa stress. Apalagi jika ditambah dengan konflik akibat kesalahpahaman di dalam keluarga. Ini bisa membuat semakin tinggi kadar stress-nya.
Apa ada sesuatu yang masih bisa kita lakukan untuk menyiasati keadaan buruk ini? Tentu masih ada. Hanya saja memang itu bukan pilihan yang ideal. Kalau melihat ke teorinya, dalam keadaan seburuk apapun, pasti masih ada sesuatu yang bisa kita lakukan dan itu bermanfaat buat kita, entah untuk kehidupan sekarang atau untuk kehidupan nanti. Ini antara lain:
Pertama, meminimalisir kadar stress. Kenapa perlu diminimalisir? Secara teori, yang disebut stressor (sumber stress) itu memang selalu faktor eksternal, misalnya jobless akibat PHK itu. Stress adalah tekanan dari luar yang bisa membuat seseorang merasa tertekan jiwanya (Canadian Centre for Occupational Health & Safety: 1997). Dengan pengertian ini berarti wajarlah kalau kita stress saat jobless.
Cuma, yang menentukan kadar rendah-tingginya stress itu bukan faktor eksternal. Kitalah yang menentukan itu. Karena itu, pada akhirnya Phillip L. Rice (1992) menyimpulkan bahwa stress itu lebih merupakan produk dari proses kognitif di dalam diri seseorang yang terkait dengan bagaimana seseorang menilai dan mengevaluasi situasi. Artinya, semakin sering kita memunculkan penilaian negatif terhadap situasi yang kita hadapi, maka kadar stress yang kita derita akan cenderung semakin meninggi.
Stress yang kadarnya meninggi itu biasa disebut depresi dan inilah yang perlu kita antisipasi (minimalisir). Jangan sampai sudah jobless terkena depresi pula. Mengulangi apa yang sudah sering kita bahas di sini, depresi adalah keadaan batin yang tertekan secara berkelanjutan. Depresi adalah stress berat yang belum berhasil teratasi secara positif. Depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan berperilaku) seseorang (Phillip L. Rice: 1992)
BEBERAPA GEJALA UMUM DEPRESI*
* Memburuknya perasaan dan persepsi seseorang terhadap dirinya.
* Memburuknya kemampuan seseorang dalam menanggapi persoalan
* Tidak bisa menemukan kesenangan dalam berbagai hal
* Munculnya perasaan putus asa, tidak berharga, atau tidak berdaya lagi
* Berlebihan dalam menilai diri secara negatif, selalu menyalahkan diri sendiri, dan selalu menghakimi diri dengan kesimpulan-kesimpulan yang negatif.
* Tidak memilih gairah seksual yang positif
* Tidak bisa menciptakan hubungan yang hangat kepada teman atau keluarga
* Pesimis dalam melihat masa depan
* Tidak menunjukkan rasa bertanggung jawab terhadap pekerjaan
* Cenderung ingin menarik diri dari orang banyak
* Memburuknya sikap dan tindakan sehari-hari
* Cepat marah, cepat mengeluh atau menggerutu
* Tidak puas dengan kehidupannya (kufur mental)
* Ingatannya tidak bagus atau rusak (impaired memory)
* Konsentrasinya tidak bagus (inability to concentrate)
* Gamang dalam melangkah, tidak memiliki keputusan hidup yang jelas
* Gagal dalam mengatasi persoalan hidup harian secara positif dan konstruktif atau lebih cenderung membiarkan dan mengabaikan.
* Berpikir untuk bunuh diri atau "ingin mati saja"
* Mudah kelelahan secara tidak wajar
* Kurang energi atau tidak produktif
* Hilang nafsu makan atau sebaliknya (terlalu berlebihan ingin makan)
* Susah tidur, sulit bangun pagi atau tidur terus (berlebihan)
* Punya keluhan kesehatan fisik yang tidak wajar, sedikit-sedikit sakit kepala, sakit punggung, dan lain-lain
* Mengalami gangguan pencernaan (digestive problem), seperti mudah sakit perut, mual-mual, dan semisalnya.
*) Lihat beberapa artikel ttg depresi di: www. e-psikologi.com
Kedua, mentransformasikannya ke dalam berbagai keputusan dan tindakan yang kreatif. Ini memang yang paling ideal, meskipun prosesnya harus melalui berbagai tahap. Banyak kita jumpai orang yang mendapatkan berkah berupa ide kreatif setelah di PHK. Seorang ibu di Tangerang malah menjadi perusahaan rekanan yang sangat diperhitungkan oleh perusahaan tempat dulu ia bekerja karena ide kreatifnya dalam menggagas produk baru.
Ibu itu termasuk orang yang mendapatkan berkah di balik musibah (blessing in disguise). Kalau melihat ke ajaran agamanya, di balik semua musibah itu pasti ada hikmah dan berkah. Tetapi, hikmah dan berkah itu tidak datang sendiri (given), melainkan harus ditemukan dengan berbagai upaya (achieved). Transformsi termasuk upaya penting dalam menemukan hikmah dan berkah itu.
"Stress itu sifatnya sementara, tetapi yang membuatnya abadi adalah kegagalan kita menanganinya secara positif."
Beberapa Cara Meminimalisir
Kalau mengacu ke pendapatnya Phillip L. Rice dan beberapa pakar lain, cara yang bisa kita tempuh untuk meminimalisir stress itu antara lain adalah:
1. Preventive (Mencegah)
Untuk cara preventif ini bisa dilakukan dengan berbagai tehnik, antara lain adalah adaptasi dengan keadaan (avoiding by adjustment). Kita mulai menyadari dan menerima kenyataan secara konstruktif. Atau bisa juga dilakukan dengan cara mengurangi biaya kebutuhan hidup yang menurut kita perlu dipangkas menurut keadaan dan kemampuan kita (adjusting demand level). Teknik lain adalah dengan menciptakan sumber solusi baru atau menambah jumlah sumber solusi (avoiding by developing resources).
Sumber solusi ini bentuknya mungkin ada yang sifatnya sosial, psikologis, agama, atau finansial. Anda bergabung dengan salah satu forum, klub, atau kelompok kajian, menjadi member lembaga pelayanan masyarakat, dan lain-lain termasuk solusi sosial. Anda membikin kesepakatan dengan pasangan untuk menghadapi keadaan yang sulit ini termasuk solusi psikologis. Anda menggunakan uang pesangon untuk membeli outlet di pusat perbelanjaan termasuk solusi finansial. Anda aktif di beberapa kegiatan keagamaan termasuk solusi agama.
Intinya, cara preventif adalah berbagai penyiasatan yang kita lakukan agar kita tidak kedatangan stress atau agar stress yang sudah datang ke kita itu tidak membesar skalanya menjadi depresi. Menurut teori dasarnya, semua manusia sudah dibekali kapasitas untuk mengantisipasi apapun yang berpotensi membahayakan dirinya asalkan tidak kalah oleh nafsu (egoisme pribadi) atau kalah oleh godaan setan.
2. Combative (Melawan)
Cara yang combative ini bisa ditempuh dengan teknik menyelesaikan masalah riil yang kita hadapi (problem solving), baik dalam bentuk mental atau fisik, baik itu melibatkan diri sendiri saja atau dengan melibatkan orang lain. Yang bentuknya mental itu misalnya kita menghentikan berbagai opini, emosi, atau unek-unek batin yang negatif.
Sedangkan yang bentuknya fisik itu misalnya kita melakukan pekerjaan kecil-kecil yang sifatnya fun, membaca artikel atau buku yang relevan, mengurus uang pesongon, melakukan unjuk rasa, membikin kesepakatan dengan orang lain secara asertif, mengajukan surat lamaran ke berbagai perusahaan, mulai merintis usaha sendiri berdasarkan pengetahuan dan pengalaman, dan lain-lain.
Atau bisa juga dilakukan dengan teknik relaksasi dan meditasi. Tehnik ini bisa diakukan dengan instruktur atau tanpa instruktur. Dasar relaksasi atau meditasi adalah kita membebaskan diri dari berbagai ancaman dan tekanan yang kita rasakan. Kita berupaya menciptakan jarak antara diri kita, kita, dan masalah yang kita hadapi. Dengan tehnik ini, kita merasakan diri kita bebas, kosong, dan rileks. Idealnya, teknik ini dilakukan di tempat yang sepi dari keramian atau dalam suasana yang sepi, katakanlah misalnya saja tengah malam di rumah.
Teknik ini bisa juga dilakukan dengan beribadah atau berdoa atau berbagai upaya untuk mendekatkan diri dengan Tuhan. Secara jiwa, begitu kita memiliki rasa dekat dengan Tuhan (kebersamaan dengan Tuhan), rasa itu akan memunculkan kekuatan baru yang memungkinkan kita untuk berkesimpulan bahwa kita akan sanggup melawan stress, kita berada di bawah lindungan-Nya, kita dekat dengan pertolongan-Nya.
Sejauh rasa dekat dengan Tuhan itu digunakan secara positif, pasti itu bagus. Misalnya kita merasa dekat dengan Tuhan dan rasa itu kita gunakan untuk mempertebal keyakinan dalam bertindak, tidak takut terhadap realitas, atau tidak merasa kosong (feeling of empty). Tetapi jika hanya berhenti pada merasakan perasaan itu, apalagi kalau hanya kita gunakan untuk membangun arogansi ke luar, pasti manfaatnya terlalu kecil dan lebih sering membahayakan. Jadi, ledakkan energi spiritual itu ke dalam.
"Tiga cara sederhana menghadapi stress adalah: jangan bernafsu mengubah sesuatu yang sudah tidak mungkin diubah, ubahlah sesuatu yang masih bisa diubah, dan hindari hal-hal yang berpotensi mendatangkan stress"
(Jim Rohn)
Sembilan "Jangan"
Kalau melihat bagaimana tabiat dunia ini bekerja, ada beberapa hal yang nampaknya perlu kita hindari. Ini antara lain;
1. Jangan membiarkan kemalasan. Tetap memiliki agenda positif saat bangun pagi, minimalnya membaca buku, membaca Kitab Suci, merapikan file, merapikan ruang kerja atau merapikan kamar / rumah. Kemalasan malah mengundang "ke-sial-an". Lawanlah kemalasan dengan melakukan sesuatu.
2. Jangan larut ke asumsi umum yang negatif. Meskipun BBM lagi naik, banyak usaha yang tutup, banyak kantor yang mengurangi karyawannya, dan lain-lain, tetapi ini tidak berarti pintu solusi untuk masalah yang kita hadapi sudah terkunci. Pasti ada solusi tersendiri untuk kita
3. Jangan menjauh dari orang-orang positif atau malah justru dekat dengan orang-orang negatif. Kalau perlu kontak lagi atau temukan lagi beberapa orang yang menurut Anda positif.
4. Jangan terbawa nafsu untuk membeli rencana yang tingkat ketidakjelasannya tinggi, misalnya bisnis dengan uang pesangon di bidang yang Anda sendiri blank atau setengah blank. Bermainlah di hal-hal yang tingkat kepastiannya tinggi.
5. Jangan larut ke berbagai aktivitas yang sifatnya fun namun berlebihan, misalnya main game seharian, nongkrong dan kongkow tidak jelas seharian, memancing seharian, dan lain-lain. Lakukan hal yang mendesak, penting, atau fun secara seimbang.
6. Jangan memancing konflik dengan orang lain, lebih-lebih dengan keluarga. Untuk sekali seumur hidup, tidak ada salahnya kita memaafkan orang yang kurang paham atau salah paham dengan kita. Maksunya, tingkatkan toleransi. Fokus Anda adalah menemukan pekerjaan / profesi baru, bukan untuk mengurusi konflik.
7. Jangan membiarkan munculnya kesimpulan negatif terhadap realitas. Akan lebih baik kalau kita berpikir pasti akan ada yang disebut "blessing in disguise." Ini lebih mencerahkan batin.
8. Jangan mencari atau mengharapkan sesuatu yang tidak ada saat ini. Gunakan pikiran untuk menemukan apa yang bisa kita lakukan untuk memperbaiki diri kita dari keadaan saat ini dengan menggunakan yang sudah ada. Kita perlu menemukan jawabannya sebanyak mungkin lalu nanti perlu kita pilih mana yang paling bagus.
9. Jangan malah berjiwa kerdil dan pelit dengan kebaikan. Semua agama mengajarkan kita menjadi orang yang pemurah atau ringan menolong orang lain. Lebih-lebih pada saat kita terjepit oleh kegentingan. Perbanyak sedekah, baik dengan materi atau non-materi (tenaga, jasa, ilmu, dst) sesuai kemampuan kita.
"Cara untuk menemukan ide yang bagus adalah memunculkan ide sebanyak mungkin" (Edison)
Semoga bermanfaat
Dari kecenderungan yang bisa dibaca di lapangan, gelombang PHK memang terus berlanjut dan belum menunjukkan tanda-tanda kapan berhenti. Kalau kita termasuk salah satu dari mereka-mereka yang terkena PHK itu, mungkin kita termasuk orang yang sangat berpotensi terkena stress. Jobless termasuk salah satu stressor yang paling umum di kita.
Stress akibat jobless itu ada yang datangnya jauh-jauh hari menjelang keputusan PHK diberlakukan. Biasanya ada bisik-bisik atau rumor yang beredar kalau PHK akan dijalankan perusahaan. Untuk orang yang merasa prospek karirnya tidak bagus, keahliannya belum bisa "dijual", plus punya tanggungan, misalnya kredit atau pasangan tidak bekerja, keputusan PHK ibarat terkena sambaran petir.
Ada yang datangnya saat PHK diumumkan. Misalnya saja kita merasa aman atau merasa tidak termasuk orang yang terkena PHK, tetapi tiba-tiba kita seperti orang yang terkena pukulan mendadak. Nama kita masuk, padahal kita secara mental belum siap. Rasa pukulan yang tidak kita antisipasi itu mungkin terasa lebih dalam menusuk sampai ulu hati.
Ada juga yang datangnya itu ketika kita mengalami kenyataan bahwa ternyata mencari pekerjaan lagi itu tidak mudah. Sudah puluhan lamaran kita layangkan, tetapi tak satu pun jawaban datang. Jika ini masih ditambah lagi dengan terkikisnya uang pesangon dan rasa malu, lama-lama bisa stress. Apalagi jika ditambah dengan konflik akibat kesalahpahaman di dalam keluarga. Ini bisa membuat semakin tinggi kadar stress-nya.
Apa ada sesuatu yang masih bisa kita lakukan untuk menyiasati keadaan buruk ini? Tentu masih ada. Hanya saja memang itu bukan pilihan yang ideal. Kalau melihat ke teorinya, dalam keadaan seburuk apapun, pasti masih ada sesuatu yang bisa kita lakukan dan itu bermanfaat buat kita, entah untuk kehidupan sekarang atau untuk kehidupan nanti. Ini antara lain:
Pertama, meminimalisir kadar stress. Kenapa perlu diminimalisir? Secara teori, yang disebut stressor (sumber stress) itu memang selalu faktor eksternal, misalnya jobless akibat PHK itu. Stress adalah tekanan dari luar yang bisa membuat seseorang merasa tertekan jiwanya (Canadian Centre for Occupational Health & Safety: 1997). Dengan pengertian ini berarti wajarlah kalau kita stress saat jobless.
Cuma, yang menentukan kadar rendah-tingginya stress itu bukan faktor eksternal. Kitalah yang menentukan itu. Karena itu, pada akhirnya Phillip L. Rice (1992) menyimpulkan bahwa stress itu lebih merupakan produk dari proses kognitif di dalam diri seseorang yang terkait dengan bagaimana seseorang menilai dan mengevaluasi situasi. Artinya, semakin sering kita memunculkan penilaian negatif terhadap situasi yang kita hadapi, maka kadar stress yang kita derita akan cenderung semakin meninggi.
Stress yang kadarnya meninggi itu biasa disebut depresi dan inilah yang perlu kita antisipasi (minimalisir). Jangan sampai sudah jobless terkena depresi pula. Mengulangi apa yang sudah sering kita bahas di sini, depresi adalah keadaan batin yang tertekan secara berkelanjutan. Depresi adalah stress berat yang belum berhasil teratasi secara positif. Depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan berperilaku) seseorang (Phillip L. Rice: 1992)
BEBERAPA GEJALA UMUM DEPRESI*
* Memburuknya perasaan dan persepsi seseorang terhadap dirinya.
* Memburuknya kemampuan seseorang dalam menanggapi persoalan
* Tidak bisa menemukan kesenangan dalam berbagai hal
* Munculnya perasaan putus asa, tidak berharga, atau tidak berdaya lagi
* Berlebihan dalam menilai diri secara negatif, selalu menyalahkan diri sendiri, dan selalu menghakimi diri dengan kesimpulan-kesimpulan yang negatif.
* Tidak memilih gairah seksual yang positif
* Tidak bisa menciptakan hubungan yang hangat kepada teman atau keluarga
* Pesimis dalam melihat masa depan
* Tidak menunjukkan rasa bertanggung jawab terhadap pekerjaan
* Cenderung ingin menarik diri dari orang banyak
* Memburuknya sikap dan tindakan sehari-hari
* Cepat marah, cepat mengeluh atau menggerutu
* Tidak puas dengan kehidupannya (kufur mental)
* Ingatannya tidak bagus atau rusak (impaired memory)
* Konsentrasinya tidak bagus (inability to concentrate)
* Gamang dalam melangkah, tidak memiliki keputusan hidup yang jelas
* Gagal dalam mengatasi persoalan hidup harian secara positif dan konstruktif atau lebih cenderung membiarkan dan mengabaikan.
* Berpikir untuk bunuh diri atau "ingin mati saja"
* Mudah kelelahan secara tidak wajar
* Kurang energi atau tidak produktif
* Hilang nafsu makan atau sebaliknya (terlalu berlebihan ingin makan)
* Susah tidur, sulit bangun pagi atau tidur terus (berlebihan)
* Punya keluhan kesehatan fisik yang tidak wajar, sedikit-sedikit sakit kepala, sakit punggung, dan lain-lain
* Mengalami gangguan pencernaan (digestive problem), seperti mudah sakit perut, mual-mual, dan semisalnya.
*) Lihat beberapa artikel ttg depresi di: www. e-psikologi.com
Kedua, mentransformasikannya ke dalam berbagai keputusan dan tindakan yang kreatif. Ini memang yang paling ideal, meskipun prosesnya harus melalui berbagai tahap. Banyak kita jumpai orang yang mendapatkan berkah berupa ide kreatif setelah di PHK. Seorang ibu di Tangerang malah menjadi perusahaan rekanan yang sangat diperhitungkan oleh perusahaan tempat dulu ia bekerja karena ide kreatifnya dalam menggagas produk baru.
Ibu itu termasuk orang yang mendapatkan berkah di balik musibah (blessing in disguise). Kalau melihat ke ajaran agamanya, di balik semua musibah itu pasti ada hikmah dan berkah. Tetapi, hikmah dan berkah itu tidak datang sendiri (given), melainkan harus ditemukan dengan berbagai upaya (achieved). Transformsi termasuk upaya penting dalam menemukan hikmah dan berkah itu.
"Stress itu sifatnya sementara, tetapi yang membuatnya abadi adalah kegagalan kita menanganinya secara positif."
Beberapa Cara Meminimalisir
Kalau mengacu ke pendapatnya Phillip L. Rice dan beberapa pakar lain, cara yang bisa kita tempuh untuk meminimalisir stress itu antara lain adalah:
1. Preventive (Mencegah)
Untuk cara preventif ini bisa dilakukan dengan berbagai tehnik, antara lain adalah adaptasi dengan keadaan (avoiding by adjustment). Kita mulai menyadari dan menerima kenyataan secara konstruktif. Atau bisa juga dilakukan dengan cara mengurangi biaya kebutuhan hidup yang menurut kita perlu dipangkas menurut keadaan dan kemampuan kita (adjusting demand level). Teknik lain adalah dengan menciptakan sumber solusi baru atau menambah jumlah sumber solusi (avoiding by developing resources).
Sumber solusi ini bentuknya mungkin ada yang sifatnya sosial, psikologis, agama, atau finansial. Anda bergabung dengan salah satu forum, klub, atau kelompok kajian, menjadi member lembaga pelayanan masyarakat, dan lain-lain termasuk solusi sosial. Anda membikin kesepakatan dengan pasangan untuk menghadapi keadaan yang sulit ini termasuk solusi psikologis. Anda menggunakan uang pesangon untuk membeli outlet di pusat perbelanjaan termasuk solusi finansial. Anda aktif di beberapa kegiatan keagamaan termasuk solusi agama.
Intinya, cara preventif adalah berbagai penyiasatan yang kita lakukan agar kita tidak kedatangan stress atau agar stress yang sudah datang ke kita itu tidak membesar skalanya menjadi depresi. Menurut teori dasarnya, semua manusia sudah dibekali kapasitas untuk mengantisipasi apapun yang berpotensi membahayakan dirinya asalkan tidak kalah oleh nafsu (egoisme pribadi) atau kalah oleh godaan setan.
2. Combative (Melawan)
Cara yang combative ini bisa ditempuh dengan teknik menyelesaikan masalah riil yang kita hadapi (problem solving), baik dalam bentuk mental atau fisik, baik itu melibatkan diri sendiri saja atau dengan melibatkan orang lain. Yang bentuknya mental itu misalnya kita menghentikan berbagai opini, emosi, atau unek-unek batin yang negatif.
Sedangkan yang bentuknya fisik itu misalnya kita melakukan pekerjaan kecil-kecil yang sifatnya fun, membaca artikel atau buku yang relevan, mengurus uang pesongon, melakukan unjuk rasa, membikin kesepakatan dengan orang lain secara asertif, mengajukan surat lamaran ke berbagai perusahaan, mulai merintis usaha sendiri berdasarkan pengetahuan dan pengalaman, dan lain-lain.
Atau bisa juga dilakukan dengan teknik relaksasi dan meditasi. Tehnik ini bisa diakukan dengan instruktur atau tanpa instruktur. Dasar relaksasi atau meditasi adalah kita membebaskan diri dari berbagai ancaman dan tekanan yang kita rasakan. Kita berupaya menciptakan jarak antara diri kita, kita, dan masalah yang kita hadapi. Dengan tehnik ini, kita merasakan diri kita bebas, kosong, dan rileks. Idealnya, teknik ini dilakukan di tempat yang sepi dari keramian atau dalam suasana yang sepi, katakanlah misalnya saja tengah malam di rumah.
Teknik ini bisa juga dilakukan dengan beribadah atau berdoa atau berbagai upaya untuk mendekatkan diri dengan Tuhan. Secara jiwa, begitu kita memiliki rasa dekat dengan Tuhan (kebersamaan dengan Tuhan), rasa itu akan memunculkan kekuatan baru yang memungkinkan kita untuk berkesimpulan bahwa kita akan sanggup melawan stress, kita berada di bawah lindungan-Nya, kita dekat dengan pertolongan-Nya.
Sejauh rasa dekat dengan Tuhan itu digunakan secara positif, pasti itu bagus. Misalnya kita merasa dekat dengan Tuhan dan rasa itu kita gunakan untuk mempertebal keyakinan dalam bertindak, tidak takut terhadap realitas, atau tidak merasa kosong (feeling of empty). Tetapi jika hanya berhenti pada merasakan perasaan itu, apalagi kalau hanya kita gunakan untuk membangun arogansi ke luar, pasti manfaatnya terlalu kecil dan lebih sering membahayakan. Jadi, ledakkan energi spiritual itu ke dalam.
"Tiga cara sederhana menghadapi stress adalah: jangan bernafsu mengubah sesuatu yang sudah tidak mungkin diubah, ubahlah sesuatu yang masih bisa diubah, dan hindari hal-hal yang berpotensi mendatangkan stress"
(Jim Rohn)
Sembilan "Jangan"
Kalau melihat bagaimana tabiat dunia ini bekerja, ada beberapa hal yang nampaknya perlu kita hindari. Ini antara lain;
1. Jangan membiarkan kemalasan. Tetap memiliki agenda positif saat bangun pagi, minimalnya membaca buku, membaca Kitab Suci, merapikan file, merapikan ruang kerja atau merapikan kamar / rumah. Kemalasan malah mengundang "ke-sial-an". Lawanlah kemalasan dengan melakukan sesuatu.
2. Jangan larut ke asumsi umum yang negatif. Meskipun BBM lagi naik, banyak usaha yang tutup, banyak kantor yang mengurangi karyawannya, dan lain-lain, tetapi ini tidak berarti pintu solusi untuk masalah yang kita hadapi sudah terkunci. Pasti ada solusi tersendiri untuk kita
3. Jangan menjauh dari orang-orang positif atau malah justru dekat dengan orang-orang negatif. Kalau perlu kontak lagi atau temukan lagi beberapa orang yang menurut Anda positif.
4. Jangan terbawa nafsu untuk membeli rencana yang tingkat ketidakjelasannya tinggi, misalnya bisnis dengan uang pesangon di bidang yang Anda sendiri blank atau setengah blank. Bermainlah di hal-hal yang tingkat kepastiannya tinggi.
5. Jangan larut ke berbagai aktivitas yang sifatnya fun namun berlebihan, misalnya main game seharian, nongkrong dan kongkow tidak jelas seharian, memancing seharian, dan lain-lain. Lakukan hal yang mendesak, penting, atau fun secara seimbang.
6. Jangan memancing konflik dengan orang lain, lebih-lebih dengan keluarga. Untuk sekali seumur hidup, tidak ada salahnya kita memaafkan orang yang kurang paham atau salah paham dengan kita. Maksunya, tingkatkan toleransi. Fokus Anda adalah menemukan pekerjaan / profesi baru, bukan untuk mengurusi konflik.
7. Jangan membiarkan munculnya kesimpulan negatif terhadap realitas. Akan lebih baik kalau kita berpikir pasti akan ada yang disebut "blessing in disguise." Ini lebih mencerahkan batin.
8. Jangan mencari atau mengharapkan sesuatu yang tidak ada saat ini. Gunakan pikiran untuk menemukan apa yang bisa kita lakukan untuk memperbaiki diri kita dari keadaan saat ini dengan menggunakan yang sudah ada. Kita perlu menemukan jawabannya sebanyak mungkin lalu nanti perlu kita pilih mana yang paling bagus.
9. Jangan malah berjiwa kerdil dan pelit dengan kebaikan. Semua agama mengajarkan kita menjadi orang yang pemurah atau ringan menolong orang lain. Lebih-lebih pada saat kita terjepit oleh kegentingan. Perbanyak sedekah, baik dengan materi atau non-materi (tenaga, jasa, ilmu, dst) sesuai kemampuan kita.
"Cara untuk menemukan ide yang bagus adalah memunculkan ide sebanyak mungkin" (Edison)
Semoga bermanfaat
0 comments:
Post a Comment