Bila Aku Harus Menikah
Beberapa hari yang lalu, salah satu sahabat saya bertanya tentang kapan saya akan menggenapkan separuh dien saya. Mmhh.. pertanyaan yang berat untuk saya jawab :). Terus terang, usia saya sudah kena lampu kuning untuk ukuran standar wanita menikah. Bisa dibilang usia yang matang. Tapi tunggu dulu, usia seseorang tidak menjamin kematangan seseorang, baik cara pandang maupun pemikiran. Dan ukuran matang tidaknya seseorangpun tidak ada parameter/spesifikasi yang jelas.
Soal menggenapkan separuh dien, saya juga tahu kalo menikah itu sunnah Rosul. Tapi, menikah itu bukan hanya mempertemukan seorang lelaki dan seorang wanita saja. Menikah juga merupakan pertemuan dakwah, pertemuan yang akan meningkatkan ghirah perjuangan dan produktifitas dakwah sehingga terjadi persebaran dakwah yang lebih luas lagi (Red. Catatan Seorang Ukhti). Tuh kan.. nikah itu bukan maen-maen ?! Ada hal yang lebih berat lagi selain kesenangan dan itu jelas-jelas akan dituntut pertanggungjawabannya dipengadilan akhir nanti.
Oke, saya akan segera menikah. Tapi calon yang seperti apa? Menurut pendapatnya Syeikh Musthafa Masyhur, Untuk membangun keluarga muslim yang dilandasi taqwa, pertama kali seorang muslim harus mencari pasangan yang baik keislamannya dan yang memahami tugas risalah hidupnya. Menjadikan pasangan hidupnya sebagai sahabat dakwah yang baik, yang selalu mengingatkan bila ia lupa, memberi dorongan dakwah dan tidak menghalanginya. Nah kan, berarti, saya harus mencari pasangan yang baik keislamannya dan memahami tugas risalah hidupnya (dengan kata lain adalah orang yang sholeh).
Soal sholeh, dulu saya menganggap, dengan sholeh saja maka sifat-sifat istimewa lainnya akan mengikuti. Ternyata tidak. Selain kriteria sholeh, kita juga harus bisa mengenali keistimewaan sang calon dimata kita. Untuk apa ? Ya.. agar hidup kita lebih berwarna dengan kehadirannya. Karena menikah bukan hanya untuk satu atau dua tahun kedepan saja, tapi bisa jadi seumur hidup kita, sepanjang nafas keluar dari ruh kita. Bisa dibayangkan, kalo ternyata sang calon tidak memiliki keistimewaan tersendiri dihati kita, bagaimana warna hidup kita kelak ?! Pucat pasi tanpa warna. Dan soal Falling in love at the first sight ?! Mmhh .. kenapa enggak ?
Begitu pula saya. Saya ingin dinikahi bukan semata-mata karena sang calon melihat kelebihan saya saja (kalau ada). Saya ingin dinikahi seseorang karena saya istimewa dimatanya, dapat membuat binar pelangi kebahagiaan yang tulus diwajahnya, serta dapat membumikan cinta kedalam hatinya. Dan dengan senyum tulusnya pula, dia mampu membuat hati saya bergetar penuh syukur keharuan akan anugerahNya.
Ya Rabbi, anugerahkanlah hamba salah seorang hambaMu yang sholeh yang dapat menjadikan hamba seorang istri yang sholehah, yang dapat menjadikan hamba ibunda dari para jundi-jundiMu, yang dapat membantu hamba menegakkan dienMu, membahagiakan kedua orang tua kami, meninggalkan dunia ini dalam keadaan khusnul khatimah, dan menjadikan hamba akhlus surga .. Amin ya Allah ya robbal alamin.
Wallahualam bish showab.
Irma
0 comments:
Post a Comment