Suatu hari seorang nenek datang menemui Rasulullah SAW seraya bertanya "siapakah Anda wahai nenek?" Aku adalah Jutsamah al Muzaniah", jawab wanita tua itu. Rasulullah SAW pun berkata : "Wahai nenek, sesungguhnya aku mengenalmu, engkau adalah wanita yang baik hati, bagaimana kabarmu dan keluargamu, bagaimana pula keadaanmu sekarang setelah kita berpisah sekian lama?". Nenek itu menjawab : "Alhamdulillah kami dalam keadaan baik, terimakasih Rasulullah."
Tak lama setelah nenek pergi meninggalkan Rasulullah SAW, muncullah Aisyah ra, seraya berkata : "Wahai Rasulullah SAW seperti inikah engkau menyambut dan memuliakan seorang wanita tua?" Rasulullah menimpali, "Iya dahulu nenek itu selalu mengunjungi kami ketika Khadijah masih hidup. Sesungguhnya melestarikan persahabatan adalah bagian dari iman."
Karena kejadian itu Aisyah mengatakan : "Tak seorangpun dari istri-istri nabi yang aku cemburui lebih dalam selain Khadijah, meskipun aku belum pernah melihatnya, namun Rasulullah SAW seringkali menyebutnya. Suatu kali beliau menyembelih kambing lalu memotong-motong dagingnya dan membagikan kepada sahabat-sahabat karib Khadijah".
Rasulullah SAW menanggapinya dan berkata : "Wahai Aisyah begitulah realitanya sesungguhnya darinya aku memperoleh anak". Dalam kesempatan lain Aisyah berkata : "Aku sangat cemburu dengan Khadijah karena sering disebut Rasulullah SAW, sampai-sampai aku berkata "Wahai rasulullah SAW apa yang kau perbuat dengan wanita tua yang pipinya kemerah-merahan itu sementara Allah SWT telah menggantikannya dengan wanita yang lebih baik?" Rasulullah SAW menjawab : "Demi Allah SWT tak seorang wanita pun lebih baik darinya, ia beriman saat semua orang kufur, ia membenarkanku saat manusia mendustaiku, ia melindungiku saat manusia kejam menganiayaku, Allah SWT menganugerahkan anak kepadaku darinya."
Itulah sepenggal kisah tentang kesetiaan hakiki, bukan kesetiaan semu. Kesetiaan imani, bukan materi. Kesetiaan yang dilandaskan rasa cinta kepada Allah SWT, bukan cinta nafsu syaithoni, kesetiaan suami kepada istri yang telah lama mengarungi rumah tangga dalam segala suka dan duka.
Kecantikan Aisyah ternyata tidak begitu saja memperdayakan Rasulullah SAW untuk melupakan jasa baik dan pengorbanan Khadijah, betapapun usianya yang lebih tua. Kesetiaan inilah yang membuat cendikiawan muslim Nahzmi luqo mengatakan : "Ternyata kecemburuan Aisyah tidak mampu melunturkan kesetiaan Nabi kepada Khadijah, kesetiaan yang diteladani para pasangan suami istri, sekaligus sebagai pukulan KO (Knock Out) untuk para pecundang kehidupan rumah tangga yang menjadi faktor penghambat terwujudnya masyarakat berperadaban.
Kesetiaan... kesetiaan... sekali lagi kesetiaan merupakan sifat dan karakter setiap mukmin sejati. Bukan kesetiaan duniawi , tetapi kesetiaan ukhrowi. Kesetiaan khas dengan nilai-nilai Ilahi : "Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang beriman diri dan harta mereka dengan mahligai surga, mereka berperang di jalan Allah, mereka pun terbunuh atau membunuh. Adalah janji sejati atasNya di dalam kitab Taurat, Injil dan Al-Qur'an, siapakah yang lebih setia dari Allah SWT akan janjiNya. Bergembiralah dengan baiat (sumpah setia) yang kalian ikrarkan, itulah keberuntungan yang besar." (At Taubah: 111)
Tulisan ini pernah dimuat dalam Majalah Safina No.11 Tahun I, Februari 2004
Tak lama setelah nenek pergi meninggalkan Rasulullah SAW, muncullah Aisyah ra, seraya berkata : "Wahai Rasulullah SAW seperti inikah engkau menyambut dan memuliakan seorang wanita tua?" Rasulullah menimpali, "Iya dahulu nenek itu selalu mengunjungi kami ketika Khadijah masih hidup. Sesungguhnya melestarikan persahabatan adalah bagian dari iman."
Karena kejadian itu Aisyah mengatakan : "Tak seorangpun dari istri-istri nabi yang aku cemburui lebih dalam selain Khadijah, meskipun aku belum pernah melihatnya, namun Rasulullah SAW seringkali menyebutnya. Suatu kali beliau menyembelih kambing lalu memotong-motong dagingnya dan membagikan kepada sahabat-sahabat karib Khadijah".
Rasulullah SAW menanggapinya dan berkata : "Wahai Aisyah begitulah realitanya sesungguhnya darinya aku memperoleh anak". Dalam kesempatan lain Aisyah berkata : "Aku sangat cemburu dengan Khadijah karena sering disebut Rasulullah SAW, sampai-sampai aku berkata "Wahai rasulullah SAW apa yang kau perbuat dengan wanita tua yang pipinya kemerah-merahan itu sementara Allah SWT telah menggantikannya dengan wanita yang lebih baik?" Rasulullah SAW menjawab : "Demi Allah SWT tak seorang wanita pun lebih baik darinya, ia beriman saat semua orang kufur, ia membenarkanku saat manusia mendustaiku, ia melindungiku saat manusia kejam menganiayaku, Allah SWT menganugerahkan anak kepadaku darinya."
Itulah sepenggal kisah tentang kesetiaan hakiki, bukan kesetiaan semu. Kesetiaan imani, bukan materi. Kesetiaan yang dilandaskan rasa cinta kepada Allah SWT, bukan cinta nafsu syaithoni, kesetiaan suami kepada istri yang telah lama mengarungi rumah tangga dalam segala suka dan duka.
Kecantikan Aisyah ternyata tidak begitu saja memperdayakan Rasulullah SAW untuk melupakan jasa baik dan pengorbanan Khadijah, betapapun usianya yang lebih tua. Kesetiaan inilah yang membuat cendikiawan muslim Nahzmi luqo mengatakan : "Ternyata kecemburuan Aisyah tidak mampu melunturkan kesetiaan Nabi kepada Khadijah, kesetiaan yang diteladani para pasangan suami istri, sekaligus sebagai pukulan KO (Knock Out) untuk para pecundang kehidupan rumah tangga yang menjadi faktor penghambat terwujudnya masyarakat berperadaban.
Kesetiaan... kesetiaan... sekali lagi kesetiaan merupakan sifat dan karakter setiap mukmin sejati. Bukan kesetiaan duniawi , tetapi kesetiaan ukhrowi. Kesetiaan khas dengan nilai-nilai Ilahi : "Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang beriman diri dan harta mereka dengan mahligai surga, mereka berperang di jalan Allah, mereka pun terbunuh atau membunuh. Adalah janji sejati atasNya di dalam kitab Taurat, Injil dan Al-Qur'an, siapakah yang lebih setia dari Allah SWT akan janjiNya. Bergembiralah dengan baiat (sumpah setia) yang kalian ikrarkan, itulah keberuntungan yang besar." (At Taubah: 111)
Tulisan ini pernah dimuat dalam Majalah Safina No.11 Tahun I, Februari 2004
0 comments:
Post a Comment