Alkisah, hidup seorang tabiin saleh bernama Atha As-Salami. Suatu hari Atha bermaksud menjual kain yang telah ditenunnya. Setelah diamati dan diteliti secara seksama oleh sang penjual kain, sang penjual kain mengatakan, ''Ya, Atha sesungguhnya kain yang kau tenun ini cukup bagus, tetapi sayang ada cacatnya sehingga saya tidak dapat membelinya.''
Begitu mendengar bahwa kain yang telah ditenunnya ada cacat, Atha termenung lalu menangis. Melihat Atha menangis, sang penjual kain berkata, ''Ya, Atha sahabatku, aku mengatakan dengan sebenarnya bahwa memang kainmu ada cacatnya sehingga aku tidak dapat membelinya, kalaulah karena sebab itu engkau menangis, maka biarkanlah aku tetap membeli kainmu itu dan membayarnya dengan harga yang pas.''
Tawaran itu dijawabnya, ''Wahai sahabatku, engkau menyangka aku menangis disebabkan karena kainku ada cacatnya, ketahuilah, sesungguhnya, yang menyebabkan aku menangis bukan karena kain itu. Aku menangis disebabkan karena aku menyangka bahwa kain yang telah kubuat selama berbulan-bulan ini tidak ada cacatnya, tetapi di mata engkau sebagai ahlinya ternyata ada cacatnya.
Begitulah aku menangis kepada Allah dikarenakan aku menyangka bahwa ibadah yang telah aku lakukan selama bertahun-tahun ini tidak ada cacatnya, tetapi mungkin di mata Allah sebagai ahli-Nya ada cacatnya, itulah yang menyebabkan aku menangis.''
Ada dua hikmah yang dapat kita ambil dari kisah tersebut di atas. Pertama, kita harus sering melakukan muhasabah terhadap segala amal kebaikan yang telah kita lakukan. Dr Abdullah Nashih Ulwan dalam kitabnya yang berjudul Ruhaniyatud-Da'iah menjelaskan hakikat muhasabah sebagai berikut: Hendaklah seorang mukmin menghisab dirinya ketika selesai melakukan amal perbuatan, apakah tujuan amalannya untuk mendapatkan ridla Allah, atau apakah amalannya disusupi sifat ria?
Kedua, jangan bersandar kepada amal yang telah kita lakukan untuk dapat masuk ke surga Allah SWT. Kita harus bersandar kepada ampunan dan rahmat- Nya. Sebagaimana hadis yang disampaikan Rasulullah SAW, ''Berusahalah setepat dan sedekat mungkin, ketahuilah bahwa amal salah seorang dari kamu tidak dapat memasukkannya ke surga.'' Sahabat bertanya, ''Tidak juga engkau Wahai Rasulullah?'' Rasulullah menjawab, ''Tidak juga Aku, melainkan Allah mencurahkan kepadaku ampunan dan rahmat-Nya.'' (Muttafaqa A'laihi). Syekh Ibnu Ataillah As-Sakandari di dalam kitabnya Al-Hikam mengatakan ''Andai bukan karena keindahan tutupan Allah, niscaya tidak suatu amal pun yang dapat diterima.''
Semoga hati kita dibersihkan dari nifaq, ria, dusta, dan khianat. (Maryanto Priyambodo)
Begitu mendengar bahwa kain yang telah ditenunnya ada cacat, Atha termenung lalu menangis. Melihat Atha menangis, sang penjual kain berkata, ''Ya, Atha sahabatku, aku mengatakan dengan sebenarnya bahwa memang kainmu ada cacatnya sehingga aku tidak dapat membelinya, kalaulah karena sebab itu engkau menangis, maka biarkanlah aku tetap membeli kainmu itu dan membayarnya dengan harga yang pas.''
Tawaran itu dijawabnya, ''Wahai sahabatku, engkau menyangka aku menangis disebabkan karena kainku ada cacatnya, ketahuilah, sesungguhnya, yang menyebabkan aku menangis bukan karena kain itu. Aku menangis disebabkan karena aku menyangka bahwa kain yang telah kubuat selama berbulan-bulan ini tidak ada cacatnya, tetapi di mata engkau sebagai ahlinya ternyata ada cacatnya.
Begitulah aku menangis kepada Allah dikarenakan aku menyangka bahwa ibadah yang telah aku lakukan selama bertahun-tahun ini tidak ada cacatnya, tetapi mungkin di mata Allah sebagai ahli-Nya ada cacatnya, itulah yang menyebabkan aku menangis.''
Ada dua hikmah yang dapat kita ambil dari kisah tersebut di atas. Pertama, kita harus sering melakukan muhasabah terhadap segala amal kebaikan yang telah kita lakukan. Dr Abdullah Nashih Ulwan dalam kitabnya yang berjudul Ruhaniyatud-Da'iah menjelaskan hakikat muhasabah sebagai berikut: Hendaklah seorang mukmin menghisab dirinya ketika selesai melakukan amal perbuatan, apakah tujuan amalannya untuk mendapatkan ridla Allah, atau apakah amalannya disusupi sifat ria?
Kedua, jangan bersandar kepada amal yang telah kita lakukan untuk dapat masuk ke surga Allah SWT. Kita harus bersandar kepada ampunan dan rahmat- Nya. Sebagaimana hadis yang disampaikan Rasulullah SAW, ''Berusahalah setepat dan sedekat mungkin, ketahuilah bahwa amal salah seorang dari kamu tidak dapat memasukkannya ke surga.'' Sahabat bertanya, ''Tidak juga engkau Wahai Rasulullah?'' Rasulullah menjawab, ''Tidak juga Aku, melainkan Allah mencurahkan kepadaku ampunan dan rahmat-Nya.'' (Muttafaqa A'laihi). Syekh Ibnu Ataillah As-Sakandari di dalam kitabnya Al-Hikam mengatakan ''Andai bukan karena keindahan tutupan Allah, niscaya tidak suatu amal pun yang dapat diterima.''
Semoga hati kita dibersihkan dari nifaq, ria, dusta, dan khianat. (Maryanto Priyambodo)
0 comments:
Post a Comment