Pemerintah Amerika Serikat hari Senin mengatakan telah membekukan sedikit-dikitnya 30 miliar dolar aset Libya. Hal itu dikemukakan David Cohen, pejabat Departemen Keuangan AS bagian Terorisme dan Kejahatan Keuangan.
Pemerintah AS telah menargetkan Muammar Qadhafi, empat anggota keluarganya dan badan-badan pemerintah Libya sebagai sasaran pembekuan aset sejak Jumat pekan lalu.
"Sampai sekarang ini sedikit-dikitnya 30 miliar dolar aset pemerintah Libya di bawah jurisdiksi AS telah diblokir," kata Cohen. Jumlah itu adalah pemblokiran terbesar yang pernah terjadi.
Cohen, yang berbicara dalam konferensi pers dengan wartawan melalui telepon, mengatakan sanksi lebih lanjut bisa saja dilakukan. "Kami sedang mempertimbangkan untuk menambah daftar orang yang mendapat sanksi."
Ia menyebutkan bahwa Uni Eropa telah mensahkan sanksi yang mentargetkan sekitar 20 orang selain Qadhafi dan anak-anaknya.
"Sampai sekarang ini sedikit-dikitnya 30 miliar dolar aset pemerintah Libya di bawah jurisdiksi AS telah diblokir," kata Cohen. Jumlah itu adalah pemblokiran terbesar yang pernah terjadi.
Cohen, yang berbicara dalam konferensi pers dengan wartawan melalui telepon, mengatakan sanksi lebih lanjut bisa saja dilakukan. "Kami sedang mempertimbangkan untuk menambah daftar orang yang mendapat sanksi."
Ia menyebutkan bahwa Uni Eropa telah mensahkan sanksi yang mentargetkan sekitar 20 orang selain Qadhafi dan anak-anaknya.
Libya dan para pemimpinnya diduga menguasai miliaran dolar dalam sejumlah rekening bank asing, uang yang sebagian besar dikumpulkan sedikit demi sedikit dari kekayaan minyak negara.
Rebut Minyak
Sementara itu, hari Senin, juru bicara Pentagon Kolonel Dave Lapan dikutip AFP melaporkan AS telah memindahkan pasukan-pasukan angkatan laut dan udaranya ke posisi sekitar Libya. AS adalah salah satu negara yang sedang mempertimbangkan kemungkinan intervensi terhadap rejim Muammar Qadhafi.
Menurut Pentagon, untuk setiap intervensi militer, para komandan AS bisa memanfaatkan kapal USS Enterprise yang saat ini berada di Laut Merah, serta kapal ampibi USS Kearsarge yang memiliki armada helikopter dan sekitar 2.000 marinir.
Sebelum ini, sedikitnya tiga negara di Amerika Latin mendukung Muammar Qadhafi. Kuba dan Nikaragua bahkan membela terang-terangan pemimpin Negara Hijau tersebut. Dalam sebuah pernyataannya baru-baru ini, Menteri Luar Negeri Venezuela Nicolas Maduro menyatakan, AS dan negara kuat lainnya sedang merencanakan pergerakan di dalam Libya yang bertujuan untuk menumbangkan kekuasaan Muammar Qadhafi.
"Mereka merekayasa situasi untuk melakukan invasi ke Libya,” ujar Maduro seperti dikutip dari CBS, Jumat (25/2).
Rebut Minyak
Sementara itu, hari Senin, juru bicara Pentagon Kolonel Dave Lapan dikutip AFP melaporkan AS telah memindahkan pasukan-pasukan angkatan laut dan udaranya ke posisi sekitar Libya. AS adalah salah satu negara yang sedang mempertimbangkan kemungkinan intervensi terhadap rejim Muammar Qadhafi.
Menurut Pentagon, untuk setiap intervensi militer, para komandan AS bisa memanfaatkan kapal USS Enterprise yang saat ini berada di Laut Merah, serta kapal ampibi USS Kearsarge yang memiliki armada helikopter dan sekitar 2.000 marinir.
Sebelum ini, sedikitnya tiga negara di Amerika Latin mendukung Muammar Qadhafi. Kuba dan Nikaragua bahkan membela terang-terangan pemimpin Negara Hijau tersebut. Dalam sebuah pernyataannya baru-baru ini, Menteri Luar Negeri Venezuela Nicolas Maduro menyatakan, AS dan negara kuat lainnya sedang merencanakan pergerakan di dalam Libya yang bertujuan untuk menumbangkan kekuasaan Muammar Qadhafi.
"Mereka merekayasa situasi untuk melakukan invasi ke Libya,” ujar Maduro seperti dikutip dari CBS, Jumat (25/2).
Sementara itu, mantan pemimpin Kuba, Fidel Castro, menilai bahwa gejolak di Libya bisa menjadi alasan bagi Amerika Serikat (AS) untuk melakukan invasi. Castro menilai, Washington berencana memerintahkan suatu invasi NATO ke Libya dengan tujuan mencaplok minyaknya.
“Buat saya, ini sangatlah jelas bahwa pemerintahan Amerika Serikat tidak tertarik dengan perdamaian di Libya,” ujar mantan pemimpin Kuba berusia 84 tahun, yang masih memimpin Partai Komunis Kuba. *
Sumber : afp/cbs/ant
Rep: Administrator
Red: Cholis Akbar
“Buat saya, ini sangatlah jelas bahwa pemerintahan Amerika Serikat tidak tertarik dengan perdamaian di Libya,” ujar mantan pemimpin Kuba berusia 84 tahun, yang masih memimpin Partai Komunis Kuba. *
Sumber : afp/cbs/ant
Rep: Administrator
Red: Cholis Akbar
0 comments:
Post a Comment