Ada satu model desain pembelajaran yang bersifat generik yaitu model ADDIE (Analysis-Design-Develop-Implement-Evaluate). ADDIE muncul pada tahun 1990-an yang dikembangkan oleh Reiser dan Mollenda. Salah satu fungsinya ADIDE yaitu menjadi pedoman dalam membangun perangkat dan infrastruktur program pelatihan yang efektif, dinamis dan mendukung kinerja pelatihan itu sendiri. Selain pada proses pembelajaran, model ini bisa juga diterapkan untuk profesionalitas guru dan para tenaga kependidikan di lembaga-lembaga pendidikan.
Makalah ini akan menjelaskan konsep Manajemen Pelatihan menggunakan teori Analysis, Design, Development, Implementation, Evaluation (A-D-D-I-E).
I. Analysis
Dalam menanggapi angka pengguna narkoba belakangan ini, Badan Narkotika Nasional (BNN) khususnya dalam pencegahan berupaya melibatkan masyarakat dengan secara aktif memberikan penyuluhan khususnya di bidang Pencegahan Penyalahgunaan Peredaran gelap Narkoba. Melalui Program Penyuluhan di bidang P4GN, diharapkan masyarakat yang dilatih dapat secara aktif menjadi agen-agen yang dapat memberikan wawasan tentang bahaya narkoba umumnya terhadap masyarakat lainnya.
Program Pelatihan Training of Trainers (TOT) merupakan Pelatihan yang di desain dengan melibatkan anggota BNN yang mempunyai wawasan P4GN agar mampu menyampaikan wawasan P4GNnya dalam bentuk pembelajaran kepada masyarakat luas dan efektif. Harapannya dari program Pelatihan Training of Trainers ini adalah lahirnya penyuluh-penyuluh yang professional dalam penyampaian pesan khususnya dalam mengemban misi penyuluh anti narkoba baik terhadap anggota BNN lainnya maupun masyarakat luas.
II. Design
Pelatihan Training of Trainers di desain sesuai dengan cara belajar siswa aktif (CBSA) dengan pendekatan metode belajar-mengajar tuntas (mastery learning).
Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan dari pelatihan yaitu agar peserta pelatihan mempunyai kemampuan melatih dalam bidang P4GN. Kemampuan melatih ini di dukung oleh strategi melatih yang tepat meliputi teknik presentasi dan aplikasi presentasi sehingga penyampaian pesan dapat secara efektif dapat dikomunikasikan dengan baik.
III. Development
Pengembangan Desain Pelatihan pada klasifikasi waktu Pelatihan 10 (sepuluh) hari kerja. Adapun materi Pelatihannya, antara lain :
1. Review Materi P4GN
2. Learning philosophy
3. Quantum Teaching
4. Adult learning
5. Experience Learning Circle (ELC)
6. Interpersonal Skills
7. Teknik Pemilihan Alat Bantu Belajar yang tepat
8. Penggunaan Alat Bantu Belajar yang efektif dan tepat guna
9. Teknik Presentasi
10. Aplikasi Presentasi
Rincian dari materi tersebut yaitu :
1. Review Materi P4GN
Pada Review materi ini, kepada peserta dipersilakan untuk melakukan refresh pengetahuan dan menyamakan persepsi pengetahuannya di bidang P4GN. Materi ini dirasakan perlu agar kompetensi dari lulusan ini dapat mempunyai standar pengetahuan yang sama dalam hal pengetahuan di bidang P4GN.
2. Learning philosophy
Materi Learning philosophy ini merupakan materi dimana paparannya menggambarkan filosofi belajar. Materi ini dirasakan perlu agar peserta yang cetakannya mampu untuk melatih juga memahami dasar teori belajar dalam kegiatan belajar dan pembelajaran.
3. Quantum Teaching
Quantum Teaching merupakan materi yang dapat membelajarkan peserta bahwa mengajar merupakan hal yang menyenangkan. Dengan harapan agar Peserta dapat mempunyai motivasi yang kuat dalam memahami pola Belajar dan Pembelajaran yang menyenangkan.
4. Adult learning
Adult Learning merupakan materi yang memasukkan unsur andragogi (pembelajaran orang dewasa). Materi ini dirasakan tepat dimasukkan pada salah satu materi pelatihan Training of Trainers (TOT) karena proses kegiatan belajar dan mengajar yang berlangsung melibatkan peserta orang dewasa. Kaitannya dengan kompetensi lulusan pelatihan Training of Trainers (TOT) ini juga diharapkan dapat menguasai materi bagaimana menguasai audiens khususnya audiens orang dewasa.
5. Experience Learning Circle (ELC)
Materi pelatihan experience learning circle merupakan materi pelatihan yang bertujuan menggambarkan pola belajar berdasarkan pengalaman. Diharapkan peserta pelatihan mampu mendapatkan gambaran siklus pengalaman belajar sehingga dapat berdampak pada kompetensi yang menyadari bahwa pengalaman merupakan guru yang tiada duanya.
6. Interpersonal Skills
Interpersonal Skills adalah materi utama yang dirasakan tepat guna dalam pelatihan. Kaitannya antara lain karena seorang trainers harus mampu menguasai audiens dengan pola komunikasi yang tepat pula dalam interaksi belajar mengajar. Adapun sub materinya yaitu :
a. Observing Skills
b. Describing Skills
c. Listening Skills
d. Questioning Skills
e. Summarizing Skills
f. Giving Feedback Skills
7. Teknik Pemilihan Alat Bantu Belajar yang tepat
Materi Pelatihan ini menuntun peserta agar nantinya ketika sudah mengikuti pelatihan ini, selain menjadi trainer juga dapat menguasai teknik memilih alat bantu belajar. Ketepatan memilih alat bantu ajar yang baik pada dasarnya dapat menumbuhkan pola efektifitas yang baik dalam kegiatan belajar mengajar.
8. Penggunaan Alat Bantu Belajar yang efektif dan tepat guna
Penggunaan alat bantu belajar merupakan proses kesinambungan yang baik dalam upaya seorang trainer menggunakan alat belajar yang telah mereka pilih sebelumnnya. Diharapkan dengan menguasai alat bantu belajar seperti media belajar, para trainer nantinya dapat mandiri dalam mengoperasikan alat bantu ajarnya sehingga suasana belajar bagaikan proses air yang mengalir.
9. Teknik Presentasi
Materi Teknik Presentasi merupakan hal yang mutlak dikuasai oleh seorang yang ingin menyampaikan pesan. Proses membuat slide yang efektif dan menarik dapat menjadikan audiens menguasai isi pesan/ materinya.
10. Aplikasi Presentasi
Aplikasi Presentasi merupakan materi dimana peserta pelatihan yang merupakan calon trainer di bidang P4GN dituntut mampu mempresentasikan dalam konteks praktek lapangan. Makna lapangan tersebut mengacu pada proses dimana peserta diminta mempraktekkan dalam bentuk simulasi mengajar / micro teaching.
Pemilihan Metode Ajar berdasarkan materi yang akan disajikan antara lain:
1. Metode Ceramah (Lecturer) dan Ceramah dalam kelompok-kelompok (mini lecturer)
2. Metode Diskusi
3. Metode Partisipatory
4. Metode Permainan (Role play Games)
IV. Implementation
Implementasi (Implementation) merupakan pelaksanaan pelatihan. Antara lain meliputi kategori peserta. Sedianya kategori pada pelatihan ini dibagi dalam 2 (dua) kelompok :
1. Kelompok dimana individunya belum menguasai wawasan P4GN dan belum mempunyai sertifikasi mengajar/ setara dengan AKTA MENGAJAR-IV .
2. Kelompok dimana individunya sudah mempunyai wawasan P4GN namun belum menguasai metode mengajar.
Berdasarkan 2 (dua) klasifikasi kelompok di atas, maka bila disesuaikan dengan keadaan sesunggunya (current status) maka klasifikasi ke-2 merupakan latar dari desain pelatihan yang akan didesain.
Perihal narasumber maka diutamakan narasumber didatangkan dari sumber-sumber yang kompeten di bidangnya. Penyesuaian narasumber mengacu pada materi-materi yang disajikan.
V. Evaluation
Evaluasi Pelatihan dirasakan perlu sebagai tolak ukur terhadap pencapaian kriteria seorang trainer yang baik. Kriteria tersebut antara lain wawasan peserta mengenai materi P4GN dan sejauh mana efektifitas peserta tersebut dalam proses penyampaian pesan dalam kegiatan melatih.
Gambaran Mata Diklat dan Jam Pelatihan dimana peserta sudah mempunyai kemampuan awal wawasan mengenai P4GN. Tujuan dari pelatihan ini yaitu mempertajam kemampuan peserta agar mampu menjadi trainers yang profesional di bidang P4GN.
NO. | MATA DIKLAT | JAM PELATIHAN |
1. | Review Materi P4GN | 3 |
2. | Learning philosophy | 4 |
3. | Quantum Teaching | 5 |
4. | Adult learning | 7 |
5. | Experience Learning Circle (ELC) | 6 |
6. | Interpersonal Skills | 8 |
7. | Teknik Pemilihan Alat Bantu Belajar yang tepat | 10 |
8. | Penggunaan Alat Bantu Belajar yang efektif dan tepat guna | 8 |
9. | Teknik Presentasi | 14 |
10. | Aplikasi Presentasi | 15 |
| JUMLAH | 80 |
Pelatihan berlangsung dengan total alokasi waktu 80 jam Pelatihan dengan desain 10 hari pelatihan.
Pembelajaran mikro adalah cara latihan keterampilan keguruan/instruktur atau praktek mengajar dalam lingkup kecil atau terbatas. Situasi belajar mengajar sengaja dibuat terbatas yaitu pada teman sendiri dengan jumlah “peserta pelatihan” yang lebih kecil. (Gilarso,1986). Pembelajaran mikro secara teknis bertolak dari adanya asumsi bahwa kompetensi mengajar yang kompleks itu pada dasarnya dapat dipisahkan menjadi unsur-unsur keterampilan yang lebih kecil, yang masing-masing dapat dipelajari melalui latihan-latihan yang lebih efisien dan efektif jika dibandingkan dengan pendekatan latihan terpadu /global. Melalui pembelajaran mikro pembentukan keterampilan dapat dilakukan secara sistematis, mulai dari pemahaman, observasi peragaannya, untuk kemudian dilanjutkan dengan latihan-latihan berjenjang, yaitu latihan terbatas, latihan dengan bantuan teman sejawat ( peer-teaching ).
Ada banyak model desain sistem pembelajaran. Diantaranya ada model yang berorientasi sistem, seperti model Dick & Carey, Model ADDIE, dan lain-lain. Dalam pengelolaan pelatihan, pembelajaran dan pengembangan, salah satu bagian penting yang dapat membantu instruktur pelatihan maupun training specialist dalam pengelolaan pelatihan dan pembelajaran adalah dengan adanya disain Model Sistem Instruksional atau ISD (Instructional System Design) . Adanya model ini akan menjadi pedoman dalam membangun perangkat dan infrastruktur program pelatihan yang efektif, dinamis dan mendukung kinerja pelatihan itu sendiri.
Salah satu model yang paling sering digunakan adalah ADDIE model. Model ini juga digunakan dalam salah satu pelatihan, yaitu pelatihan yang bernama “Potensia”. Model ini menggunakan 5 tahap atau langkah pengembangan yakni :
1. Analysis (analisa)
2. Design (disain / perancangan)
3. Development (pengembangan)
4. Implementation (implementasi/eksekusi)
5. Evaluation (evaluasi/ umpan balik)
Model ADDIE yang dikembangkan oleh Gustafson dan Branch (2002) memiliki lima elemen utama terdiri dari Analyze, Design, Develop, Implement, and Evaluate. Model ADDIE ini mirip dengan model ISD (Instructional System Development). Model ADDIE memiliki karakteristik dominansi pada teori belajar dan pembelajaran yang behavioristik. Hubungan dan prosedur kelima elemen dalam model ADDIE tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 6 : Model Pengembangan ADDIE Gustafson dan Branch (2002)
Pada tahap analisis, dalam model pengembangan pembelajaran yang dikembangkan Gustafson dan Branch (2002) senantiasa didahului dengan analisis kebutuhan, baik kebutuhan organisasi, masyarakat maupun kebutuhan si belajar itu sendiri. Hasil dari analisis ini dipergunakan sebagai persyaratan menuju ke langkah desain. Disain adalah merupakan seperangkat langkah yang direncanakan secara spesifik dalam rangka untuk efektifitas, efisiensi dan relevansi dengan lingkungan si belajar. Sedangkan pengembangan berkenaan dengan bagaimana material di kembangkan dan diajarkan kepada si belajar. Adapun evaluasi dilakukan untuk mengukur proses dan hasil yang dapat dicapai pada masing masing tahapan kegiatan. Dalam tahap evaluasi terdapat dua jenis evaluasi yang dilaksanakan yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
Model ADDIE paling sering digunakan, dan dengan menggunakan 5 langkah proses diatas, sudah mencakup keseluruhan proses pengembangan pelatihan. Yakni mulai dari pertanyaan ” Apa yang harus perlu dan butuh dipelajari” sampai dengan pertanyaan ” apakah mereka sudah mendapat dari apa yang mereka butuhkan” .
Dengan adanya model instruksional berdasarkan ADDIE ini, jelas sangat membantu pengembangan material dan program pelatihan yang tepat sasaran, efektif, maupun dinamis. Aplikasi teori SDM maupun perilaku seperti social learning, pembelajaran aktif (active learning), pembelajaran jarak jauh (distance learning), paham konstruktif (constructivism), aliran strength based (positive-based management), aliran perilaku manusia (behaviourism), maupun paham kognitif (cognitivism) akan sangat membantu pengembangan material pelatihan bagi instruktur maupun training specialist.
Model Desain Pelatihan
Secara umum, langkah-langkah desain pelatihan secara umum dimulai dari tahap analisis, desain, pengembangan, evaluasi dan implementasi. Evaluasi, bisa dilakukan untuk tiap langkah mulai dari analisis sampe evaluasi. Hasilnya, seperti terlihat dalam diagram adalah sistem pelatihan yang memungkinkan peserta pelatihan dapat menyerap (absorb) informasi/pengetahuan, melakukan keterampilan, berinteraksi memperdalam pengetahuan dan keterampilan, serta merefleksikan apa yang telah dipelajari. Kelima hal di atas adalah merupakan syarat suatu desain pelatihan yang ideal.
Tahap analisis ini meliputi beberapa tahapan, diantaranya adalah sebagai berikut:
analisis sistem; yaitu menggambarkan secara umum klien (perusaahaan) yang meminta kita untuk mendesaian pelatihan. Komponennya meliputi siapa karyawannya, berapa jumlahnya, apa saja latar belakang pendidikannya, berapa lama pengalaman kerjanya, dan seterusnya. Hal ini bisa dilakukan dengan survey, wawancara, observasi atau analisis dokumen.
Analisis Pekerjaan: identifikasi daptar pekerjaan (job list), deskripsi pekerjaan (job description), dan inventori tugas (task analysis); dan Identifikasi dan perumusan alat evaluasi.
Sumber :
0 comments:
Post a Comment