Suatu hari William McKinley – yang saat itu duduk sebagai anggota Kongres – naik kereta api dalam perjalanan menuju kantor Kongres. Beberapa saat setelah McKinley duduk, seorang wanita yang tampaknya sedang sakit masuk ke gerbong yang dinaikinya. Karena tidak menemukan kursi kosong, wanita itu segera memegang tali pegangan yang ada di dekat salah seorang kolega McKinley, yang juga merupakan anggota Kongres.
Kolega McKinley itu pura-pura tidak menyadari kehadiran wanita itu dengan cara menyibukkan diri membaca korannya. McKinley pun segera berdiri dan dengan ramah mempersilakan wanita itu duduk di tempat duduknya.
Beberapa tahun kemudian ketika McKinley menduduki jabatan sebagai Presiden Amerika Serikat yang ke 25, seseorang merekomendasikan anggota Kongres yang tidak rela berkorban itu agar diangkat menjadi Dubes di salah satu negara. Tanpa pikir panjang, McKinley menolak rekomendasi itu. McKinley berpikir kalau ia mengangkat pria yang tidak mau berbagi tempat duduk dengan wanita yang sedang sakit menjadi Dubes yang mewakili negaranya, maka itu berarti dia telah mempekerjakan seorang wakil negara yang tidak memiliki kepedulian dan sikap rela berkorban.
Padahal, kepedulian dan sikap rela berkorban seharusnya dimiliki oleh seorang Dubes. Seorang yang mau diangkat menjadi pemimpin seharusnya melatih dirinya untuk berkorban dan mengesampingkan kepentingan dirinya sendiri.
Ketika seseorang inign menjadi pemimpin, seharusnya sejak awal ia sudah mempersiapkan dirinya dengan sikap yang rela melepaskan banyak haknya, bahkan rela tidak memikirkan kepentingan dirinya sendiri. Karena yang tersimpan di hati seorang pemimpin sejati adalah pengorbanan yang diberikannya secara tulus sehingga pasti akan memberi makna bagi hidup orang-orang yang dipimpinnya.
JIKA UNTUK PENINGKATAN SAJA SESEORANG RELA BERKORBAN, APALAGI JIKA INGIN MENJADI SEORANG PEMIMPIN YANG HEBAT.
By : FANNY
0 comments:
Post a Comment