Thursday, March 25, 2010

Kebencian yang Salah (karya MONIKA)

Prakata : Cerpen karya MONIKA ini. Setelah saya baca, ternyata banyak sekali yang harus diperbaiki terutama dari sisi penggunaan kalimat. Berikut adalah beberapa hal yang harus diperbaiki :

- penggunaan awalan. Kata Di sana harus ada spasi. Jangan digabung menjadi Disana.
- Dengan nafas tersengal-sengal setelah berlari sekitar 3 km dari rumahku, aku menyapa teman-temanku tetap dengan senyumanku.

Kata ‘Tetap’ dihilangkan saja. Bila digunakan bisa menimbulkan arti seakan-akan tokoh AKU sudah tersenyum sebelumnya.

Kata ‘KU’ sebaiknya juga dihilangkan. Kalau digunakan, akan terlalu banyak kata KU.
Maka kalimatnya saya ganti menjadi : Dengan nafas tersengal-sengal setelah berlari sekitar 3 km dari rumahku, aku menyapa teman-temanku dengan senyuman

- Kalimat : Mataku segera memandang sekeliling kelas lalu langsung menuju ke luar kelas menengok ke kanan ke kiri dan terus memasang mataku untuk melihat sekeliling, karena kini aku sedang rindu dengan seseorang. Terdapat pengulangan kalimat yang tidak perlu. Sudah disebutkan bahwa si tokoh Aku memasang matanya melihat sekeliling kelas, jangan diulang dengan menyebutkan “memasang mataku untuk melihat sekeliling.

Sudah saya revisi menjadi : Mataku langsung memandang ke sekeliling kelas mencari-cari seseorang yang sedang kurindukan.

- maka segeralah ku berlari untuk mencium tangannya, membawakan tasnya dan
memberikan senyumanku yang khusus kupersembahkan untuknya.
“ Selamat pagi, Kak !!!” sapaku lengkap dengan senyumanku

Di alinea sebelumnya sudah disebutkan bahwa tokoh Aku memberikan senyuman khusus,
Tetapi pada alinea berikut masih disebutkan :
…., sapaku lengkap dengan senyumanku.

Seharusnya cukup disebutkan satu kali saja. Kalimat itu saya rubah menjadi :
maka segeralah aku berlari untuk mencium tangannya, membawakan tasnya dan
memberikan senyuman yang khusus kupersembahkan untuknya.
“ Selamat pagi, Kak !!!” sapaku.

Sebenarnya masih banyak kalimat yang harus diperbaik tetapi saya tidak mungkin mencantumkan semua revisinya di sini. Silakan membandingkannya sendiri cerpenmu yang saya posting di blog ini dengan naskah awal. Kamu bisa melihat kalimat-kalimat mana saja yang saya perbaiki.

- Alur kisah seringkali tidak jelas. Seperti pada akhir kisah, disebutkan bahwa surat yang diberikan oleh Sinta adalah surat palsu. Apakah itu berarti surat itu dibuat oleh Sinta, bukan oleh Rio? Atau..suratnya memang ditulis oleh Rio tetapi isinya tidak benar. Saya lebih memilih yang terakhir, maka kalimatnya saya ganti karena jika memilih yang pertama, kalimatnya tidak sesuai.


Langkah kakiku terus mantap berlari menuju bangunan itu, yang lebih tepatnya bisa disebut gubuk. Bangunan kecil yang terbuat dari kayu-kayu jati itu adalah tempat yang paling bisa membuatku semangat menjalani hidup. Di sana sudah tampak teman-temanku yang tengah asyik bermain dan mengobrol. Aku dan teman-temanku tinggal di daerah pedalaman Papua tetapi tidak terpencil sekali dari keramaian ibu kota Irian Jaya. Hanya saja sekolah di daerah kami benar-benar langka. Sekolah Menengah Atas Wori 45 adalah satu-satunya SMA yang ada di daerah kami. Dan tempat itulah yang kini aku datangi.

Dengan nafas tersengal-sengal setelah berlari sekitar 3 km dari rumahku, aku menyapa teman-temanku dengan senyuman. Segera, aku masuk ke kelas dan meletakkan tas selendangku yang berwarna biru tua ke atas meja. Mataku langsung memandang ke sekeliling kelas mencari-cari seseorang yang sedang kurindukan. Seseorang yang selama ini kuanggap sebagai sosok yang lembut, baik dan pintar. Benar-benar sosok yang aku idam-idamkan.

Dari kejauhan akhirnya aku melihat sosok itu. Pria tegap dengan tas gendong dipunggungnya, lalu rambutnya yang cepak bak tentara yang baru pulang dari perang sungguh-sungguh menunjukkan karismanya. Hatiku berdegup kencang. Benar-benar pemandangan yang kunanti-nanti setelah libur Natal dan Tahun baru yang cukup lama. Kuyakinkan diriku untuk menghampirinya, maka segeralah aku berlari untuk mencium tangannya, membawakan tasnya dan memberikan senyuman yang khusus kupersembahkan untuknya.

“ Selamat pagi, Kak !!!” sapaku.

“ Selamat pagi, Leta! ” Balasnya menyapaku dengan senyumnya yang meluluhkan hatiku.

“ Saya bawakan tasnya ya, Kak.” Ucapku menawarkan diri.

“ Ah, tidak usah repot-repot. Kamu bawakan buku ini saja. Tas kakak terlalu berat kalau kamu yang bawa. Oke?” Katanya sambil memberikan 3 buah buku tebal berwarna-warni kepadaku.
Bel yang terbuat dari bamboo dipukulkan oleh Pak Jose, pembersih SMA Wori 45 tepat saat waktu menunjukkan pukul 07.00, tanda pelajaran dimulai. Semua anak masuk ke kelas dan memulai pelajaran. Kakak Rio, mahasiswa dari kota Jakarta yang menjadi pengajar sukarelawan di sekolah ku ini memasuki kelas dan dengan ramah menanyakan kabar murid-muridnya. Dialah lelaki tegap yang tadi pagi aku tunggu-tunggu dan kubawakan bukunya. Satu hal yang
membuatku kagum padanya adalah sikapnya yang lembut dan perhatian terhadap semua orang. Dan di hari ke-180 aku mengenalnya, tekadku sudah bulat untuk mengungkapkan semua yang kurasakan padanya. Rasa sayang yang tak dapat kubendung lagi. Rasa cinta yang tak bisa
kupendam lagi. Dan, sepulang sekolah nanti adalah saatnya.

Detik-detik sebelum bel tanda pulang dibunyikan, tiba-tiba saja keringat dingin mengucur deras dari pori-pori tubuhku. Jantungku berdetak cepat sekali. Pak Jose pun memukul bamboo untuk memberitahu sudah saatnya untuk pulang. Semua anak langsung keluar kelas dan dalam waktu beberapa menit sekolah sudah sepi. Tinggal aku berdiri di dekat pintu kelas menunggu Kak Rio keluar dari kelas.

“Leta?? Kenapa kamu belum pulang ?” Tanya Kak Rio membangunkanku dari lamunan.

“Ah, Kak Rio. Eee…eee….itu…mmm… aku…ehh, apa ya ?” Jawabku terbata-bata karena sangat gugup.

“Kenapa Leta ? Kamu sakit? Badan kamu penuh keringat, kamu kecapean?” tanyanya bingung sambil meletakkan tangannya ke dahiku.

“Ah, bukan. Aku ingin… bicara sebentar sama Kakak.” Ucapku sambil menunduk, tidak berani melihat wajahnya.

“Oh, ya sudah. Bicara saja. Ada apa?” tanyanya sambil tersenyum lembut.

“Kak, maaf …kalau aku lancang, tapi… aku…aku…suka sama Kakak. Aku cinta banget sama Kakak. Apa Kakak mau menerima cintaku?”

Akhirnya, seluruh beban mengganduli hatiku terangkat semuanya dalam sekejap. Badanku seperti benar-benar ringan dan siap terbang. Semua perasaan yang aku simpan selama setengah tahun ini, keluar semuanya. Kini aku hanya bisa tertunduk malu, menunggu jawaban darinya.
“Oh, jadi itu yang mau kamu katakan ? Mmmm….Untuk sekarang…kita jalani saja ya. Sekarang ayo, Kakak antar pulang.” Jawabnya ringan.

Aku hanya bisa menatapnya dengan wajah bingung, jadi sebenarnya apa jawaban pasti darinya? Apakah cintaku diterima? Atau ditolak? Apa arti kata ‘kita jalani dulu’? Sungguh tidak karuan perasaanku kini. Sepanjang perjalanan pulang, tangannya terus menggenggam tanganku, senyumnya terus ia tunjukkan padaku. Jadi, apakah kata itu artinya cintaku diterima? Yes!! Tak kusangka, benar-benar saat itu rasanya aku ingin melompat tinggi-tinggi dan berteriak sekencang-kencangnya.

Akhirnya, sampailah kami didepan rumahku. Terlihat dari depan tidak ada siapa-siapa dirumah. Tiba-tiba saja, tangannya memegang kepalaku, mendekatkan wajahku ke dadanya dan ia pun mendaratkan ciuman yang penuh dengan kelembutan ke dahiku. Ia berkata :

“Sampai jumpa besok pagi ya, gadis manis.”

Oh, Tuhan!! Betapa dahsyatnya kuasa-Mu. Aku langsung berlari masuk ke rumah, terus menuju kamarku yang hanya terbuat dari anyaman bambu yang atapnya masih mempersilahkan seberkas cahaya masuk. Aku langsung melihat diriku di kaca, kupegang pelan-pelan dahiku dan kembali kubayangkan saat dimana Kak Rio, lelaki yang aku idam-idamkan selama ini mencium dahiku. Ah, serasa berada di dunia mimpi. Tanpa ganti baju, aku membaringkan tubuh ke kasur dan kupejamkan mata sambil terus membayangkan apa yang akan terjadi besok. Hmm…hari-hariku akan menjadi lebih indah pastinya.

Dua hari telah berlalu sejak kejadian membahagiakan itu. Selama seminggu itu pun aku pulang diantar oleh Kak Rio. Hari ini aku berangkat pagi-pagi sekali, karena aku memang bertugas membersihkan kelas hari ini. Saat aku sedang menghapus papan tulis, Teresa dan Puan masuk ke kelas sambil membicarakan sesuatu dan aku dengar mereka menyebut nama Kak Rio. Segera saat itu juga aku bertanya pada mereka, apa yang sebenarnya sedang mereka bicarakan.
“Ah, kebetulan ada kamu Let.” Ucap Teresa antusias melihatku.

“Iya, benar. Sini kita ceritain. Kebetulan kamu deket kan sama Kak Rio?” Tanya Puan dengan nada berbisik.

“Iya, emang kenapa ?” tanyaku semakin penasaran.

“Bapakku kemarin pergi ke ibu kota untuk mencari sembako selama sebulan. Kebetulan ia juga membeli koran. Sekedar buat nambah bacaan.” Kata Puan memulai cerita.

“Nah, di koran itu ada berita yang berjudul MAHASISWA BENTROK DENGAN POLISI, dan Puan melihat ada nama Kak Rio di daftar nama mahasiswa yang sedang dicari polisi karena dicurigai sebagai dalang kerusuhan.” Lanjut Teresa dengan suara yang keras tanpa menyadari
beberapa anak sudah masuk ke kelas dan mendengar ucapannya. Seketika itu juga anak-anak lain langsung mngerumuni mereka berdua, mencari tahu berita yang menyangkut Kak Rio.
Sedangkan aku hanya terdiam, menenangkan hatiku yang berkecamuk. Sungguh tak menyangka Kak Rio yang lembut bisa menjadi dalang kerusuhan. Karena tidak percaya, aku pun langsung berteriak :

“Itu FITNAH !!! Mereka pasti salah. Polisi itu hanya menduga-duga. Itu tidak benar !!”
Kulemparkan penghapus papan tulis ke lantai dan langsung berlari keluar kelas. Pandanganku mulai kabur oleh air mata. Anak-anak hanya terbengong-bengong melihat tingkahku.

Air mataku terus mengalir hingga akhirnya kurasakan ada tangan yang mengusap-usap kepalaku. Terdengarlah suara lembut seorang wanita. Saat aku membuka mata, kulihat seorang wanita yang cantik sekali. Wajahnya bagai bidadari yang baru turun dari langit.

“Kenapa kamu menangis ?” Tanya wanita itu.

“Siapa kamu?” tanyaku dengan nada sesenggukan menahan tangis.

“Oh, maafkan saya. Perkenalkan, nama saya Sinta. Panggil saja Mbak Sinta. Saya kemari sebagai guru pengganti Kak Rio. Saya sahabat dekat Rio. Mmm…kamu Leta, bukan?” Tanyanya lembut.
“Betul. Saya Leta. Kok, mbak tahu nama saya ?” tanyaku penasaran.

“Oh, jadi kamu yang namanya Leta. Kebetulan, Rio menitipkan surat ini ke mbak. Dia minta saya memberikan surat ini kepada murid yang bernama Leta.” Jawabnya dengan wajah yang mendadak muram. Tidak ada senyum seperti awal bertemu tadi.

“Terima kasih, mbak.” Jawabku dengan senyum hambar.

Perasaanku makin tidak karuan. Sebenarnya apa yang terjadi? Ada apa dengan Kak Rio? Pertama aku mendengar berita tidak menyenangkan tentang dirinya dan sekarang tiba-tiba saja muncul guru pengganti Kak Rio. Ia hanya memberikan surat dan tidak diberikan langsung kepadaku. Setiap melihat diriku mbak Sinta juga berubah menjadi muram. Dimana kamu, Kak Rio ? Kenapa kamu jahat sekali meninggalkan aku?. Apakah cinta yang kamu berikan itu hanya sekedar barang bekas yang dengan mudahnya kamu berikan dan kamu tinggalkan? Kak Rio benar-benar jahat !!! Aku benci Kak Rio !!!

Sepulang sekolah, aku segera pulang dan mengunci diri dikamar. Aku tidak ingin diganggu sama sekali karena aku ingin membaca surat dari Kak Rio. Dalam suratnya ia menulis

Leta sayang,

Tolong lupakan kakak sesegera mungkin setelah kamu membaca surat ini. Karena sebenarnya kata-kata yang kakak ucapkan saat itu hanya sebagai penyemangat dirimu untuk belajar. Selain itu kakak juga harus kembali lagi ke Jakarta, karena orang tua kakak ternyata sudah mempersiapkan pernikahan untuk kakak.

Salam
Kak Rio

Setahun telah berlalu semenjak menghilangnya Kak Rio dari kehidupanku. Dan setahun pula aku terus membencinya. Tapi, walaupun benci aku tetap merasa ada sesuatu yang hilang dan ingin sesuatu itu kembali lagi kepadaku. Kini aku duduk di kelas 3 SMA, dan sebentar lagi akan menghadapi ujian nasional. Aku harus serius belajar. Tidak ada lagi Kak Rio dan segala macam hal yang bersangkutan dengannya. Kini aku hanya ingin belajar, lulus dan masuk universitas yang kuinginkan, serta menjadi seorang guru. Mungkin memang tak bisa kupungkiri kalau aku ingin menjadi guru karena Kak Rio, tapi memang dari awal aku ingin menjadi guru dan memajukan pendidikan di kampung halamanku ini.

Ketika tiba di sekolah, dari kejauhan aku melihat teman-teman sekelasku bergerombol mengerumuni sesuatu. Hmm..apa yang sedang terjadi ? Namun, ketika akan mendekati tempat anak-anak berkumpul, aku mendengar isakan tangis seseorang. Dengan menyelip-nyelip diantara kerumunan anak-anak, aku pun mencoba melihat siapa yang tengah menangis itu. Ternyata orang yang menangis itu adalah mbak Sinta.

Kupandangi juga wajah teman-temanku yang tampak muram. Bahkan, ada yang matanya sudah berkaca-kaca. Ada apa lagi ini ? Apa yang terjadi? Kenapa semua orang memasang muka sedih? Tiba-tiba saja mbak Sinta yang melihat diriku langsung memelukku dengan erat, dan ia pun membisikkan sesuatu. Seketika itu juga tubuhku mulai kaku. Rasanya itulah akhir hidupku. Kata demi kata dari mbak Sinta benar-benar kata-kata yang tidak pernah ingin kudengar.
**
Di bawah langit sore yang mendung, kami berdiri di depan sebuah batu nisan. Dengan baju warna hitam, air mata kami semua jatuh satu per satu tanpa henti. Di depan batu nisan bertuliskan Mario Raga, aku jongkok dan menaburkan bunga-bunga dengan hati yang hancur dan bersalah. Mario Raga atau yang sering ku panggil Kak Rio, lelaki yang telah membuatku melayang hanya dalam beberapa hari dan dalam setahun telah aku benci, kini hanya terbaring kaku. Sebab, ternyata Kak Rio tidak ikut sama sekali dalam aksi kerusuhan mahasiswa itu. Dia telah difitnah sehingga stress. Penyakit darah tingginya pun kambuh dan ia pun terkena stroke.

Dan, saat dia telah tiada itulah mbak Sinta memelukku dengan erat. Dia meminta maaf karena telah membohongi semua murid terutama aku, karena isi surat itu bohong belaka. Kak Rio menulis surat itu agar aku tidak terkena getahnya karena berita buruk mengenai dirinya yang tidak benar. Itu sebabnya setiap mbak Sinta melihat wajahku, dia langsung muram karena dia tidak tega melihatku yang telah dibohongi oleh kak Rio selama setahun ini. Dengan sangat menyesal mbak Sinta meminta maaf padaku, tapi sesungguhnya mbak Sinta tidak salah. Yang paling salah dalam hidup ini adalah aku, karena aku telah membenci Kak Rio dan kebencian itu adalah kebencian yang salah.

Artikel Bersangkutan

0 comments:

 
Indonesia dulu dikenal sebagai bangsa yang toleran dan penuh sikap tenggang rasa. Namun, kini penilaian tersebut tidak dapat diamini begitu saja, karena semakin besarnya keragu-raguan dalam hal ini. Kenyataan yang ada menunjukkan, hak-hak kaum minoritas tidak dipertahankan pemerintah, bahkan hingga terjadi proses salah paham yang sangat jauh.
free counters

Blog Archive

Seseorang yang mandiri adalah seseorang yang berhasil membangun nilai dirinya sedemikian sehingga mampu menempatkan perannya dalam alam kehidupan kemanusiaannya dengan penuh manfaat. Kemandirian seseorang dapat terukur misalnya dengan sejauh mana kehadiran dirinya memberikan manfaat kearah kesempurnaan dalam sistemnya yang lebih luas. Salam Kenal Dari Miztalie Buat Shobat Semua.
The Republic of Indonesian Blogger | Garuda di DadakuTopOfBlogs Internet Users Handbook, 2012, 2nd Ed. Avoid the scams while doing business online

Kolom blog tutorial Back Link PickMe Back Link review http://miztalie-poke.blogspot.com on alexa.comblog-indonesia.com

You need install flash player to listen us, click here to download
My Popularity (by popuri.us)

friends

Meta Tag Vs miztalie Poke | Template Ireng Manis © 2010 Free Template Ajah. Distribution by Automotive Cars. Supported by google and Mozila